Monday, January 12, 2009

Pantura


Sejak melewati jalur pantura (pantai utara) pulau jawa tahun 1997 terjadi perubahan yang cukup banyak di jalur tersibuk jawa tersebut. Kalau dirunut sejak tahun 1992 saya rutin melewati jalur tersebut, namun kombinasi saat itu antara naik bus umum maupun kereta api. Sejak tahun 1997 secara rutin saya mengendarai kendaraan setiap kali pulang ke Solo, Jawa Tengah.



Awalnya pantura belum semuanya dobel lajur, cukup banyak yang masih satu lajur seperti ruas alas Roban, Pemalang, Tegal maupun Indramayu. Seiring dengan gencarnya pembangunan fisik berbagai daerah saat ini Pantura ruas Jakarta – Solo hampir semuanya sudah dobel lajur, kecuali ruas Semarang – Solo yang justru masih lajur tunggal. Pemerintah saat ini mempersiapkan jalur tol untuk daerah Joglosemar, Jogya, Solo dan Semarang, terutama Solo – Semarang yang mendesak membutuhkan moda transportasi bebas hambatan untuk meningkatkan gairah perekonomian daerah.

Bila diurutkan dari Jakarta maka sudah terbangun sekian tahun sebelumnya jalan tol bebas hambatan Jakarta – Cikampek. Setiap hari jalur ini merupakan jalur tersibuk di Indonesia sebagai media transportasi ratusan truk, bus, niaga maupun kendaraan Pribadi. Jalur ini merupakan sarana ekonomi penting bagi distribusi barang dan jasa dari dan ke Jakarta, sebuah ibukota Negara Indonesia berpenduduk 240 juta jiwa. Kota Jakarta sendiri memiliki tidak kurang dari 15 ~ 20 juta penduduk. Bila ruas tol Jakarta – Cikampek sepanjang hanya 70 km maka daya dukungnya akan sedemikian berat. Apalagi pembangunan fisik di negeri yang belum sepenuhnya merata. Konon saran dan prasarana fisik masih terpusat di Jakarta dan sebagian kecil lainnya seperti ibukota propinsi. Tol Cikampek merupakan jalur sangat padat dimana setiap harinya ribuan kendaraan melintas.

Jakarta merupakan pusat perdagangan, perkantoran dan industri dimana jalur perekonomian melakukan transaksi maupun transit di sini. Andaikan anda memiliki bisnis entah di Pekanbaru, Makasar, Pontianak maupun Surabaya misalnya umumnya transaksinya akan melintasi Jakarta sebagai pusat bisnis. Setiap hari ribuan transaksi, distribusi barang dan jasa akan dilakukan di Jakarta. Hal ini berakibat setiap akses termasuk jalan yang menuju Jakarta akan padat. Jalur kota besar – Jakarta – pelabuhan udara/laut merupakan akses utama bisnis. Sehingga tol Cikampek, tol Jagorawi- Jakarta Bogor Ciawi, maupun tol Tangerang yang ketiganya bermuara di Jakarta selalu padat dipenuhi kendaraan. Bahkan satu dua tahun belakangan tol Cipularang yang menghubungkan jalan Cikampek ke Bandung semakin dipadati kendaraan umum, travel maupun Pribadi. Banyak warga Jakarta yang bepergian ke Bandung atau sebaliknya.

Seiring dengan dibukanya kran distribusi bbm – bahan bakar minyak selain pertamina, masuklah shell dari Belanda dan petronas dari Malaysia. Sebagai pemain terbesar distribusi bbm, pertamina segera membangun stasiun pengisian bahan bakar umum ini di sepanjang jalan tol cikampek maupun tol lainnya. Saat ini tidak kurang dari 6 stasiun pengisian bahan bakar berdiri di sepanjangan tol cikampek. Pada awalnya tol cikampek terdiri dari empat lajur dan dikembangkan menjadi 6 lajur untuk ruas Jakarta – Cikarang. Saat ini ruas Cikarang – Kerawang sedang dilebarkan menjadi 6 lajur, demikian seterusnya sampai ke Cikampek. Tol Cikampek ini cukup mendukung kegiatan ekonomi dan memperlancar jalus distribusi barang dan jasa ruas Jakarta, bekasi, cikarang, kerrawang, cikampek dan pulau jawa pada umumnya. Masalah timbul manakala jalur keluar cikampek masih merupakan jalan arteri lama yang sempit dan banyak dipenuhi pedagang sepanjang jalan. Tidak aneh setiap liburan terjadi antrian di mulut tol sebagai akibat bottle neck arus kendaraan dari tol. Untuk ruas cikampek ke Yomin masih terdapat ruas sempit sepanjang dua atau tiga kilometer sebelum bersambung dengan ruas panjang Indramayu. Ruas sempit inilah yang kerap menimbulkan kemacetan parah berjam-jam manakala arus kendaraan tumplek blek dari tol cikampek. Yang kronis manakala Lebaran tiba dan penduduk Jakarta umumnya mudik ke Jawa maka ratusan ribu kendaraan bakal terjebak di titik ini sepanjang puluhan kilometer.

Ruas Indramayu merupakan ruas empat lajur yang kondisinya lumayan karena baru saja diperbaiki. Saat musim hujan sekarang mulai muncul lubang dan kerusakan akibat genangan air dan beban kendaraan yang nampaknya melebihi ketentuan. Sudah jamak dan klasik bahwa kendaraan berat seperti truk, trailer, niaga, container umumnya membawa angkutan puluhan ton. Sementara jalan dibangun dengan standard jauh dari sempurna, Klop sudah antara pembangunan jalan yang terkesan tambal sulam, dengan berlombanya beban kendaraan melebihi kapasitas. Memang terlihat tanmpat timbangan kendaraan namun hampir tidak terlihat kendaraan yang ditahan. Artinya kendaraan diijinkan lewat namun jalan akan selalui rusak menahan beban. Secara mudah bisa disimpulkan pihak timbangan kendaraan meloloskan kendaraan yang melebihi kapasitas. Konon tambal sulam jalan ini bahkan digunakan sebagai project pihak pemerintah daerah, pusat dengan kontraktor. Yang paling dirugikan adalah masyarakat luas pengguna jalan. Sebagai pembayar pajak sarana jalan yang seharusnya bisa dinikmati dengan baik sering kondisinya rusak. Berbagai perbaikan atau tambal sulam yang menutup satu sisi juga memacetkan arus kendaraan berjam-jam. Ujungnya pengguna lagi yang harus menanggung biaya sosial yang tinggi. Sementara kontraktor dan pemerintah daerah terkait yang menggarap tambal sulam sebagai project sering kurang empati kepada pengguna jalan. Kontraktor bekerja lamban dan memakan waktu berminggu-minggu. Pekerjaan perbaikan jalan di daerah tegalgubug/srengseng belum lama ini yang menutup satu sisi jalan sering mengakibatkan kemacetan puluhan kilometer. Pengguna jalan harus rela macet berjam-jam di ruas yang diperbaiki ini karena kendaraan harus menyempit dari 2 menjadi 1 lajur.

Di eretan kulon ada beberapa kilometer jalan yang berhimpit dengan pantai dan laut utara jawa ini. Air laut sampai berwarna coklat pertanda terjadai abrasi dan penggerusan garis pantai. Jarak tepi laut dengan jalan hanya tinggal beberapa puluh meter saja. Bila sampai tergerus maka jalur utama pantura ini tidak mustahil bakal terputus. Namun demikian belum ada langkah antisipasi atau persiapan konkrit menghadapi penggerusan laut atas daratan di ruas Eretan Indramayu ini. Apakah kiranya menunggu terlebih dahulu jalananya terendam air laut baru dilakukan pembangunan jalur alternative-nya. Masyarakat sampai saat ini belum pernah mendengar dan melihat rencana dan antisipasi dari yang berwenang perihal ruas yang terancam terendam laut ini. Setiap hari deburan ombak semakin mendekati batas jalan.

Dinamika pantura memang tiada habisnya. Bila anda kebetulan lewat di sore hari maka banyak masyarakat yang mentutup satu ruas jalan dengan tong. Kegiatan mereka umumnya ditujukan kepada pengendaraan guna memungut sekedar sumbangan bagi lingkungan atau daerah setempat. Hanya kadang tanpa adanya tanda terlebih dahulu tahu-tahu jalanan menyempit dan kendaran depan berhenti. Bila anda sedang dalam kecepatan tinggi maka bakal cukup repot untuk tiba-tiba menghentikan kendaraan karena ulah penutupan satu ruas jalan tersebut.

Di ruas Indramayu – Cirebon ini juga banyak pangkalan truk di kanan maupun kiri jalan. Puluhan sopir truk sering memarkir kendaraanya di sepanjang ruas ini untuk beristirahat. Konon banyak bisnis prostitusi di sepanjang ruas ini. Sopir kendaraan yang umumnya melakukan perjalanan ke luar kota berhari-hari nampak menjadi daya tarik tersendiri bagi penjaja bisnis tertua ini.

Bila anda berkendara sepanjang jalur ini yang patut diperhatikan adalah pengendara motor, sepeda dan penyeberang jalan. Karena jalur ini padat dengan pemukiman maka banyak sekali pengendara motor yang cukup menganggu manakala anda mencoba menyalip kendaraan besar sementara motor berjalan sejajar, sehingga celah yang tersedia tidak cukup untuk kendaraan anda. Penyeberang juga kadang seenaknya menyeberang dan kurang menyadari jalan itu merupakan jalur cepat. Jalur Cikampek – Cirebon lewat Indramayu ini merupakan jalur lama yang barangkali sudah ada semenjak jaman Belanda. Andaikan Pemerintah sudah menyambungkan jalan tol disini, yakni ruas Cikampek disambung dengan tol Cirebon nampaknya bakal sangat membantu pengguna jalan maupun distribusi barang/jasa.

Selanjutnya, setelah adanya perbaikan dan penyempitan jalan anda akan disambut tol Cirebon yang panjangnya 20-an kilometer. Secara umum kondisi tol lumayan mulus kecuali sebagian ruas yang lagi-lagi mengalami perbaikan. Ruas yang diperbaiki ini merupakan konstruksi jalan cor semen seperti tol Cipularang. Entah bagaimana saat membangun dan menganalisa struktur tanah, jalan yang dicor semen-pun mudah rusak dan mesti diperbaiki.

Keluar tol mulailah salah satu ruas “terburuk pantura” yakni Losari – Brebes. Entah karena curah hujan tinggi di ruas ini atau struktur tanah labil yang jalas permukaan jalanya bopeng dan bergelombang. Saat musin hujan jalanan menjadi berlubang disana sini dan diperparah tidak adanya penerangan jalan. Lampu penerangan jalan hanya ada di sebagian kecil ruas ini. Bila anda berkendara malam hari maka praktis jalanan akan tidak terlihat karena gelap dan lampu kendaraan diserap permukaan jalan yang basah. Anda harus pasrah roda kendaraan anda terantuk berbagai benjolan jalan maupun terjedak ke lobang jalanan. Bila anda kurang sabar yang terlontar adalah sumpah serapah belaka menyetir dalam kondisi gelap, tidak terlihat jalanan dan kondisi jalan rusak parah. Meski ada upaya penambalan disana sini namun tetap kenyamanan berkendara jauh dari harapan. Tidak hanya ruas Losari – Brebes yang minim penerangan jalan, umumnya jalur kebanggaan pulau Jawa ini masih membutuhkan penerangan jalan yang lebih manusiawi. Banyak pengendara kendaraan entah sopir truk, bus, niaga maupun Pribadi melewati jalur ini dan tentunya kesal dengan keadaan namun mereka mungkin apatis dan enggan menyalurkan keluhannya. Pikirnya juga yah sudah lumayan ada tambalan sana sini ketimbang bolong-bolong. Mudah-mudahan diam-nya mereka tidak diartikan kepuasan pengguna jalan sudah baik, sejujurnya masih sangat kurang.

Hal yang patut mendapat perhatian adalah pembangunan jembatan. Sudah jamak di jalur pantura jembatan yang dibangun kurang mulus dengan tonjolan tajam di perbatasan jalan dan jembatannya sehingga manakala anda berkendara kencang dan lupa mengerem saat masuk jembatan maka kendaraan anda akan jumping seperti rally dan gubrakk seluruh penumpang terlempar ke atas. Mengapa pembangunan jembatan tidak dapat dilakukan dengan mulus dan landai. Sudah terlihat beberapa jembatan di area Jawa Barat yang dicor diatasnya dan dilandaikan dengan jalan sehingga relative lebih nyaman bagi kendaraan. Namun untuk ruas Losari – Brebes masih parah, rupanya tidak mau kalah dengan kondisi permukaan jalannya.

Berikutnya adalah ruas Brebes – Tegal. Ruas ini sedikit lebih baik dari ruas sebelumnya namun dengan datangnya musim hujan kali ini, permukaan jalan mulai perlahan rusak dan berlobang. Yang lumayan membantu saat malam hari adalah banyaknya banner dan iklan dari industri yang tanpa disadari turut membuat jalan menjadi terang benderang. Hanya banner dan iklan ini belum merata dan ditempatkan di beberapa titik yang ramai saja.

Setelah bolak balik terantuk dan terjedak lobang di ruas Losari- Brebes – Tegal anda segera memasuki ruas berikutnya. Namun anda bisa sempatkan mampir di SPBU MURI di Tegal yang memiliki 60-an tempat buang air besar/kecil maupun untuk mandi. SPBU ini menyediakan tempat parkir yang luas, bersih, kantin yang lumayan nyaman, tempat rehat, tempat ibadah yang semua area-nya dilengkapi dengan CCTV. Hampir setiap kali lewat stasiun pengisian bahan bakar ini cukup ramai dan dipenuhi oleh kendaraan yang lewat.

Ruas Tegal – Pemalang – Pekalongan umumnya lebar dan mulus. Pemalang sepanjang 50-an kilometer yang dulu terkenal macetnya karena hanya dua lajur saat ini patut diacungkan jempol karena telah diperluas menjadi empat lajur. Sungguh gebrakan dan pembangunan fisik yang patut ditiru oleh kota atau daerah lainnya. Pemalang juga menyediakan jalan ring road. Hanya lagi-lagi kondisi jalan yang dengan susah payah dibangun menjadi empat lajur begitu musim hujan tidak urung mulai kalah dan perlahan rusak di berbagai titik. Menginjak Pekalongan anda akan mulai sebal manakala kota ini tidak menyediakan ring road. Anda harus berkendara semrawut bercampur dengan ruwetnya kota, pasar, banyaknya lampu merah, sepeda, pedagang, becak yang semuanya tumplek blek di tengah kota. Persis di tengah kota ada lampu merah yang jalannya berlobang segeda bus. Sungguh heran jalanan berlobang menganga dan ditengah kota pula. Usai ribetnya kota anda segera disambut oleh ruas alas roban. Dulunya memang merupakan hutan dengan banyak pohon jati namun sekarang pohonnya tinggal sedikit, entah kemana saja hilangnya. Ruas alas roban ini konon pernah mendapat bantuan Negara Jepang dalam pembangunan empat lajurnya. Nggak tahu kita selalu diberi bantuan oleh asing sementara kemana larinya uang pemerintah, pajak dan hasil sumber daya alam yang melimpah itu. Kegelapan jalan lagi-lagi menerpa pengendara. Jalur yang empat lajur lumayan membantu diiringi trek yang naik turun namun dengan kegelapan dan hanya mengandalkan penerangan lampu kendaraan belaka. Ada sebagian kecil di beberapa titik ramai yang dipasang lampu jalan. Idealnya namanya jalur ekonomi penting ya mestinya diberikan penerangan jalan yang layak dan memadai. Ruas alas roban anda bisa tempuh dalam setengah jam dengan kecepatan sedang. Banyak pedagang di kanan kiri, pemberhentian truk dan kendaraan berat dan warung tempat istirahat.

Selanjutnya anda akan masuk daerah Weleri dan Kendal yang keduanya patut diacungi jempol karena telah membangun jalan ring road keliling kota plus penerangan jalan. Meski konon ada berita pemerintahan Kendal melakukan penyimpangan dan korup, namun prasarana jalan lumayan bagus dan nyaman bagi pengendara. Anda bisa berlomba balap dengan benyak truk dan bus di jalan ring road ini tanpa takut jalan rusak dan lobang yang memang minim dan bahkan ditopang penerangan yang memadai. Dari Weleri anda hanya perlu sekitar setengah jam untuk mencapai Semarang. Itulah sekilas Pantura dan dinamikanya. Dari Semarang memang masih bisa berlanjut ke Solo dan Surabaya, namun saya kurang begitu mengetahui.

No comments: