Tuesday, January 02, 2007

Cyber Entertaiment

Sudah seminggu terakhir persis di samping gerbang masuk perumahan saya mencolok ditampilkan promosi sebuah produk entertainment yakni indovision. Produk channel hiburan dengan media parabola tersebut memang bukan sepenuhnya baru dan bahkan sudah berjalan sekian tahun. Penetrasi pasar yang dilakukan Indovision begitu gencar kala itu. Mulai dari iklan di radio, televisi sampai menyebar pamflet dilakukan guna meraup pelanggan baru. Yang jelas iuran per bulan yang ditawarkan sekitar 200 ribu ke atas. Tentunya disamping iuran bulanan ini pelanggan juga dikenakan biaya perangkat semacam decoder dan lainnya.

Entah pencapaian target pelanggan masih terbatas atau tercapai nampaknya Indovision terus menggebrak pasar dengan berbagai kemudahan. Di era cyber entertaiment saat ini tentunya produk indovision begitu menarik perhatian calon pelanggan. Memang televise nasional sendiri sudah begitu banyak ragam siaran hiburannya. Namun banyaknya selingan iklan dalam setiapo film maupun bobot acara yang kelewat banyak terutama kandungan materi “gossip” maupun “misteri” tidak ayal mengundang kejenuhan pemirsanya.

Perlahan pasar memang semakin meluas dan semakin banyak masyarakat membutuhkan sambungan televisi berbasis parabola ini. Kalau di hotel berbintang rasanya hiburan televisi dengan siaran internasional sudah merupakan menu wajib maka selera masyarakat akan hiburan juga semakin tinggi. Apakah dengan iuran bulanan 200 ribu ini pelanggan sudah mendapat kenikmatan dan manfaat yang sepadan masih belum jelas benar, alhasil penetrasi pasar indovision tetap gencar dilakukan.

Nah menyusul gencarnya dunia hiburan masuklah sang follower dengan branding astro. Astro menggebrak dengan meluncurkan iklan inovatif di televise dibarengi pemasaran agen dan distributornya. Kembali hukum pasar supply and demand dimana pada dasarnya demand-nya masih sangat tinggi maka tidak urung astro-pun kecipratan rejeki. Tidak lama tetangga kanan kiri dan rekan kantor rupanya sudah mulai memasang parabola mini dengan tulisan astro. Melihat harga bulanan yang relative sama entah apa yang menjadikan astro sebagai follower cukup berhasil diterima pasar.

Mulailah kompetisi dimulai. Dengan berbekal comparative advantage indovision mencoba menawarakan pelanggan bahwa produk mereka lebih berquality ketimbang pesaingnya. Belakangan direct selling-pun diluncurkan dan siapa saja yang mendaftar langsung dipasang hari itu juga, demikian slogan di spanduknya.

Masih belum jelas benar siapa market leader sesungguhnya dari bisnis cyber entertainment ini. Sebagai masyarakat luas kita bisa menghitung seberapa bernilaikah besarnya iuran plus uang pangkal berlangganan dibandingkan siaran/hiburan yang di terima. Anggaplah 200 ribu tersebut bisa kita gunakan untuk membeli tiket bioskop 5 sampai 10 kali (bila harga tiker berkisar 20 sampai 40 ribu). Namun ingat bila ke bioskop masih timbul biaya lainnya seperti transport, jajan dan seterusnya, sementara bila berlangganan kita cukup duduk di rumah dan tinggal mencari channel yang disukai.

Nah dengan plus minus antara pilihan berlangganan atau tidak maka keputusannya dikembalikan lagi kepada seberapa intend produk tadi ditawarkan. Termasuk direct selling ala indovision yang membawa mobil bak dipenuhi televise dengan beragam siaran sesuai receiver parabolanya. Yang jelas sampai saat ini saya masih belum memutuskan berlangganan, karena channel idola saya seperti hallmark dan HBO besarnya iuran masih di atas 200 ribu per bulan.

Kembali pada hukum supply and demand bila produk tadi ditawarkan lebih murah, katakan di bawah 100 ribu per bulan termasuk channel favourit, tidak mustahil pasar bakal booming.

No comments: