Thursday, September 20, 2007

BORED !!



Berang, sungguh berang setiap kali menghadapi kesemrawutan keadaan. Dengan rekan kantor sering kita menyepakati bahwa hidup di Jabodetabek – kawasan ibukota Negara ini- begitu kita keluar rumah yang terjadi adalah rebutan dan HUKUM RIMBA. Artinya mulai kita keluar rumah dan menginjak jalan yang terjadi selalu rebutan.Kenapa timbul rebutan sungguh banyak keadaan penyebabnya. Mulai dari jalanan yang relative sempit, jumlah kendaraan semakin banyak, perilaku pengendara dan desain serta infrastruktur transportasi kita yang amburadul.

Begitu masuk tol langsung disambut dengan ratusan truk besar yang berjalan lambat dan sebagian mengambil jalur kanan. Sudah klasik dan menjadi pemandangan setiap saat truk berbagai ukuran melaju lambat di tol mulai dari pagi, siang, sore dan malam hari. Kita tidak tahu pasti apakah sebaiknya truk dibiarkan sembarang waktu masa edarnya atau sebaiknya diatur dengan system jam tertentu. Tidak kalah parah adalah antrian pembayaran di pintu tol. Ambil contoh tol Cikampek Jakarta dengan panjang 60 kilometer-an. Dengan debet kendaraan begitu banyak tak terelakan terjadi penumpukan antrian pembayaran. Celakanya cara pembayaran masih berlangsung seperti dulu kala JAMAN MAJAPAHIT yakni tunai dan system kembalian – persis jual beli di pasar. Tidak jarang transaksi tol sebuah truk berlangsung sekian lama sehingga memperlambat antrian. KAPAN YA system membayar tol seperti di Singapura yang cukup dengan sensor dan kendaraan tidak perlu berhenti, MIMPI KALI YE. Usai membayar tol yang gate-nya ada sepuluh atau lebih kendaraan langsung disambut antrian karena jalan menyempit menjadi HANYA 2 lajur. Kebayang tidak dari 10 lajur menjadi 2 lajur dan ini berlangsung SETIAP HARI !! Praktis untuk jarak yang mestinya ditempuh dalam 5 menit sering harus kita jalani 30 sampai 45 menit, kadang LEBIH !!! Diperparah dengan PERILAKU pengendara yang saling serobot dan adu nyali. Meski kita di JALUR YANG BENAR sering harus mengalah karena penyerobot lebih BERANI dan BERNYALI. Jadilah ajang rebutan dan nampak hukum rimba berkuasa di sini. Desain infrastruktur yang tidak disiplin dan hanya membela kepentingan pemilik kapital turut menjadi biang semrawutnya akses transportasi ini. Di jam sibuk SELALU terjadi antrian di Exit tol karena jalan ARTERINYA dipenuhi kendaraan roda dua yang jumlahnya JUTAAN di mbahnyakota ini. Orang tidak mampu beli mobil dan memilih MOTOR karena berbagai kondisi. Daya beli rendah karena tingkat upah rendah bagi mayoritas karyawan. Jadilah keadaan multi dimensi social ekonomi budaya bla bla bla. Tidak jarang pula exit tol langsung disambut perempatan dan lampu merah, LHA IYALAH MACET CET !!

1 comment:

tuhu said...

Yahhh harus bersabar Pak di Jakarta semua emang ruwetttt