Susah diatur atau diatur susah, demikian umumnya profil masyarakat kita. Diatur di sini dalam konteks ketertiban perilaku dan sosial. Paling mencolok lagi-lagi bisa dilihat di jalan-jalan perkotaan. Sepeda motor yang memenuhi jalan mengambil jalur lawan. Kaki lima yang selalu muncul di setiap ruas jalan yang ramai. Mencegat angkutan umum tidak pada tempatnya. Budaya antrian yang belum memasyarakat. Perilaku membuang sampah, kebersihan atau meludah sembarangan. Serta seabreg perilaku dan kebiasaan yang tidak tertib lainnya.
Yang terjadi adalah kesemrawutan dimana-mana. Kesemrawutan juga terjadi tidak hanya di dalam pasar misalnya, diluar pasar - pinggir jalanpun barang dagangan menumpuk dan mendesak jalur kendaraan. Akibatnya kendaraan terhambat, ditambah ngetemnya angkutan umum praktis kemacetan parah sering terjadi di lokasi pasar dan jalan sekitar. Hal ini juga diperparah dengan kondisi trotoar (tempat pejalan kaki) yang umumnya tidak tersedia/minim di berbagai kota berdampak pejalan kaki tidak aman dan jauh dari nyaman.
Bila ditarik kebelakang kenapa umumnya perilaku sosial masyarakat kita serba semrawut, ternyata banyak penyebabnya. Dimulai dari kesenjangan kesempatan kerja yang mengakibatkan banyak warga desa urbanisasi ke kota mencari kerja. Akibatnya kota bakal kewalahan dan overload menampung pendatang maupun warga aslinya. Konon Jakarta malam hari hanya berpenduduk delapan juta, namun siang hari menjadi lebih dari lima belas juta, wahhh bagaimana tidak membludag.
Tidak meratanya distribusi pembangunan fisik dan non fisik baik di pula jawa dan luar jawa, di kota dan di desa, juga menyumbang terkonsentrasinya penduduk di kota besar. Banyak terjadi di daerah selama puluhan tahun tidak bertambah sarana transportasi, infrastruktur dan sarana sosialnya. Pertambahan terutama terjadi di ibukota Negara, ibukota propinsi atau ibukota daerah saja sementara di kota atau daerah pendukung dibiarkan seadanya. Kebijakan pendatapan daerah ditarik ke pusat juga menyumbang ketimpangan kemajuan pembangunan daerah-pusat. Daerah yang memiliki sumber daya alam namun kota yang menikmati hasilnya.
Berbagai kebijakan, keberpihakan dan keputusan tersebut secara tidak langsung berdampak terhadap kehidupan sosial masyarakat. Ibaratnya masyarakat berjuang mencari sesuap nasi saja sedemikian sulitnya kok mesti harus tertib, antri dan teratur. Hal ini secara alamiah bakal sulit terwujud.
Sehingga bagaimana membuat kehidupan di berbagai sudut perkotaan dan pedesaan serba tertib, serba teratur, taat peraturan bukanlah hal yang mudah. Harus ada upaya mendasar, konsisten dan terus menerus bagaimana kehidupan masyarakat semakin tertata rapi, adil dan sejahtera. Bila selama ini upaya pertumbuhan/growth yang menjadi fokus, sudah saatnya distribusi hasil-hasil pembangunan harus menyentuh daerah dan pedesaan. Bila banyak daerah semakin berkembang fasilitas fisik-non fisiknya maka warga daerah setempat tidak perlu lagi mengadu nasib dengan urbanisasi ke kota.
Sentra-sentra ekonomi jangan dipusatkan hanya di kota besar/pelabuhan namun terus terdistribusi ke daerah dan pedalaman. Sangat naïf melihat banyak kerusakan jalan terjadi didaerah dan pedalaman sementara mobilisasi produk harus terus berjalan. Akibatnya terjadi biaya tinggi ekonomi dan menghambat lajunya roda ekonomi daerah. Jalan, terminal, listrik, air bersih dan infrastuktur-lah yang mendesak dibutuhkan perbaikan dan pengembangannya bila berharap distribusi pembangunan tercapai. Bila hal-hal fisik ini tidak segera mendapat perhatian maka tidak mengherankan bila kehidupan sosial kita di kota dan desa saat ini dank e depan bakal terus amburadul dul dull. Selamat siang.
Monday, June 19, 2006
Susah Diatur
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment