Friday, August 04, 2006

Ledhek Kethek

Kalau kita pernah tinggal di daerah umumnya mengenal belaka hiburan murah meriah yakni ledhek kethek ini. Kebetulan ini diambil dari bahasa Belanda, eh maksudnya bahasa jawa yang artinya dalam bahasa Indonesia kira-kira Tarian Monyet. Tentu saja namanya begitu karena yang menari memang seekor monyet kecil dengan tingkahnya yang bikin kita tertawa geli. Kalau di daerah hiburan ini umumnya sudah sangat biasa maka gantian sekarang ledhek kethek goes to city. Beberapa kali saya sering mendapati hiburan ini sudah merambah Jakarta dan tetep dengan gaya dan prosedur yang sama. Dengan iringan musik tradisional maka terdengar neng nong neng nong ditingkahi gerak lucu sang monyet membawa payung, menarik gerobak kecil, mendorong becak maupun mengenakan selendang.

Kadang kita hanya kasihan belaka baik kepada monyet kecil yang menari maupun orang yang mengiringi hiburan monyet. Ketika semua orang sudah bicara tentang internet, computer, handphone maupun berbagai kemajuan teknologi lainnya, ternyata hiburan rakyat ini masih tetap eksis. Eksistensi dari tarian monyet dapat disebabkan oleh beberapa kondisi semacam biaya yang relative murah dimana pemain hiburan ini cukup menanggung biaya makan monyet-nya dan tentunya untuk menafkahi keluarga mereka. Uang yang dikumpulkan ya tentunya berdasarkan kerelaan dari penonton di sekitarnya.

Selain tarian monyet, sering pula lewat hiburan jaran kepang. Hiburan yang awalnya juga berasal dari daerah—barangkali dari jawa timur atau madura? ini umumnya dimainkan oleh sekeluarga besar yang menyertakan bapak, ibu, anak maupun pamannya. Konon hiburan jaran kepang atau kuda lumping ini kadang diselingi dengan makan kaca, gabah atau makanan seram lainnya. Bahkan ada yang bilang tentunya ada mistis di dalamnya karena pemain kuda lumping tidak merasakan sakit meski dicambuk keras dan bahkan dengan enaknya makan yang orang biasa tentu tidak atau sulit mencernanya.

Masih terdapat banyak hiburan murah meriah yang berakar dari masyarakat daerah pada umumnya yang lahir dari kreatifitas maupun budaya setempat. Namun nampak semuanya mulai tertutup oleh hingar bingar kehidupan modern. Di TV beberapa waktu lalu juga dilihatkan bagaimana hiburan cokekan, ludruk maupun tarian lainnya yang menampilkan penari tradisional dengan naik turun bus serta keluar masuk kampong maupun kota. Mereka dengan tabah menjalani kehidupan sebagai penghibur tradisional dan hanya berharap dapat menafkahi keluarganya.

Diharapkan ada perhatian entah dari Pemerintah atau lembaga yang berwenang lainnya agar berbagai hiburan tradisional tersebut jangan sampai punah dan bahkan perlu dikembangkan. Di Jepang misalnya masih dipertahankan berbagai hiburan rakyat atau opera dan bahkan diangkat menuju ke level nasional. Di Eropa juga banyak sekali hiburan klasik, musik maupun konser yang sudah berumur ratusan tahun tetap dipertahankan dan bahkan mencapai gengsi tinggi sehingga pemain hiburannya turut terdongkrak kehidupannya.

No comments: