Thursday, November 30, 2006

Michael Porter

Profesor dari Harvard University ini akhirnya tampil juga ada dalam suatu seminar di Jakarta. Penyelenggaranya adalah sebuah institusi pendidikan dan didukung oleh sebuah bank pemerintah. Kompas hari ini memberitakannya kiranya apa saja petuah dari sang maestro strategic dari Harvard tersebut. Tidak tanggung-tanggung beritanya menempati head lines halaman pertama ! Namun bila kita lihat apa saja yang dinasihatkan sang Profesor semuanya bukanlah hal baru. Tidak harus Porter yang bicara, barangkali cukup seorang dosen ekonomi rasanya tahu belaka hal ini.

Tentunya Porter adalah memang pakarnya strategic dan apa yang dinasihatkan bagi bangsa ini benar belaka. Namun yang lebih penting adalah mindset bangsa ini yang harus mau berubah. Sebagaimana disinyalir Porter bahwa kita harus mengubah pola pikir menuju tingkat persaingan dimana dunia berjalan begitu cepat. Nampaknya kita terlampau lamban, stagnan kalau tidak mau dibilang makin merosot. Alih-alih menambah kapasitas produksi umumnya pengusaha kita bahkan saling mematikan satu sama lain. Alih-alih membuat birokrasi efisien birokrasi kita justru semakin ribet dan bertele-tele. Alih-alih membangun lebih banyak infrastruktur kondisi fisik kita semakin belepotan. Jalan, listrik, air dan sarana pendukung dunia usaha umumnya dalam kondisi rusak parah. Listrik mati hidup, jalanan rusak, supply air tidak konsiten dan seterusnya.

Porter yang nasihatnya digunakan banyak Negara salah satunya Singapura memang diakui sebagai pemikir strategic dunia paling handal. Resepnya sejauh diimplementasikan secara benar tentunya dengan kemauan dan tekad akan dapat mendatangkan hasil menggembirakan, Singapura contohnya. Dan rasanya ini adalah kunjungan kesekian dari sang Profesor ke Indonesia. Melalui bukunya saja kita dapat melihat begitu gamblang strategic yang dirumuskan Porter, apalagi orangnya langsung dating dan bicara di depan muka kita.

Mudah ditebak bahwa kunjungan Porter dan nasihatnya hanya sebatas kuliah guest lecture bagi pengundang dan menjadi head lines news bagi Kompas. Dipastikan tidak akan ada dampaknya sama sekali bagi bangsa ini setelahnya, mudah-mudahan salah. Bukan pesimis namun kita melihat kenyataan waktu demi waktu ya beginilah potret kita. Dalam index daya saing dimana kita terpuruk pada grade 85 dari 125 negara menunjukkan posisi buram kita. Memang dalam banyak wacana kita konon termasuk negara dengan middle income, sementara masih banyak negara lainnya dengan low income, nggak jelek-jelek amat dong. Benar namun mestinya kita bisa jauh meningkat lagi, ini yang kita prihatinkan.

Benang merahnya adalah bahwa tidak cukup seorang Porter yang ngomong, atau bahkan kemarin ada George W Bush atau siapapun, bahwa semuanya berpulang pada niat dan kemauan kita sendiri. Tidakkah kita ingin berubah dan menjadi Negara ideal yang maju dan sejahtera. Jadi kita ngundang Porter tidak untuk mendengar nasihatnya atas nasib Negara yang lelah nan impotent ini, namun lebih bagaimana daya saing kita katakanlah masuk 10 besar dunia? Wah drastic? Ya sudah 50 besar cukup dah, ini juga harus dibuktikan toh.

Porter-pun bukanlah dewa atau malaikat yang tahu pasti sebab dan masalah yang kita hadapi. Meski ada nasihatnya bahwa kita juga harus mengubah perilaku dan mental kita selama ini. Atau barangkali yang ingin dikatakan adalah bahwa moral kitalah yang sebenarnya mesti diperbaiki. Benarkah bahwa kita menghadapi masalah moral yang serius. Bisa jadi itulah yang diendus okeh sang pakar strategic Harvard.

Akhirnya, memang terlampau banyak hal yang mesti kita benahi. Tidak kurang dari Porter-pun meresepkan seabreg petuahnya. Tinggal kita, pengin berubah atau terus seperti ini. Porter sudah mengingatkan jauh-jauh hari.

No comments: