Friday, March 17, 2006

ANGGREK

Berangkat ke kantor pagi-pagi di sebuah radio terjadi diskusi mengenai bunga anggrek. Dikatakan bahwa kita mestinya bersyukur karena dari sekian ragam anggrek dunia, kita memiliki sepertiganya. Bayangkan sepertiga jenis anggrek ada di negara kita, sejak dahulu kala. Artinya tidak ternilai sumber daya yang kita miliki berupa bunga anggrek ini.

Kita tentunya tidak asing dengan bunga yang satu ini. Bunganya berwarna-warni, bisa ditanam pada pot kering dan yang jelas harganya mahal. Hanya, kok rasanya tidak optimal ya pengembangannya. Dijelaskan bahwa meskipun mengantongi kekayaan alam berupa bunga anggrek dalam jumlah besar, namun pengelolaan masih mengandalkan teknologi dari luar negeri. Kira-kira kenapa yaa, bukankah sejak dulu kita terkenal sebagai negara dengan keahlian pertanian, kok mengelola bunga anggrek saja mesti dari luar.

Bila dihubungkan dengan kondisi keuangan negara pada APBN yang konon defisit dan harus menaikkan harga bbm, maupun harga-harga lainnya, kok tidak coba menggali sumber daya yang sudah ada seperti bunga anggrek ini. Apakah karena kebanyakn masyarakat kita tidak tertarik bunga, rasanya bukan. Apakah karena kurang menjanjikan, ini juga tidak, konon Belanda saja yang kesohor dengan bunga tulip, selalu mengekspor produk kebanggaanya tersebut yang bernilai jutaan golden. Sedangkan kita, jarang mendengar sektor pertanian, utamanya bunga anggrek diekspor besar-besaran.

Bahkan konon lagi, banyak ahli pertanian kita bergelar doctor yang dibajak Thailand atau Malaysia, karena di negara kita kurang mendapatkan penghargaan yang layak. Tidak mengherankan bila Thailand bisa menggeliat dengan berbagai produk hasil pertanian. Di kebanyakan Mall banyak terpampang beras produk Thailand. Hal ini menunjukkan bahwa bila suatu komoditas diperhatikan dan dikembangkan secara sungguh-sungguh akan dapat menjadi produk ekpor unggulan.

Bunga anggrek yang indah, mahal nan abadi menunggu uluran tangan kita semua untuk lebih diperhatikan dan dikembangkan agar dapat berkontribusi pada sector ekspor maupun sektor local. Janganlah tumbuhan yang cantik ini justru perlahan terbengkelai dan berkurang atau punah dari bumi pertiwi.

Ketimbang banyak pengusaha pusing delapan keliling memikirkan produk apa yang bisa bersaing di pasar global kenapa tidak mendaya gunakan bunga anggrek ini. Setelah berbagai industri local kita kalah telak dari serbuan produk import kenapa kita tidak mencoba menggunakan comparative advantage dari anggrek .

Sumber daya jelas kita terbesar, lahan apalagi, pengin berapa luas bisa, Teknologi pertanian semestinya kita mampu dan bisa mengembangkan. Yang rasanya kurang atau bahkan tidak ada adalah entrepreneur-nya. Apakah dalam perhitungan bisnis kurang menjanjikan bertanam anggrek, ataukah banyak hambatan pada jalur distribusinya, jalur birokrasinya maupun biaya tinggi? Nah peran pemerintah dibutuhkan di sini.

Janganlah kita selalu menjadi negara yang maunya mudah, semacam tebang kayu dan dijual gelondongan atau tebang rotan diekspor berton-ton, kesemuanya jelas tidak ada nilai tambahnya sama sekali. Justru Jepang atau China yang akan mengubah kayu balok dan rotan menjadi barang rumah tangga berharga mahal. Kemaslah anggrek seapik mungkin dan tawarkan ke seluruh penjuru dunia, niscaya akan menjadi salah satu produk yang sangat produktif.
Read More ..

Wednesday, March 01, 2006

Papua

Sudah beberapa hari terakhir di plaza 89 jalan kuningan Jakarta berlangsung demo warga papua yang berdomisili di Jakarta, berikut para mahasiswa asal papua. Demo mereka adalah bentuk menyuarakan keadilan akan distribusi sumber kekayaan alam yang mereka miliki, namun belum optimal mereka nikmati. Banyak dari kita tahu belaka sebuah perusahaan yakni Freeport yang bertahun-tahun melakukan penambangan emas, tembaga atau tambang lainnya di Papua. Memang ada bagi hasil dalam penambangan tersebut dimana hasil tambang dibagi antara Freeport, negara dan juga rakyat Papua dimana tambang itu ada. Hanya persentase-nya barangkali banyak orang awam yang tidak tahu, atau kalaupun pernah dengar bisa merasa kurang paham atas bobot distribusi hasilnya. Konon negara kita hanya dapat 10%, lantas rakyat Papua dapat 1% dan sisanya adalah Freeport, atau bila porsi ini benar artinya 89% buat Freeport- sang investor, suatu bobot yang sulit dipahami. Sebagai pemilik tanah, yang tentunya juga pemilik tambang, total negara dan rakyat Papua hanya menikmati 11% saja, dan memang Freeport adalah investor dan penambang, namun apakah porsi sebesar itu sudah selayaknya atau bagaimana.

Ada juga kasus minyak di blok Cepu yang bertahun-tahun digarap oleh perusahaan asing yakni Exxon. Tentunya lagi-lagi bagi hasilnya, kita sebagai pemilik tanah dan minyak mendapat porsi lebih kecil. Serta masih banyak sumber daya alam lainnya yang kita miliki namun pengelolaannya nampak kurang optimal bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat banyak, terbukti dengan semakin banyaknya rakyat miskin, kelaparan, pengangguran, tidak mampu berobat manakala sakit dan berbagai ketidakberdayaan rakyat banyak. Sungguh ironis bila kembali melihat begitu banyak kekayaan alam yang kita miliki. Sebut saja hutan, gas alam, berbagai hasil tambang, hasil laut dan seabreg sumber lainnya.

Tentunya bila pengelolaan semua sumber daya alam tadi tepat dan berorientasi pada kemakmuran rakyat, tidaklah sulit membuat masyarakat kita hidup makmur, sejahtera serta gemah ripah loh jinawi – begitu slogan dari nenek moyang kita dulu. Namun mengapa dengan besarnya kekayaan alam tadi, keadaan masyarakat kita justru semakin terpuruk dan belum juga meningkat kemakmurannya. Tentunya ada something wrong dan something missing di sini.

Kira-kira something wrong-nya apakah? Tentulah banyak penyebabnya, bisa karena pengelolaannya, transparansinya, sistemnya, niatnya, kejujurannya, komitmennya, integritasnya, nasionalisme-nya dan sebab-sebab lainnya. Ibaratnya sebuah perusahaan, kita hampir dikatakan memiliki segalanya, ya sumber daya alam, sumber daya manusia, teknologinya (meski ada juga ketinggalannya), sistemnya serta prasyarat lainnya. Sehingga tinggal dibutuhkan pengelolaan yang benar, dus hasilnya akan sangat hebat dan luar biasa, sebuah masyarakat adil dan makmur sebagaimana impian kita semua bertahun-tahun.

Papua, sebuah propinsi bagian utuh dari negara kita, berlokasi diujung timur sana, namun tetap mereka saudara kita semua. Janganlah keluguan dan kepolosan mereka kita eksploitasi. Janganlah mereka kita sia-siakan dan kita anggap saudara tiri. Mereka justru haruslah mendapatkan prioritas agar bisa seperti saudara lainnya yang sudah lebih maju. Janganlah ibu pertiwi kita yang menaungi segenap nusantara, kita kecewakan untuk kesekian kalinya. Janganlah pengalaman pahit kita yang dijajah ratusan tahun, akan terus dirasakan oleh saudara-saudara kita dengan penderitaan lainnya.

Dus, benahi pengelolaan sumber daya alam kita. Hapuskan segala bentuk penyimpangan dan pengambilan keuntungan pribadi. Bila kita anggap hari ini segalanya terlambat, maka tetap berlaku it is better late than never, jadi mulailah semuanya dikoreksi dan dikembalikan arah tujuan kapal nusantara kita ini.
Read More ..