Berangkat ke kantor pagi-pagi di sebuah radio terjadi diskusi mengenai bunga anggrek. Dikatakan bahwa kita mestinya bersyukur karena dari sekian ragam anggrek dunia, kita memiliki sepertiganya. Bayangkan sepertiga jenis anggrek ada di negara kita, sejak dahulu kala. Artinya tidak ternilai sumber daya yang kita miliki berupa bunga anggrek ini.
Kita tentunya tidak asing dengan bunga yang satu ini. Bunganya berwarna-warni, bisa ditanam pada pot kering dan yang jelas harganya mahal. Hanya, kok rasanya tidak optimal ya pengembangannya. Dijelaskan bahwa meskipun mengantongi kekayaan alam berupa bunga anggrek dalam jumlah besar, namun pengelolaan masih mengandalkan teknologi dari luar negeri. Kira-kira kenapa yaa, bukankah sejak dulu kita terkenal sebagai negara dengan keahlian pertanian, kok mengelola bunga anggrek saja mesti dari luar.
Bila dihubungkan dengan kondisi keuangan negara pada APBN yang konon defisit dan harus menaikkan harga bbm, maupun harga-harga lainnya, kok tidak coba menggali sumber daya yang sudah ada seperti bunga anggrek ini. Apakah karena kebanyakn masyarakat kita tidak tertarik bunga, rasanya bukan. Apakah karena kurang menjanjikan, ini juga tidak, konon Belanda saja yang kesohor dengan bunga tulip, selalu mengekspor produk kebanggaanya tersebut yang bernilai jutaan golden. Sedangkan kita, jarang mendengar sektor pertanian, utamanya bunga anggrek diekspor besar-besaran.
Bahkan konon lagi, banyak ahli pertanian kita bergelar doctor yang dibajak Thailand atau Malaysia, karena di negara kita kurang mendapatkan penghargaan yang layak. Tidak mengherankan bila Thailand bisa menggeliat dengan berbagai produk hasil pertanian. Di kebanyakan Mall banyak terpampang beras produk Thailand. Hal ini menunjukkan bahwa bila suatu komoditas diperhatikan dan dikembangkan secara sungguh-sungguh akan dapat menjadi produk ekpor unggulan.
Bunga anggrek yang indah, mahal nan abadi menunggu uluran tangan kita semua untuk lebih diperhatikan dan dikembangkan agar dapat berkontribusi pada sector ekspor maupun sektor local. Janganlah tumbuhan yang cantik ini justru perlahan terbengkelai dan berkurang atau punah dari bumi pertiwi.
Ketimbang banyak pengusaha pusing delapan keliling memikirkan produk apa yang bisa bersaing di pasar global kenapa tidak mendaya gunakan bunga anggrek ini. Setelah berbagai industri local kita kalah telak dari serbuan produk import kenapa kita tidak mencoba menggunakan comparative advantage dari anggrek .
Sumber daya jelas kita terbesar, lahan apalagi, pengin berapa luas bisa, Teknologi pertanian semestinya kita mampu dan bisa mengembangkan. Yang rasanya kurang atau bahkan tidak ada adalah entrepreneur-nya. Apakah dalam perhitungan bisnis kurang menjanjikan bertanam anggrek, ataukah banyak hambatan pada jalur distribusinya, jalur birokrasinya maupun biaya tinggi? Nah peran pemerintah dibutuhkan di sini.
Janganlah kita selalu menjadi negara yang maunya mudah, semacam tebang kayu dan dijual gelondongan atau tebang rotan diekspor berton-ton, kesemuanya jelas tidak ada nilai tambahnya sama sekali. Justru Jepang atau China yang akan mengubah kayu balok dan rotan menjadi barang rumah tangga berharga mahal. Kemaslah anggrek seapik mungkin dan tawarkan ke seluruh penjuru dunia, niscaya akan menjadi salah satu produk yang sangat produktif.