Friday, February 23, 2007

Sembrono

Pagi ini kebetulan datang pagi dan kita sempatkan mengetik kejadian apa hari ini. Yang jelas kondisi jalanan sekarang makin ramai dan jumlah kendaraan makin banyak. Sebagai gambaran bila dua tahun lalu bila kita berangkat pagi sekali sehabis Subuh maka jarak 32 kilometer dapat ditempuh dalam waktu 40 menit. Kenapa sangat cepat, karena jalanan masih lengang dan lancar. Bukan karena jumlah kendaraan masih sedikit namun jarang sekali orang kerja rela berangkat pagi. Mending berangkat jam 7 atau 8 pagi meski tahu belaka itu adalah jam tersibuk dan termacet orang berangkat kerja. Pagi ini waktu tempuh melorot menjadi 60 menit, hmm waktu dua tahun kita menjadi makin lambat 20 menit untuk jarak yang sama.

Di lampu merah membeli koran pos kota dimana penjaja koran dan minuman sepagi apapun kita di jalan mereka sudah di perempatan, hmm dimana tidurnya ya. Salah satu headlines adalah masih seputar beruntunnya bencana tanah air. Kali ini sebuah truk terbakar ketika berada di atas kapal. Akibatnya kapalpun ikut terbakar dan ada 16 meninggal dan 40 hilang. Sungguh suatu peristiwa yang mestinya tidak seharusnya terjadi. Kenapa sebuah kendaraan truk bisa terbakar, jelas ini bukan karena desain truknya atau apa, namun lebih karena kelalaian manusia.

Sembrono itulah yang acap kali menjadikan kita geleng kepala. Sering di jalan tol kemacetan luar biasa parah dan bermenit atau berjam-jam kendaraan merayap, dan sejauh yang saya alami kadang masalah sepele, truk mogok di tengah jalan. Bayangkan, hanya karena factor kelalaian manusia yang tidak merawat truknya dengan baik, lantas mogok, dan dampaknya harus dipikul ratusan orang lain.

Coba susuri jalanan di tengah kota Jakarta, betapa banyak gerobak penjual makanan, lapak-lapak yang menyita badan jalan dan berbagai “aktifitas bisnis” kaki lima. Semuanya akan terpaksa membuat orang lain repot. Pejalan kaki harus turun ke jalan dan berbahaya terserempet kendaraan, antrian macet kendaraan makin parah dan semrawut. Kesembronoan pedagang kaki lima dan juga tentunya oknum pemda adalah factor utama penyebabnya.

Jadi nampaknya sifat sembrono dan lalai sangat berpotensi – atau sudah menjadi budaya dan kultur kita. Mulanya adalah lingkungan kehidupan kota yang makin keras, banyaknya pengangguran, semrawutnya pengelolaan tata ruang beserta kegiatannya, makin egoisnya setiap orang, watak menjadi apatis dan semau gue yang ujungnya perilaku menjadi cuek, asal gue duluan yang sekaligus pada akhirnya tercermin pada perilaku sembrono tadi.

Jadi asalnya ini bukan sifat dominan kita namun lebih karena lingungan dan kondisi sekitar kita sehari-hari. Masalahnya lagi perilaku ini nampaknya bakal tidak mudah berkurang atau hilang manakala tatanan kehidupan kita masih seperti sekarang.

Hal yang akan erat kaitannya dengan perilaku sembrono dan cuek adalah biaya social yang akan semakin tinggi. Kembali pada contoh perilaku kendaraan truk, trailer dan kendaraan berat lainnya yang tidak diatur jam edarnya mengakibatkan entah pagi, siang atau malam memacetkan jalan tol karena lajunya yang lamban, ukurannya yang besar memenuhi jalan. Berapa biaya social yang harus kita tanggung atas waktu, tingkat stress dan tenaga karena kemacetan. Tidak terelakan adalah timbulnya biaya ekonomi sekaligus. Coba berapa ratus liter bensin dibakar percuma setiap jam karena antrian tadi, dan berapa tinggi dampak emosional pengendara.

Kembalikanlah semuanya pada jalurnya, just put it back on the track. Kembalikan jalanku, kembalikan trotoarku, tamanku, ruang hijauku dan juga kenyamanan hidupku, demikian teriakan kesal kita. Bisa kita mulai dari diri sendiri dan tentunya himbauan pada pemegang kuasa dan wewenang atas kota ini, atas jalan ini atau atas tanah ini. Masih adakah sedikit asa dan peduli??

No comments: