Wednesday, June 20, 2007

Hmm Funny,



Suatu malam pulang kerja, capek dan bete, rute harian dilalui tanpa makna yang berarti, he he. Sampai akhirnya masuk tol kuningan dan sambil ngantre lihat mobil depan kaca belakangnya ada sticker bertuliskan “ Just follow me, I have GPS inside” ha ha ha lucu sekali. Sejak kapan Jakarta mengenal GPS mobil. Memang ada beberapa antenna dipasang di satu dua lampu merah namun masih sebatas kepentingan media belaka dan dilaporkan sehari sekali dua kali atau kadang tidak sama sekali. Yang lucu banyak mobil built up yang didalamnya terpasang perangkat GPS, malah ada yang tulisannya kanji segala, namun semuanya tidak bisa difungsikan karena hardware dan infrastrukturnya belum ada.

Itulah kita, atau tepatnya Jakarta yang konon kota megapolitan namun dengan fasilitas seadanya. Ibukota Negara dengan service level barangkali setara kota kecil di Negara lainnya. Baru saja tadi saya melakukan kunjungan ke Tanjung Barat dan hujan deras turun sekitar satu jam. Hebatnya lagi semua jalan langsung tergenang air dan terjadi kemacetan dimana-mana, khas Jakarta. Itulah Jakarta, ibukota dengan drainase amburadul dan rentan banjir. Hujan sedikit jalanan tergenang dan mobilnya merayap kayak prangko, ehh kayak semut,,, Lain kali ada kunjungan tamu penting dari luar negeri. Sang penyambut awalnya dengan bangga menyambut kedatangan sang tamu. Dengan mobil mewahnya dipersilakan tamu masuk kendaraan dan wuss mobil meluncur mulus meninggalkan bandara. Eeee baru belasan menit dari bandara terlihat sepanjang jalan rumah kumuh nan semrawut. Apa mau dikata, tanpa daya rasa malu-pun menjadi hidangan sang tamu. Itulah Jakarta, ibukota dengan sekian banyak rumah liar, semrawut, kaki lima, kopaja, bajaj dan segala hal yang nampaknya kurang pas untuk megapolitan berlabel ibukota Negara besar. Yang lebih konyol dan seringkali penulis kemukakan adalah kurangnya taman kota, ruang public, trotoar buat pejalan kaki dan tumplek bleknya satu jalan sekaligus buat pejalan kaki, gerobag, metromini, motor, mobil pribadi, bus dan semua sarana transportasi. Sungguh suatu keadaan yang begitu semrawut, melelahkan dan tentunya memprihatinkan. Begitu ironis untuk pengelolaan sebuah ibukota Negara. Sementara kota lainnya sudah menikmati subway, mass rapid transport nyaman nan cepat, perlombaan membangun sarana umum, taman kota, ruang public, memanjakan pejalan kaki, drainase canggih, kebersihan dan berbagai fasilitas yang mengutamakan kepentingan umum, Jakarta bagaikan bapak tua yang makin rapuh, jelek, kotor, perlahan lumpuh dan tinggal menunggu waktu untuk ambruk. Maaf ya, bukannya asal ngomong namun kalau sekiranya hal ini tidak tepat tolong bisa dibantah apakah keadaan yang digambarkan memang mengada-ada atau apa adanya. Toh apa pula untungnya berpendapat pedas kecuali memang keadaan seperti itu. Boleh dong beda, iya nggak. Barangkali ada pendapat lain yang selalu optimis, mengatakan kita harus bangga-lah, kita masih mendinglah, jangan hanya bisa omong tapi nggak bisa berbuat dan seterusnya. Semuanya bebas dan sah saja yaa, termasuk komentar dan pendapat tentang Jakarta sebagaimana gambaran di atas.

No comments: