Beberapa hari ini telah terjadi dua peristiwa di sekitar kita. Yang pertama adalah sekian puluh kaki lima yang jualan di sekitar kantor ditertibkan oleh polisi pamong praja pemda Jakarta. Alasanya karena kaki lima itu berjualan di area pejalan kaki alias trotoar. Secara hukum memang benar belaka bahwa jalur trotoar bukanlah peruntukan jualan. Namun pedagang kaki limapun merasa sudah mengeluarkan banyak biaya untuk bisa membuka warungnya.
Yang kedua peristiwa pembongkaran kawasan rawasari yang menurut gubernur Jakarta akan digunakan untuk lahan hijau. Dalam media elektronik ditampilkan bagaimana pendirian dan argument dari masyarakat rawasari. Namun pembongkaran tetaplah dilakukan. Bahkan saat bongkaran terjadi kebakaran yang berasal dari salah satu rumah di sana. Koran pagi ini memberitakan pedagang keramik mengobral keramiknya setengah harga. Pedagang tersebut menjual di halaman terbuka karena rumah dan tokonya sudah mulai dibongkar.
Ada pertanyaan mendasar dan sederhana yakni kenapa pada awalnya dibiarkan atau diijinkan bila sekarang harus dibongkar. Terlampau banyak peristiwa yang harus ditanggung rakyat bila berhadapan dengan suatu kepentingan. Atas nama masyarakat luas pula kepentingan dilaksanakan dengan kadang mengabaikan masyarakat lainnya.
Blueprint tata kota barangkali harus kembali menjadi acuan. Sudah terlampau menyimpang ibukota ini jauh dari tata kota yang seharusnya. Seorang pakar mengatakan, dengan cara apapun tata kota Jakarta sudah tidak bisa ditolong. Penyimpangan tata kota lah yang menyebabkan datangnya bencana bertubi-tubi seperti banjir yang selalu hadir setiap datang hujan.
Pakar lain mengusulkan dipindahnya ibukota ke Kalimantan atau tempat lain misalnya. Biarlah Jakarta menjadi pusat bisnis sementara pusat pemerintahaan diwilayah lainnya. Itulah carut marut dan lingkaran setan seputar tata kota. Kegiatan bongkar membongkar akan dapat jauh diminimalkan bila semua pihak disiplin akan aturan dan tata kota.
Okelah sekarang apalagi. Pemerintahan sudah merupakan hasil pemilihan langsung oleh rakyat, sebuah unjuk demokrasi yang dipuji banyak Negara maju. Banyak orang pintar ditarik masuk ke kabinet. Banyak pakar dan akademisi di berbagai perguruan tinggi bebas menyampaikan pemikirannya, demi bangsa ini.
Kemauan itulah kata kuncinya. Semua pihak mestinya memiliki niat, kemauan dan harus dijalankan. Jangan ada lagi kompromi terhadap suatu pembangunan fisik yang menyalahi aturan tata kota. Titik dan tanpa kompromi. Siapa melanggar harus dihukum.
Yang terpenting juga, lakukan disiplin ini saat ini dan jangan menunggu terlambat, meski memang sudah sangat terlambat. Lakukan sekarang, disiplin, komitmen, dan konsisten tanpa terkecuali. Bisakah??
Wednesday, February 13, 2008
Bongkar
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment