Saat ini kita sudah sampai tahap kebingungan memilih produk telekomunikasi. Bila pada awal tahun 1990-an sambungan telepon ibarat barang mewah yang untuk mendapatkannya begitu susah, maka hari ini sambungan telepon semudah membeli pisang goreng. Bahkan dalam satu mall lebih banyak gerai telepon ketimbang penjual pisang goreng.
Booming telepon salah satunya karena deregulasi pemerintah yang mencabut monopoli duo Telkom dan Indosat. Maka masuklah beberapa pemain swasta ke dalam bisnis infrastruktur tersebut. Hari ini setiap orang sibuk nmenenteng telepon baik untuk kebutuhan bicara maupun sekedar mengirim pesan singkat. Parahnya lagi telepon hanya sekedar media ngobrol yang tidak jelas tujuannya. Ada juga yang wah dengan perangkat multimedianya meskipun barang ini pada dasarnya belum merupakan kebutuhan pokok bagi pengguna.
Semakin banyaknya operator telepon di tanah air memang sedikit banyak bakal menguntungkan konsumen dengan beragam pilihan produk dengan ragam harga. Perang harga sudah menjadi jor-joran operator telekomunikasi satu dua tahun ini. Banyak yang menawarkan tarif murah namun dengan syarat dan kondisi tertentu yang sering membingungkan konsumen. Maka terjadilah kesemrawutan informasi dan promosi dari sekian bayak operator tersebut.
Pada dasarnya operator telco juga bukan sembarang pengusaha, karena banyak modal asing dibelakangnya. Bisnis telco adalah bisnis modal dan investasi mahal meskipun strategis. Barang siapa bukan pemodal atau investor besar mustahil dapat masuk ke bisnis ini. Saking menggiurkannya bisnis ini maka banyak investor dari berbagai negara seperti Singapura, Malaysia, dan Timur Tengah yang ikut bermain.
Salah satu aspek bisnis telco adalah skala ekonomi. Dengan sedemikian besarnya modal dan investasi yang dibutuhkan untuk menggelar jaringan telco dan semakin jenuhnya pasar maka apakah bisnis telco masih berpotensi menyumbang profit yang diharapkan patut mendapat perhatian. Namun bila melihat laporan keuangan perusahaan telco yang muncul di public nampak bahwa pada dasarnya skala ekonomi masih terpenuhi.
Berikutnya pasar dari produk telco ini. Konon angka jumlah pelanggan sudah menyentuh 100 juta dari jumlah penduduk nasional katakanlah 220 juta orang. Tentunya tidak semua penduduk membutuhkan telepon ini sehingga penetrasi sebesar 100 juta yang hampir setara dengan 50% dari penduduk nasional bukanlah cerminan dari jumlah penduduknya. Katakanlah hanya 30 atau 40 penduduk yang gonta ganti nomor telepon. Angka inipun masih relatif rendah bila dilihat penetrasi dan densitas kepemilikan sambungan telepon di negara lain dimana ada yang mencapai 90% atau bahkan lebih dari 100% seperti di Hongkong. Jadi nampaknya pasar masih terbuka luas untuk terus melakukan ekspansi bisnis telco.
Perlu dicatat, edukasi masyarakat pengguna telepon kadang dilupakan oleh operator. Alih-alih memberikan edukasi para operator malah secara semrawut mencekoki pasar dengan berbagai promo yang kadang menyesatkan. Yang jelas hangat saat ini adalah tentang tarif, baik untuk tarif voice maupun sms. Sudah menjadi kebiasaan masyarakat kita yang terbuai dengan hal baru atau nampak baru maka bahkan masyarakat dapat terjebak konsumtif bila tidak berhati-hati. Tidak jarang satu orang memegang tiga atau empat nomor telepon sekaligus. Katakanlah memang nomor prabayar namun harga perdana itu sendiri kan sudah merupakan biaya. Tanpa sadar masyarakat dapat terjebak dalam permainan operator telco.
Cobalah hitung berapa pengeluaran satu rumah tangga yang terdiri dari suami, istri dan dua anak baru gede. Bila keempatnya memegang nomor dan bahkan lebih dari satu nomor maka belanja untuk harga perdana sudah berapa besar. Ditambah pengeluaran setiap bulannya. Tanpa disadari pengeluaran untuk produk yang disebut telepon ini menjadi salah satu yang terbesar diantara konsumsi rumah tangga.
Sehingga masyarakat harus cerdas dan pintar memilih produk telepon yang sesuai dengan kebutuhannya. Janganlah hanyut oleh serangan promosi yang gencar ditawarkan operator semata. Masih banyak operator yang melakukan cheating dalam promonya.
Friday, May 16, 2008
Produk Telepon
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 comment:
Jangan tergiur promosi, teleponlah sesuai kebutuhan.
Post a Comment