Thursday, May 22, 2008

SMS ESIA 1 RUPIAH

Operator telepon memasuki puncak perang harga. Price War ini bakal terus berlangsung seiring dengan penetrasi pasar telepon yang masih terbuka lebar. Bahkan tidak henti-hentinya operator saling melempar produk yang diklaim murah dan kompetitif. Tidak ada fenomena unik perang harga seperti yang terjadi pada industri telekomunikasi. Bahkan ada sebuah operator yang bertahun-tahun tidur, belum kunjung komersialisasi dan terus sibuk menyiapkan infrastrukturnya, setelah merger dengan investor asing-pun segera go komersial dan meramaikan pasar.

Persaingan klasik antara kubu GSM dan CDMA terus berlangsung dan semakin sengit. Pada awalnya produk telepon hanya meliputi produk voice dan message. Mayoritas orang mengenal telepon kalau tidak untuk bicara ya mengirim pesan singkat, atau SMS. Inilah dua produk dasar telco pada awalnya. Seiring dengan perkembangan teknologi maka muncullah layanan berbasis 3G. Ada juga produk derivatif lainnya semacam Ring Back Tone (RBT). Namun industri masih mengandalkan layanan suara dan SMS sebagai tumpuan revenue-nya. Hal ini pula yang memberi kesan bahwa produk multimedia ala 3G nampak tidak terlampau sukses, mungkin karena tidak banyak yang membutuhkannya saat ini.

Price sensitif, demikian umumnya karakter pasar yang ada. Karena jargon perang harga dengan terkadang tarif promo-nya maka pasar terombang-ambing kesana kemari berburu tarif murah. Salah satu operator yang dianggap cukup kreatif dan inovatif adalah operator dari grup Bakrie yakni PT Bakrie Telecom. Beberapa hari lalu operator yang terkenal dengan produk Esia ini meluncurkan terobosan tarif SMS sebesar 1 rupiah per karakter. 1 rupiah per karakter ini hebatnya dikenakan untuk pengiriman SMS ke semua nomor baik GSM maupun CDMA. Hebatnya Esia ngeklaim bahwa tarif SMS 1 rupiah per karakter bukanlah tarif Promo sebagaimana banyak operator gembar gemborkan, namun benar merupakan tarif reguler

Yang jelas kembali konsumen dimanjakan dengan tarif yang murah dan terpenting adil, demikian klaim dari Esia. Cukup bayar yang anda pakai, adalah slogan Esia dalam promo tarif revolusioner SMS ini. Sebelumnya Esia juga melakukan edukasi tentang talktime sebagai ganti pemahaman masyarakat tentang pulsa. Ketika ditanya pulsa itu apa, umumnya orang bingung. Nah pada kondisi ini-lah Esia mencoba menyosialisasikan campaign talktime-nya.

Tentunya berbagai terobosan dan inovasi produk yang menguntungkan pasar dan konsumen luas patut ditunggu alih-alih hanya berkutat dengan tarif promo yang terkesan melakukan cheating atau jebakan. Harapan konsumen tentunya bukan sekedar tarif yang murah namun kualitas dan nilai tambah berkomunikasi haruslah diperhatikan oleh industri. Nampaknya hanya operator yang cerdas dan inovatif namun tetap memperhatikan layanan dan kualitas jaringan yang bakal mendapat empati dari konsumen. Konon dari sekitar sepuluh operator telekomunikasi yang sekarang beroperasi bakal hanya ada empat atau lima yang survive. Kemana lainnya, barangkali melakukan merger agar dapat bertahan. Itulah bisnis, akan sampai titik dimana hukum pasar menentukan segalanya. Tentunya sah-sah saja saling bersaing sejauh fair dan sehat. Persaingan yang tidak jujur hanya akan memperburuk iklim usaha dan akhirnya masyarakat luas yang bakal dirugikan.
Read More ..

Friday, May 16, 2008

Produk Telepon

Saat ini kita sudah sampai tahap kebingungan memilih produk telekomunikasi. Bila pada awal tahun 1990-an sambungan telepon ibarat barang mewah yang untuk mendapatkannya begitu susah, maka hari ini sambungan telepon semudah membeli pisang goreng. Bahkan dalam satu mall lebih banyak gerai telepon ketimbang penjual pisang goreng.

Booming telepon salah satunya karena deregulasi pemerintah yang mencabut monopoli duo Telkom dan Indosat. Maka masuklah beberapa pemain swasta ke dalam bisnis infrastruktur tersebut. Hari ini setiap orang sibuk nmenenteng telepon baik untuk kebutuhan bicara maupun sekedar mengirim pesan singkat. Parahnya lagi telepon hanya sekedar media ngobrol yang tidak jelas tujuannya. Ada juga yang wah dengan perangkat multimedianya meskipun barang ini pada dasarnya belum merupakan kebutuhan pokok bagi pengguna.

Semakin banyaknya operator telepon di tanah air memang sedikit banyak bakal menguntungkan konsumen dengan beragam pilihan produk dengan ragam harga. Perang harga sudah menjadi jor-joran operator telekomunikasi satu dua tahun ini. Banyak yang menawarkan tarif murah namun dengan syarat dan kondisi tertentu yang sering membingungkan konsumen. Maka terjadilah kesemrawutan informasi dan promosi dari sekian bayak operator tersebut.

Pada dasarnya operator telco juga bukan sembarang pengusaha, karena banyak modal asing dibelakangnya. Bisnis telco adalah bisnis modal dan investasi mahal meskipun strategis. Barang siapa bukan pemodal atau investor besar mustahil dapat masuk ke bisnis ini. Saking menggiurkannya bisnis ini maka banyak investor dari berbagai negara seperti Singapura, Malaysia, dan Timur Tengah yang ikut bermain.

Salah satu aspek bisnis telco adalah skala ekonomi. Dengan sedemikian besarnya modal dan investasi yang dibutuhkan untuk menggelar jaringan telco dan semakin jenuhnya pasar maka apakah bisnis telco masih berpotensi menyumbang profit yang diharapkan patut mendapat perhatian. Namun bila melihat laporan keuangan perusahaan telco yang muncul di public nampak bahwa pada dasarnya skala ekonomi masih terpenuhi.

Berikutnya pasar dari produk telco ini. Konon angka jumlah pelanggan sudah menyentuh 100 juta dari jumlah penduduk nasional katakanlah 220 juta orang. Tentunya tidak semua penduduk membutuhkan telepon ini sehingga penetrasi sebesar 100 juta yang hampir setara dengan 50% dari penduduk nasional bukanlah cerminan dari jumlah penduduknya. Katakanlah hanya 30 atau 40 penduduk yang gonta ganti nomor telepon. Angka inipun masih relatif rendah bila dilihat penetrasi dan densitas kepemilikan sambungan telepon di negara lain dimana ada yang mencapai 90% atau bahkan lebih dari 100% seperti di Hongkong. Jadi nampaknya pasar masih terbuka luas untuk terus melakukan ekspansi bisnis telco.

Perlu dicatat, edukasi masyarakat pengguna telepon kadang dilupakan oleh operator. Alih-alih memberikan edukasi para operator malah secara semrawut mencekoki pasar dengan berbagai promo yang kadang menyesatkan. Yang jelas hangat saat ini adalah tentang tarif, baik untuk tarif voice maupun sms. Sudah menjadi kebiasaan masyarakat kita yang terbuai dengan hal baru atau nampak baru maka bahkan masyarakat dapat terjebak konsumtif bila tidak berhati-hati. Tidak jarang satu orang memegang tiga atau empat nomor telepon sekaligus. Katakanlah memang nomor prabayar namun harga perdana itu sendiri kan sudah merupakan biaya. Tanpa sadar masyarakat dapat terjebak dalam permainan operator telco.

Cobalah hitung berapa pengeluaran satu rumah tangga yang terdiri dari suami, istri dan dua anak baru gede. Bila keempatnya memegang nomor dan bahkan lebih dari satu nomor maka belanja untuk harga perdana sudah berapa besar. Ditambah pengeluaran setiap bulannya. Tanpa disadari pengeluaran untuk produk yang disebut telepon ini menjadi salah satu yang terbesar diantara konsumsi rumah tangga.

Sehingga masyarakat harus cerdas dan pintar memilih produk telepon yang sesuai dengan kebutuhannya. Janganlah hanyut oleh serangan promosi yang gencar ditawarkan operator semata. Masih banyak operator yang melakukan cheating dalam promonya.
Read More ..