Wednesday, February 18, 2009

Belalang Goreng, Es Pisang Hijau dan Gembok Kereta


Setelah maghrib kami berdua keluar dari kantor di daerah bangkong. Belum jelas tujuannya pengin kemana, selintas terpikir mencari sekedar roti bakar buat makan malam. Kendaraan diarahkan menuju pleburan dan tembus jalan pahlawan. Sambil berjalan pelan melirik jajaran tenda di sepanjang jalan. Dominasi dagangan adalah tahu gimbal, makanan khas semarang meski ada juga nasi goreng dan pecel. Setelah dua kali memutari akhirnya perlahan kendaraan minggir di depan tenda bertuliskan roti bakar dan susu. Lingak linguk warungnya terlihat sepi dan tidak seorangpun berjaga. Menunggu sebentar barangkali penjualnya sedang pergi. Warung sebelah yang menjual nasi kucing dan aneka gorengan melirik ke kami tanpa mengucapkan sepatah kata. Selang beberapa waktu penjual roti bakar tidak kunjung muncul akhirnya kami putuskan ke warung sebelah. Berbagai makanan tersaji diatas gerobag besar. Sebelah kiri dan kanan digelar tikar sehingga pengunjung bisa lesehan. Ruas depan dijejerkan bangku plastic warna biru bagi yang lebih senang duduk. Terlihat sekelompok anak muda/mahasiswa sambil memelototi laptopnya. Sepasang cowok dan cewek terlihat mesra ngobrol di sudut sambil makan camilan.

Tanpa basa basi kami mencomot nasi kucing dan memesan minuman milo hangat. Sebungkus nasi kucing ini hanya berisikan dua sampai tiga sendok saja hingga perlu dua bungkus biar nendang. Terdapat berbagai lauk yang ditulis dibungkusnya. Ada teri, dadar, usus, ampela maupun bandeng. Sambil makan sekilas melihat gorengan warna coklat kehitaman dibungkus plastik. Itu goreng belalang mas , kata pedagang, gurih ko rasanya. Inget di televise pernah ditayangkan serangga jenis belalang atau laron yang digoreng dan dikonsumsi. Iseng dan ingin tahu coba membuka sebungkus. Kres rasanya cukup gurih. Satu bungkus nasi telur dadar tambah lauk goreng belalangpun tandas. Bungkus nasi kedua lauk teri dibuka dan dimakan dengan belalang goring. Sambil mengunyah inget tujuan semula, pengin roti bakar. Disini juga tersedia roti bakar mas, kata penjualnya, seolah bisa membaca pikiran. Boleh deh pesen satu saja yang rasa coklat keju. Usai menyantap nasi, tahu isi, goreng belalang, roti dan milo hangat kami berdua kembali ke kantor. Eh spontan timbul rasa gatal dimana-mana. Gatal di pipi, jidat, punggung, kaki, semuanya gatal. Tidak lama rasa gatal berubah menjadi bintul. Hmm apakah belalang tadi bikin alergi. Atau ini peringatan jangan makan yang aneh-aneh. Akhirnya sampai di kantor badan dan muka penuh bentolan.

Selasa kemarin kita bertiga pergi ke daerah gunungpati. Dari bangkong ke gunungpati jaraknya lumayan jauh, sekitar 15 kilometer dengan kontur jalan naik turun dirangkai rumah, dan pepohonan di lereng bukit. Di sepanjang jalan bertebaran berbagai penjaja makanan dan minuman. Di daerah menorah terlihat tenda dengan tulisan warna ukuran besar “jual es pisang hijau”. Hmm ini yang kami cari. Terakhir menikmati minuman ini saat buka puasa di daerah pleburan, kampus Undip. Setelah itu kita tidak ketemu lagi dengan pedagang minuman khas makasar ini. Pernah seorang sopir mengantarkan ke warung yang menjual berbagai kolak dan juga makanan. Seingat sopir ada es pisang hijau disana, namun saat tiba ternyata tidak ada. Akhirnya kita hanya minum kolak pisang biasa. Sebenarnya yang dimaksud es pisang hijau ya pisang yang diolah dan dibungkus dengan tepung dengan warna hijau diberi kuah dan es.

Sambil menandai titik tenda yang jual minuman tadi kami melanjutkan ke gunungpati, nanti saja kembalinya baru kita minum, gumam kita. Setelah selesai urusan segera kami kembali menyusuri jalanan tadi. Selepas pom bensin dan toko material mobil dipacu pelan-pelan di pinggir. Tiga orang memelototi kesebelah kanan mencari tenda yang bertuliskan jual es pisang hijau tidak kunjung ketemu. Tadi jelas tendanya ada dipertigaan jalan dan terlihat ada pembeli. Sekarang ajaib hanya berselang satu jam-an tendanya tidak ada. Apakah secepat itu daganganya habis dan tendanya dilipat. Padahal saat itu baru sekitar makan siang, saat tepat untuk minum es. Hmm akhirnya niat menikmati minuman segar itu sirna. Kendaraan dipacu menuju kantor. Menjelang belokan kantor kita masih penasaran dan bilang ke sopir, coba belokkan ke pleburan, siapa tahu gerobag es pisang hijau-nya ada. Setelah beberapa kali belok sampailah di ruas depan kampus dan HAH terlihat gerobag dengan tulisan es pisang hijau. Hmm dapet juga akhirnya pikir kami. Bergegas kami turun dan menghampiri gerobag yang ditunggui seorang ibu paruh baya. Spontan kami pesan es pisang hijau tiga. Wah maaf mas sudah habis, tinggal es buah dan es teller. Yah gagal lagi keluh kami, maksud hati ingin menikmati minuman dingin itu apa daya tidak kesampaian.

Beberapa karyawan keluarganya tinggal di Jakarta. Sudah rutin setiap sabtu minggu terjadi eksodus pulang ke Jakarta. Kalau orang mudik umumnya dari Jakarta ke daerah, nah ini lebih keren lagi yakni dari daerah ke Jakarta, wah. Alkisah beberapa rekan yang rutin naik kereta semarang – Jakarta setiap minggu punya kiat khusus untuk menekan anggaran. Bila naik kereka eksekutif sekali naik tiketnya sekitar 250 ribu maka PP sudah 500 ribu. Bila dalam sebulan tiga atau empat kali mudik, hmm cukup besar juga anggarannya ya. Menyiasati hal ini komunitas pemudik menggunakan cara khusus. Caranya yaitu mengikuti gaya dan trik anggota tentara yang biasa naik kereta. Rupanya mereka tidak naik di gerbong penunmpang, tapi di gerbang belakang, gerbang tempat mekanik, panel dan mesin. Tidak gratis juga namun cukup ekonomis. Dengan membayar 50 sampai 75 ribu kita bisa nyaman duduk di ruang mekanik, malah terlihat ekslusif karena hanya bebera gelintir orang saja. Kadang malah hanya dua atau tiga orang. Sampai malam itu saat perjalanan dari Gambir ke Tawang terjadilah tragedi. Dua penumpang ekslusive yang membayar gocap lewat mekanik duduk manis di gerbang belakang. Setelah lewat pemeriksaan biasanya mekanik akan membantu mencarikan bangku penumpang yang kosong dan mereka bisa pindah.

Karena kecapekan dan keasyikan dua penumpang elit tadi tertidur sampai jam 00 malam saat memasuki Tegal salah seorang pengin pipis. Begitu membuka pintu, wah ternyata dikunci dari luar. Teriakan sekuatnya berulang kali hanya disahuti gemuruh mesin. Walah mana tujuan semakin dekat dan kereta “Sembrani” ini bakal berrlanjut ke Surabaya. Maksud hati ingin berhemat malah terkunci di gerbang. Pintunya coba didorong dan terlihat gemboknya panjang memberi sedikit ruang gerak. Lirik kanan kiri, ada besi besar di pojok gerbang, beruntung ruangan mekanik ini menyimpan cukup senjata keras. Tanpa pikir panjang langsung dihantamkan ke pintu dan gemboknya. Disaat mesin dan roda bergemuruh heboh diatas rel, dua penunmpang VIP tadi gemuruh memukuli pintu dan gemboknya. Gempuran besi ketemu besi dengan suara dang dong dang dong seolah berpacu dengan gemuruh diesel kereta. Celakanya sang mekanik tidak kunjung ke belakang. Rupanya penumpang sengaja dikunci karena uangnya ingin diambil sendiri oleh mekanik tadi, tidak ingin dibagi dengan kru lain. Kunci baru dibuka menjelang tujuan, demikian barangkali pikirnya. Wah kali ini penumpang yang jadi korban. Setelah satu jam bergelut dengan pintu besi nan kokoh akhirnya brakk, jebolah gembok itu. Bayaqngkan gembok kereta segeda tangan akhirnya bobol oleh dua penumpang yang kebelet pipis dan dikejar makin dekatnya stasiun tujuan.

Sebulan sebelumnya sempat terjadi juga tragedy kecil yang menimpa waktu itu lima penumpang kelas presidensiil ini yang ditempatkan oleh mekanik di ruang panel. Tidak boleh gerak, tidak bioleh menyalakn HP biar tidak terlihat pengawas sampai garis aman, wah kayak perang ya. Sampai kelimanya tiba-tiba kelabakan ketika hujan turun dengan derasnya. Ruangan yang sempit dan gelap dengan jendela tidak bisa ditutup banjir karena terjangan hujan deras. Lupa bakal ada pengawas atau tidak maka berhamburanlah kelimanya menuju ruang mesin yang lebih lega. Sambil menggelar tikar diiringi hembusan air yang menerobos celah gerbang kelimanya berbincang cekikikan diserang derasnya hujan.

1 comment:

Anonymous said...

Untuk kasus terkunci dikereta kayanya aga berlebihan tuh Om... :)