Konon mengunjungi Semarang belum lengkap tanpa mampir ke lawang sewu. Kata orang kalau belum mampir dan lihat sebuah bangunan tua berpintu banyak yang terletak di salah satu sudut simpang tugu muda –bernama lawang sewu ini bahkan dianggap belum mengunjungi Semarang. Apakah Semarang hanya identik dengan lawangsewu meski masih banyak benchmark lain di kota loenpia ini seperti kawasan gombel, gereja mbledug, stasiun kereta, simpanglima, loenpia, sego koecing, wingko babat, bandeng presto atau bahkan banjir rob-nya.
Sore itu waktu menunjukan pukul 15.00 WIB ketika serombongan orang datang dan memarkir dua mobil disamping bangunan tua yang memang terlihat angker- wah. Beberapa tukang sibuk bekerja diatap dan ruangan yang terlihat dari luar. Rupanya lawang sewu sedang dipugar dan diperbaiki dibeberapa bagian. Dari pintu sebelah depan tertulis di karton putih kata “MASUK” dan anak panah ke dalam. Seorang ibu setengah baya berkulit gelap, berkaca mata dan perperawakan gemuk bertanya, berapa orang, satu orangnya lima ribu rupiah dan untuk pemandunya dua puluh ribu. Sedikit mengingatkan tarif pemandu tamansari kraton Jogyakarta yang menolak dibayar dua puluh ribu dan mengatakan tarifnya tiga puluh ribu.
Akhirnya masuklah rombongan itu- bertujuh dan dipandu seorang laki-laki muda yang ramah dan lucu. Masuk lawangsewu langsung disambut tangga besar ke lantai dua, ujungnya merupakan jendela kaca besar dengan ornament bergambar sepasang orang dan rangkaian bunga. Tangga ini diapit oleh dua lorong besar yang menuju bagian dalam bangunan di lantai satu. Di dinding terlihat foto-foto jaman belanda yang konon telah berdiri sejak tahun 1900-an sementara fotonya bertuliskan tahun 1940. Tahun itu bangsa Indonesia masih sibuk berjuang melawan penjajah dan baru merdeka lima tahun kemudian, sehingga foto dibuat pada jaman perjuangan.
Bentuk lawang sewu adalah letter U dan berlantai tiga. Rombongan sibuk mengambil foto ke arah gedung seberang maupun lorong berlantai tegel dengan banyak pintu besar di satu sisi dan banyak pilar di sisi luarnya. Pintunya terbuat dari kayu yang kokoh dan umumnya berukuran besar. Seorang anggota rombongan menanyakan apakah pernah dihitung jumlah pintunya sehingga berjuluk pintu seribu. Sang pemandu hanya tersenyum dan menjawab belum pernah menghitung hanya berkilah binatang berkaki seribu toh juga hanya sebutan – kakinya tidak seribu. Konon jumlah kamar/ruang ada seratus dengan rata-rata setiap ruang berpintu enam sampai sepuluh. Bila benar maka akan terdapat pintu sejumlah enam ratus sampai seribu. Keadaan ruangan memang sudah tua, berdinding putih di luar dan coklat di dalam- yang mengelupas dibeberapa bagian, pintunya nampak kusam, beberapa sudah lapuk dimakan usia, sebagian lainnya masih utuh.
Rombongan diajak ke lantai dua dimana terdapat kubah besar dan berlangit tinggi di tengah gedung. Pemandu menjelaskan bahwa bangunan lawang sewu pada awalnya milik kantor PJKA. Pernah ingin dirombak menjadi hotel namun urung entah karena sulitnya perijinan, dilindungi pemerintah sebagai bangunan bersejarah, atau cerita seram yang sering muncul. Konon era Megawati jadi presiden diadakan muktamar partai di Semarang. Mudah ditebak semua hotel utama penuh tamu dan masih banyak partisan yang belum tertampung. Beberapa puluh orang akhirnya nekat bermalam di lawangsewu yang memang berlokasi ditengah kota dan tidak terlalu jauh dari lokasi mukmatar. Entah bagaimana malamnya terjadi insiden, puluhan orang tersebut terlempar keluar. Praktis mereka ketakutan dan langsung terbirit-birit. Cerita lainnya menyebutkan pernah lawangsewu menjadi kantor departemen perhubungan. Konon pegawainya sering diusilin dan dicolak colek oleh makhluk yang tidak tampak. Akhirnya pindahlah pegawai dephub tadi dan jadilah gedung itu kosong kembali.
Meski dibangun tahun 1900-an arsitek gedung terlihat indah dan dalamnya terdapat konstruksi baja yang kokoh. Bila dari luar terlihat beberapa kubah ternyata dalamnya adalah tangki air yang dihubungan selang besar ke berbagai ruangan. Didalam ruangan juga disediakan satu bungker besar dengan atap dan dinding besi yang anti peluru. Konon digunakan tenmpat berlindung manakala terjadi serangan. Yang unik terdapat tangga besi ke atap gedung yang dipatok permanent. Tangga ini tentu saja sedikit mengganggu jalur lewat orang namun kegunaanya memang penting.
Pemandu menjelaskan terdapat ruang bawah tanah yang tembus ke pelabuhan. Lorong bawah tanah ini digunakan untuk melarikan diri bilamana terjadi pertempuran. Di Tamansari Jogya juga terdapat sebuah lorong rahasia yang sekarang sudah ditutup. Konon lorong di tamansari ini digunakan oleh raja bilamana terdapat bahaya mengancam dan raja harus berlindung.
Rombongan urung ke bawah tanah karena gelap meski ada penyewaan senter dan sepatu boot. Di ruang yang menuju bawah tanah ada penjual souvenir lawang sewu dan penjaja makanan. Entah apa rencana pemerintah maupun PJKA dengan bangunan tua bersejarah ini, apakah tetap mempertahankan dan menjadikannya obyek wisata atau berniat merombaknya menjadi gedung / komersial.
Saat rombongan pamit pergi nampak sekelompok remaja bermain bola di halaman tengah gedung yang diteduhi pohon mangga berdaun rindang. Satu dua pengunjung sibuk berfoto ria dengan pose santai. Tersisa dibenak anggota rombongan apakah memang pintunya seribu dan benarkah lorong bawah tanahnya menyambung sampai pelabuhan. Jam telah menunjukan pukul 16.10 WIB.
Friday, February 27, 2009
LAWANG SEWU
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 comment:
aku mending ga mampir deh, takuut
Post a Comment