Setelah wora wiri 6 bulan-an di jalur “tengkorak” pantura hingga kondisi jalanan semakin memburuk minggu kemarin mulai menuai “hasil”-nya yakni ban mengalami benjol dan sobek. Ban Dunlop profil 215/60/16 SP 2000 menghantam banyak lobang batman- lobang yang dalam dan kadang tajam dipinggirnya- dan velg-nya bopeng. Puncaknya kemungkinan saat menghajar lobang jalan beton ruas Pemalang yang saking kerasnya sampai terdengar suara grubaag ! dan tape sempat mati karena hebatnya goncangan. Nampaknya hantaman ini yang membuat velg menjadi bopeng meski sebelumnya sudah tidak terhitung terjedak berserakannya lobang jalanan.
Saat ini jalur Cirebon, losari, brebes, tegal, pemalang, pekalongan, kendal berangsur rusak dihajar hujan dan kendaraan berat setiap harinya. Ruas Cikampek – Cirebon juga mulai terbentuk lobang di sana sini. Manakala hujan dan malam hari, jalanan jelas tidak terlihat sama sekali ditambah pandangan gelap karena kurang penerangan lampu jalan, sehingga benturan lobang makin tak terhindarkan.
Velg dan ban yang masih baru menjadi peyang sebelah dalam dan ban-nya benjol serta sobek dinding luar-nya. Ketimbang beresiko karena menyangkut keselamatan ban terpaksa diganti satu. Dus pada saat harga ban yang mulai mahal. Velg pun butuh biaya perbaikan yang tidak sedikit. Total ganti ban dan velg berkisar satu juta rupiah, sungguh biaya ekstra yang mesti dikeluarkan.
Masih korban jalanan buruk, di turunan roban terlihat kendaraan jenis sedan yang mudguard depan kanannya somplak, patah dan menjengkat ke atas, nampaknya habis menghajar lobang jalan. Rupanya akan semakin banyak kendaraan yang menjadi korban akibat rusaknya jalanan ruas pula Jawa ini.
Bagi yang pengin jalan pantura sebaiknya siang hari agar terlihat dengan jelas kerusakan jalan. Sungguh prihatin dengan kondisi infrastruktur andalan mobilitas perekonomian masyarakat ini. Sementara tindakan pemerintah daerah hanya tambal sulam seadanya dan dikerjakan di musim hujan pula. Sehingga pagi ditambal, siang atau sorenya sudah lepas dan berserakan digilas tronton dan kendaraan berat yang lewat tiada hentinya.
Beberapa kondisi jalan pinggir pantai seperti Losari-Brebes semakin melesak ke dalam tidak kuat menahan beban. Konon beban kendaraan berat yang lewat bisa mencapai 60 ton sementara desain jalan hanya mampu menahan 10 sampai 15 ton saja. Praktis jalan ibarat bubur yang digilas dan aspalnya mleyot ke samping dan profil jalan nampak bagaikan muka monster.
Harus ada niat perbaikan jalan disertai regulasi dan hukuman secara keras, disiplin dan tanpa kompromi jika tidak ingin jalanan setiap kali menjadi rusak, lobang dan mlesek. Sungguh ironi manakala perbaikan yang dilakukan dengan anggaran besar, dibayar dari pajak rakyat hanya bertahan dalam hitungan bulan. Kondisi jalan yang dikelola asal-asalan hanya akan membuat boros anggaran, menyengsarakan pengguna jalan dan menghambat mobilitas ekonomi nasional. Membuat biaya sosial dan ekonomi masyarakat melambung.
Perbaikan jalan secara permanent terutama pantura ini nampaknya harus diambil alih oleh Negara dengan desain dan daya tahan maksimal. Fungsikan pos timbangan tanpa kompromi- jangan seperti sekarang, konon kelebihan tonase hanya diharuskan membayar denda, padahal akibat yang ditimbulkan akan menyengsarakan seluruh pengguna jalan. Tertibkan juga pungli dan restribusi illegal, karena hal ini akan memaksa pelaku bisnis memuat beban barang jauh diatas toleransi menutup overhead cost.
Perbaikan jalan tentunya tidak hanya di Pantura namun bisa jadi di Jakarta – ibukota Negara atau bahkan di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya. Pantura hanyalah sebuah contoh nyata disamping ribuan kilometer jalanan rusak lainnya. Media cetak dan elektronik setiap hari memberitakan kondisi rusaknya jalanan akibat datangnya hujan, beban kendaraan berat maupun struktur jalan kurang maksimal.
Jikalau membangun prasarana jalan yang kasat mata, bisa dihitung dan jelas mendukung roda ekonomi nasional saja tidak mau dan tidak mampu, maka bagaimana harus membangun, mengatur dan mensejahterakan ratusan juta penduduk yang ada di negeri ini. Hal ini patut menjadi perhatian serius dari pemimpin atau calon pemimpin yang saat ini berlomba memasang tampangnya di banner pinggir jalan !!
Saat ini jalur Cirebon, losari, brebes, tegal, pemalang, pekalongan, kendal berangsur rusak dihajar hujan dan kendaraan berat setiap harinya. Ruas Cikampek – Cirebon juga mulai terbentuk lobang di sana sini. Manakala hujan dan malam hari, jalanan jelas tidak terlihat sama sekali ditambah pandangan gelap karena kurang penerangan lampu jalan, sehingga benturan lobang makin tak terhindarkan.
Velg dan ban yang masih baru menjadi peyang sebelah dalam dan ban-nya benjol serta sobek dinding luar-nya. Ketimbang beresiko karena menyangkut keselamatan ban terpaksa diganti satu. Dus pada saat harga ban yang mulai mahal. Velg pun butuh biaya perbaikan yang tidak sedikit. Total ganti ban dan velg berkisar satu juta rupiah, sungguh biaya ekstra yang mesti dikeluarkan.
Masih korban jalanan buruk, di turunan roban terlihat kendaraan jenis sedan yang mudguard depan kanannya somplak, patah dan menjengkat ke atas, nampaknya habis menghajar lobang jalan. Rupanya akan semakin banyak kendaraan yang menjadi korban akibat rusaknya jalanan ruas pula Jawa ini.
Bagi yang pengin jalan pantura sebaiknya siang hari agar terlihat dengan jelas kerusakan jalan. Sungguh prihatin dengan kondisi infrastruktur andalan mobilitas perekonomian masyarakat ini. Sementara tindakan pemerintah daerah hanya tambal sulam seadanya dan dikerjakan di musim hujan pula. Sehingga pagi ditambal, siang atau sorenya sudah lepas dan berserakan digilas tronton dan kendaraan berat yang lewat tiada hentinya.
Beberapa kondisi jalan pinggir pantai seperti Losari-Brebes semakin melesak ke dalam tidak kuat menahan beban. Konon beban kendaraan berat yang lewat bisa mencapai 60 ton sementara desain jalan hanya mampu menahan 10 sampai 15 ton saja. Praktis jalan ibarat bubur yang digilas dan aspalnya mleyot ke samping dan profil jalan nampak bagaikan muka monster.
Harus ada niat perbaikan jalan disertai regulasi dan hukuman secara keras, disiplin dan tanpa kompromi jika tidak ingin jalanan setiap kali menjadi rusak, lobang dan mlesek. Sungguh ironi manakala perbaikan yang dilakukan dengan anggaran besar, dibayar dari pajak rakyat hanya bertahan dalam hitungan bulan. Kondisi jalan yang dikelola asal-asalan hanya akan membuat boros anggaran, menyengsarakan pengguna jalan dan menghambat mobilitas ekonomi nasional. Membuat biaya sosial dan ekonomi masyarakat melambung.
Perbaikan jalan secara permanent terutama pantura ini nampaknya harus diambil alih oleh Negara dengan desain dan daya tahan maksimal. Fungsikan pos timbangan tanpa kompromi- jangan seperti sekarang, konon kelebihan tonase hanya diharuskan membayar denda, padahal akibat yang ditimbulkan akan menyengsarakan seluruh pengguna jalan. Tertibkan juga pungli dan restribusi illegal, karena hal ini akan memaksa pelaku bisnis memuat beban barang jauh diatas toleransi menutup overhead cost.
Perbaikan jalan tentunya tidak hanya di Pantura namun bisa jadi di Jakarta – ibukota Negara atau bahkan di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya. Pantura hanyalah sebuah contoh nyata disamping ribuan kilometer jalanan rusak lainnya. Media cetak dan elektronik setiap hari memberitakan kondisi rusaknya jalanan akibat datangnya hujan, beban kendaraan berat maupun struktur jalan kurang maksimal.
Jikalau membangun prasarana jalan yang kasat mata, bisa dihitung dan jelas mendukung roda ekonomi nasional saja tidak mau dan tidak mampu, maka bagaimana harus membangun, mengatur dan mensejahterakan ratusan juta penduduk yang ada di negeri ini. Hal ini patut menjadi perhatian serius dari pemimpin atau calon pemimpin yang saat ini berlomba memasang tampangnya di banner pinggir jalan !!
No comments:
Post a Comment