Bila anda googling dengan keyword “makna lebaran” maka akan muncul sebanyak 1,75 juta hasil, sementara keyword “arti lebaran” akan memunculkan 286 ribu hasil atau dengan keyword “hikmah lebaran” yang memunculkan 379 ribu hasil. Sehingga barangkali sudah ada 2 juta lebih artikel yang membahas dan mengupas makna, arti dan hikmah lebaran. Entah dengan tambahan satu artikel ini bakal berdampak atau tidak, namun setidaknya akan memperkaya lagi satu referensi meski dengan kadar seberapa kecil pesan di dalamnya, atau bahkan sudah tidak berarti sama sekali karena bahasan makna lebaran sudah dikupas habis, tuntas dari A sampai Z, serta masih ditambah bahasan / kupasan diskusi, wacana, forum, worshop, atau materi ajar di berbagai pesantren/informal/sekolah/kampus dan seterusnya.
Namun whatever- apapun itu, setiap orang tetaplah berhak beropini, menulis, menyampaikan message atau sekedar men-share pengalaman dan sebagainya. Bila anda ditanya apakah makna lebaran barangkali secara umum anda akan berpedapat bahwa lebaran artinya kembali fitrah, kembali suci – ibarat bayi- ibarat kertas putih- setelah sebulan puasa, ibadah, berbuat amal kebajikan, menahan lapar haus, menahan nafsu duniawi, membaca kitab, diskusi agama, tepo seliro, membayar zakat dan berbagai kegiatan religi lainnya. Disadari atau tidak, harus diakui bahwa desain ibadah dari agama Islam ini memang luar biasa, termasuk ibadah puasa dan lebaran.
Lebaran juga bisa dilihat sebagai bentuk kemenangan. Kemenangan atas segala hawa nafsu, kemenangan setelah sebulan berpuasa dan berlomba saling melakukan kebajikan. Sebagai Negara dengan penduduk muslim terbesar, maka tidak dipungkiri perayaan Lebaran di negeri ini barangkali yang paling massive seantero jagad. Ditambah tradisi mudik saat lebaran makin mengukuhkan kegiatan ini memang menyedot perhatian semua kalangan- tidak sebatas umat muslim. Tradisi mudik dalam rangka lebaran ini bahkan menjadi fenomena tersendiri dimana puluhan juta orang berpindah tempat dari Jakarta maupun kota besar lainnya, pulang ke tempat/daerah asalnya. Positifnya, tradisi mudik ini juga menyelipkan pemerataan ekonomi yakni distribusi trilliunan rupiah dari kota besar ke daerah. Mudik Lebaran tanpa disadari juga bentuk dari kegiatan pemerataan pendapatan.
Terkadang sebagian orang tetap tidak habis mengerti tradisi mudik lebaran ini, kenapa orang-orang itu rela mudik, bermacet ria – puluhan jam- panas dan capek- hanya untuk pulang ke kampung halaman. Kalau tujuan pulang kampong kenapa tidak dilakukan di waktu lainnya, tidak secara eksodus. Mereka yang heran barangkali kurang memahami bahwa mudik saat lebaran, hakekatnya tidaklah tergantikan oleh apapun. Mudik lebaran adalah ritual recharge bagi mereka setelah setahun penuh bekerja mencari nafkah, bergelimang berbagai persoalan, masalah, urusan, konflik, emosi, stress dan bahkan persaingan sengit.
Lebaran, adalah magnit dan daya tarik besar bagi setiap orang termasuk yang bukan muslim seolah turut memiliki dan merayakan lebaran. Lebaran ini nuansanya sungguh berbeda dengan hari besar agama lain, termasuk hari besar nasional. Lebaran adalah hari dimana setiap orang berlomba saling mengalah, berlomba memaafkan kesalahan sesama, puncak dari ibadah puasa sebulan penuh maupun bentuk event sosial terbesar dimana sanak keluarga, handai taulan, kerabat sahabat, bahkan pesaing bisnis bertemu,beramah tamah dengan kepala dingin. Itulah barangkali secara umum makna lebaran bagi meraka yang merayakan.
Usai begitu banyak makna lebaran, selanjutnya bagaimana dengan sebelas bulan yang lain. Apakah makna sebulan puasa dan perayaan lebaran berdampak pada yang sebelas bulan ini. Secara jujur barangkali bisa dibilang belum. Apakah puasa yang sebulan beserta berbagai atribut religi-nya, berhasil menopang mereka menjaga, konsisten dan keep on track tindakan, perilaku dan sepak terjang sebelas bulan berikutnya. Artinya kalau memang iya, maka kehidupan ini memang bakal menjadi sedemikian harmonis, sejahtera, makmur, serba indah dan penuh kedamaian. Apakah kehidupan kita sudah seperti itu, nampaknya kok belum- masih jauh dari nuansa itu. Tidak sedikit dari mereka usai lebaran, kembali ke watak aslinya, grrrhhhhh, berlomba mencari duniawi dan materi dengan berbagai cara. Kembali akan terjadi konflik, sikut-sikutan, cakar-cakaran, adu otot, tidak mau mengalah, bahkan saling mencurangi demi tujuan masing-masing.
Barangkali anda berpendapat, kalau dalam setahun kita mesti berbuat kebijakan, rasanya muskil, ngga mungkin itu- ngga manusiawi. Kenapa, karena manusia adalah tempatnya berbuat salah, kata sebagian orang, jadi tindakan itu masih dalam batas wajar. Pandangan ini barangkali tidak berlebihan- hanya malaikat yang bisa berbuat kebajikan sepanjang masa. Namun suka atau tidak itulah konsekuensinya. Sekira anda sudah berpuasa dan merayakan lebaran saling memaafkan, maka standard ini yang idealnya terus dipertahankan di sebelas bulan berikutnya – merupakan sebuah cycle, siklus yang terus bersambung ke siklus berikutnya. Jadi ibadah puasa dan perayaan lebaran merupakan amanah dan sertifikat anda untuk mengarungi perjuangan selanjutnya dengan standard sama. Kalau kadang khilaf artinya di bawah standard, mungkin manusiawi asal sebagian besar waktu berikutnya tetap pada jalur-nya. Ibarat sekolah, bila performa kita 70% atau lebih on the track – sementara sisanya barangkali khilaf- mungkin kita masih berkategori lulus dan puasa kita memang berdampak. Namun bagaimana kalau 70, 80, atau 90% tindakan kita di bawah standard, apakah puasa kita dianggap berhasil, barangkali kita semua bisa merenungkan. Selamat berpuasa, Selamat merayakan hari raya Idul Fitrie 1430 H, Mohon maaf lahir dan bathin !
Thursday, September 17, 2009
Makna Lebaran
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment