Friday, October 02, 2009

Bantulah Sesama


Pernahkah anda merasakan, hampa di kepala, hampa di dada. Begitu sulit untuk melakukan sesuatu hal. Hari Lebaran belum lama bergema, nuansanya bahkan masih terdengar, sisa kue masih tersaji di meja. Masih banyak yang melakukan kegiatan halal-bihalal, bermaaf-maafan atas kesalahan dan kekhilafan yang dilakukan. Masih segar hiruk pikuk suasana dan eksodus mudik jutaan orang dari kota/daerah satu ke daerah lainnya. Jutaan motor membanjiri jalanan. Mungkin jutaan mobil juga hiruk pikuk kesana kemari membawa penumpangnya. Triliunan rupiah konon turut terdistribusi dari kota ke daerah. Sungguh sebuah kegiatan yang dinanti semua orang dan positip tentunya.

Usai mudik merekapun kembali ke tempatnya semula. Kesibukan bergeser menjadi kegiatan berkarya kembali. Sehabis mudik, masih jet leg, dengan pikiran yang lebih fresh tentunya, semuanya sibuk menjalankan perannya kembali. Perangkat pemerintahan, swasta, yayasan, LSM, media dan bahkan anak sekolah kembali ke tempat kesehariannya. Business as usual. Sebagian bahkan masih merasakan malas setelah dua mingguan bersantai di kampong halaman. Ada juga pegawai yang kena sanksi karena absent di hari pertama kerja, dan seabreg peristiwa umumnya setelah libur panjang.

Presiden terpilih belum dilantik, banyak permasalahan bangsa mendera, perburuan teroris-pun mengisi berita di layar kaca dan media cetak setiap harinya. Suasana pun bertambah riuh ditambah iklim dan cuaca yang semakin panas. Konon bulan Oktober ini, suhu akan mendekati puncak-nya karena jarak matahari yang persis di atas bumi menyebabkan semakin panas. Lapisan pelindung bumi semakin tipis dan rusak serta mulai kedodoran menahan panasnya matahari. Daya dukung alam semakin berat menahan dan menopang kehidupan milyaran penghuninya.

Di sela-sela kembalinya kesibukan dan kegiatan sehari-hari, bencana gempa kembali menghentak. Kali ini gempa yang cukup besar menimpa beberapa kota di kepulauan Sumatera, seperti Padang dan Jambi. Konon gempa ini goncanganya cukup besar, meruntuhkan banyak bangunan permanent, dan menelan ratusan korban jiwa tidak berdosa. Gempa yang terjadi tentu merupakan fenomena alamiah sebagimana gempa di tempat dan belahan lainnya, seperti Jepang dan Amerika. Apalagi konon di bawah kepulauan Indonesia terdapat jalur memanjang lempengan di dasar pantai/perut bumi yang setiap waktu membuta keseimbangan. Diakui bahwa beberapa waktu terakhir bencana alam seolah berlomba untuk unjuk kebolehan. Banjir, gunung berapi, tsunami, gempa, kebakaran maupun kekeringan datang silih berganti.

Ke depan kehidupan bakal semakin sulit dan berat. Hampir seluruh aspek dan sudut kehidupan diperebutkan dan terjadi persaingan ketat. Bila anda ke terminal atau stasiun, mulai dari parkir sudah ngantri, beli tiket ngantri, bahkan ke kamar kecilpun ngantri. Jangan kata bila ada lowongan pekerjaan, bakal terjadi antrian ribuan pencari kerja. Setiap sudut dan ruang sudah terisi oleh mereka guna mempertahankan hidupnya. Hampir tidak ada lagi celah dan ruang di kota/.desa yang masih tersisa, semuanya terisi. Hal ini menandakan bahwa daya dukung alam dan lingkungan sudah maksimal.

Kualitas udara dan air semakin menurun, juga harga untuk mendapatkannya semakin mahal. Sekedar santai di pegunungan atau pantai saat ini tidaklah gratis, harus membayar, manakala akses-nya dikuasai oleh mereka atas nama kelompok atau perusahaan. Berbagai hal dari alam yang dulunya gratis sekarang harus membayar untuk menikmatinya.

Saat sumber daya alam semakin menipis, lingkungan semakin rusak, sementara jumlah manusia semakin banyak maka kemampuan alam untuk mendukung kehidupan penghuninya akan semakin turun. Sementara alam dan lingkungan yang rusak akan diikuti kerusakan ekosistem, keseimbangan alam terganggu, polusi, menipisnya lapisan ozon, suhu semakin panas, global warming, makin mencairnya es di kutub diperhitungkan akan mengganggu kehidupan manusia di permukaannya. Ditambah tidak sedikit ilmuwan menghitung bahwa matahari, sumber utama kehidupan bumi akan semakin panas dan apapun yang terjadi dengan matahari akan berdampak hebat pada kehidupan tata surya termasuk planet bumi.

Sehingga dengan berbagai bencana yang datang, berbagai kerusakan alam, daya dukung yang menurun, mengharuskan umat manusia saling bahu membahu. Bila sebelumnya pernah terjadi perang dunia I, II, bom atom, percobaan nuklir, perang antar Negara, maka seyogyanya ke depan umat manusia lebih memikirkan alam dan lingkungannya, ketimbang saling membunuh atas nama kepentingan individu ataupun kelompok. Kenapa, manakala alam sudah mencapai umur-nya, matahari semakin panas, bumi-pun terkena dampak yang hebat, maka mau bersembunyi dimanapun manusia tidaklah kuasa untuk melangsungkan hidupnya. Sehingga satu-satunya argument yang rasional adalah umat manusia mesti saling membantu satu sama lainnya.

Saat gempa menggoncang dan meluluhlantakan rumah, jalan, bangunan dan menimbulkan banyak korban jiwa, maka yang paling mendesak dilakukan adalah membantu dan menyelamatkan jiwa. Bencana alam datang sebagai hukum alam dan bukan mereka yang minta, sehingga mereka berhak mendapatkan bantuan oleh umat manusia/saudara yang kebetulan aman dan tidak terkena bencana di tempat lainnya. Disadari bahwa bumi ini suatu saat bakal hancur sehingga tidak ada tempat yang aman selamanya. Bumi ini memang fana dan sudah digariskan akan hancur lebur suatu saat. Yang dapat dilakukan adalah sedapat mungkin saling membantu dan berhenti membuat kerusakan lebih banyak lagi. Sayangilah bumi tempat berpijak, kembalikan keseimbangan alam. Berpikirlah sejuta kali sebelum menebang pohon, membabat semak, membeton pantai, menambang membabi buta dan bahkan membuang sampah sembarangan. Buat apa emas, permata, berlian, batu berharga, deposito yang susah payah dikumpulkan, manakala hutan tidak ada lagi, banjir melanda, panas membakar, gempa menggoncang dan gunung berapi memuntahkan laharnya. Apakah semua harta tadi lantas bisa menyelamatkan kehidupan, ternyata tidak sama sekali. Sayangilah alam dan lingkungan satu-satunya ini.

No comments: