Monday, September 07, 2009

Perantau


Buka apa sore ini ya, tiga orang berdiri di pintu keluar bangunan tua. Bangunan itu dibuat jaman belanda dan masih kokoh berdiri sampai saat ini. Bangunan itu sekarang merupakan sebuah kantor. Ketiga orang itu merupakan sebagian perantau yang banyak bertebaran di kota itu. Mereka bekerja 480 km dari keluarga dan selalu pulang setiap akhir pekan. Moda transportasi yang setia mengantarkan adalah kereta api. Terkadang naik kendaraan atau bus. Namun, moda diatas rel ini menjadi saksi utama puluhan tahun orang yang berpindah dari dari satu tempat/kota ke tempat lainnya. Mereka ada yang 6 tahun, 10 tahun atau bahkan 12 tahun melakukan ritual pulang pergi tiap akhir pekan. Lantas kenapa keluarga tidak diajak saja ke kota mereka bekerja, ternyata banyak alasan dan kondisi yang melatari. Ada yang karena semai dan istri bekerja di dua kota berbeda, sudah mapan di kota lain, terlanjur beli rumah, dekat orang tua sampai, alas an ekonomi sampai alasan anak sekolah. Dan sudah puluhan tahun mereka dapat berjalan secara lancar semakin menyimpulkan bahwa skema ini bisa dilakukan. Malah ada yang tiga bulan baru bisa pulang, misalnya mereka yang bekerja di kota beda pulau atau bekerja di pelayaran. Itulah dinamika keluarga dan pekerjannya, yang terkadang berat namun ternyata tetap menuai hikmah.

Eh kok bengong sapa yang berambut cepak, buka dimana nih, dah adzan dari tadi tuh, ingat ya kereta jam 20.00 malam. Ketiganya berpikir sebentar dan akhirnya dipilih warung sederhana berjarak 50 meter. Ketiganya memesan menu kuah, sayur asem, dan sop ceker. Lauknya tempe, tahu dan ayam. Karena puasa menu kolak dan bubur kacang ditambahkan. Hhm nikmat nian menyantap hidangan khas daerah itu, sambalnya pedas, teh-nya manis dan panas. Tak terasa ketiganya menyeka keringat.

Gerbang 5 nomor kursi 8a, b dan c mana ya pak. Oh gerbang depan setelah restorasi tunjuk petugas station. Terlihat banyak penumpang menenteng tas besar dan tas ransel. Banyak diantarnya sudah saling kenal karena memang rutin pulang setiap jumat sore. Biasanya rombongan perantau itu bisa membayar di atas gerbang dengan tariff nego. Namun sejak penertiban terpaksa mereka membeli tiket resmi seharga seratus ribu rupiah. Tidak terlalu besar memang, namun kalau setiap minggu jadinya jumlah yang besar dan cukup berat bagi sebagian mereka yang gaji setiap bulan-nya tidak terlampau besar.

Hmm gerbang itu terlihat baru saja dibersihkan dan dilap, lumayan klimis dari biasanya kusam. Kipas yang biasanya hitam legam kali ini terlihat bersih dan hembusan anginnya juga adem. Hanya aroma kamar mandi memang tidak bisa hilang dan tercium sesekali. Kamar mandi kereta bisnis ini memamng ada di setiap gerbang, masalahnya tidak setiap kamar mandi ada airnya. Entah saluran airnya yang macet dan tidak kunjung dibetulin, atau sengaja yang jelas hanya beberapa kamar mandi yang mengucurkan airnya. Jok kereta bisnis ini sedikit nyaman ketimbang ekonomi yang sudutnya 90 derajat. Jok ini sedikit landai sehingga punggung bisa duduk agak nyaman.

Jam 20.00 kereta berangkat menuju Jakarta dari station tawang. Kereta akan menempuh jarak 480 km dengan jarak tempuh sekitar 7 jam. Dua anak di kursi sudut nampak berkejaran di lorong kereta, sementara ibunya berteriak memanggil. Dua bapak di depan asyik ngobrol dan makan kue. Seorang anak muda dengan cuek mulai menggelar koran di bawah jok, bersiap tidur. Memang istimewanya di kereta bisnis ini penumpang boleh memilih menggelar Koran atau karpet di bawah untuk tidur. Kenapa, kalau di jok kaki bakal nekuk dan pegal. Hanya kalau di bawah tentu berdebu dan yang alergi harus bersiap batuk dan bersin. Petugas restorasi hilir mudik menjajakan rokok, minuman, dan makan malam. Menu kereta bisnis ini tetap yakni nasi rames, nasi goreng, mie rebus dan mie goreng. Tapi bila anda berskesempatan mencoba rasanya cukup enak dan sesuai dengan harganya.

Kereta berhenti di station yang pertama setelah tawang yakni weleri, batang. Ada beberapa penumpang naik dari station kecil ini. Berikutnya kereta akan berhenti di beberapa station seperti pekalongan, pemalang, tegal, cirebon, bekasi dan jatinegara. Terkadang kereta harus berhenti cukup lama menunggu langsir dan kereta lawan lewat. Masih banyak ruas rel yang belum dibangun double sehingga kereta harus bergantian lewat, dan hal ini cukup memakan waktu.

Hmm bila terlambat kita harus sahur di kereta nih nampaknya, kata yang berkaos hitam. Ah biasanya cukup tepat waktu kok, sahut yang berbaju merah. Yang berambut cepak diam saja dan asyik tidur ayam rupanya. Selepas tegal banyak penumpang terlelap tidur setelah rombongan penjaja makanan dan minum lewat bak peragawati. Kereta bisnis ini membolehkan pedagang masuk menjajakan dagangannya. Mereka hilir mudik bagaikan peragawati, berteriak lantang, pisang goreng, mie rebus, nasi ayam, teh kotak atau beragam rokok. Penumpang berkesempatan tidur saat pedagang turun. Tiba di cirebon kembali gaduh pedagang membangunkan mereka yang terlelap. Yang membawa tas berharga spontan bangun dan mengawasi tasnya. Banyak juga yang cuek dan tetap tertidur, meski kakinya yang selonjor dilompati kadang tersenggol kaki pedagang. Nasi ayam berapa, kata ibu tua di sebelah, enam ribu bu sahut pedagang. Lho kemarin kan lima ribu, iya bu harga sudah naik semua sanggah pedagang. Sambil bersungut ibu tua membeli satu bungkus dan langsung memakannya.

Sekitar jam 03.00 kereta memasuki jatinegara dan banyak penumpang berhamburan keluar. Tiga berteman tadi juga keluar dan berpisah kerumah masing-masing. Mereka akan bertemu hari minggu malam di tempat dan gelombang yang sama, wah kayak radio saja. Hmm satu kenikmatan tersendiri dapat berkumpul kembali dengan keluarga. Bisa bercanda dengan anak, sahur dan makan berbuka bersama. Setidaknya dua hari yakni sabtu dan minggu dihabiskan buat bersama anak dan keluarga. Bagi mereka yang kebetulan bukan perantau kenikmatan akhir minggu barangkali jarang dirasakan.

Minggu sorenya kembali ketiganya datang di station dengan bekal buka dan sahur masing-masing. Setelah sholat di mushola dekat station ketiganya membuka bekal. Yang berbaju krem membawa nasi, minuman, buah, sayur labu, daging cabe dan ceplok telur. Yang berkaos biru membawa nasi, opor, empal, sayur tempe, minuman dan buah. Sementara yang berbaju coklat membawa minuman, mie goreng, daging, udang dan nasi. Wah menunya segera disantap usai adzan maghrib. Setengah porsinya bakal digunakan buat sahur. Kali ini kereta tidak terlampau penuh dan ketiganya tergolek di gerbang 8 usai menyantap buka. Hanya sedikit penumpang di gerbang buncit ini. Kereta berjalan tepat waktu namun berhenti lama di Brebes, biasa, ganti loko. Beberapa penumpang terbangun karena kegerahan. Sampai Weleri jam 03.00 sedikit telat. Banyak yang segera makan sahur termasuk ketiga orang tadi asyik menikmati bekal sahurnya. Jess jess berisik rel kereta terdengar semakin menjauh.

No comments: