Monday, October 19, 2009

Reality Show

Saat ini sedang terjadi reality show, mengutip istilah media, pemanggilan, fit and proper test dan test kesehatan dari calon menteri kabinet bersatu. Bila sebelumnya sempat disindir banyak dari mereka yang masuk angin karena kurang tidur, menunggu dering telepon untuk ditawari jabatan menteri, maka dalam beberapa hari terakhir semakin jelas dan tergambar profil siapa saja mereka yang akan menduduki jabatan paling strategis ini. Dalam tayangan di televise juga diwartakan fasilitas apa saja yang bakal dinikmati oleh para calon menteri manakala nanti dilantik. Ada mobil dinas, gaji, tunjangan dan fasilitas menggiurkan lainnya. Tentunya para menteri itu juga akan memiliki wewenang dan kekuasaan yang besar. Tidak heran banyak kalangan atau mereka yang merasa pantas dan memiliki kapasitas berharap menerima panggilan pertelepon undangan dan tawaran jabatan sebuah kursi menteri.

Sayangnya tidak banyak media yang mewartakan melimpahnya pekerjaan rumah, tugas dan tanggung-jawab sebagai seorang menteri atau bagian dari pemerintahan saat ini dan masa-masa mendatang. Sebagaimana dilansir oleh sebuah website gambaran hutang luar negeri kita sebagai berikut,

Sehingga cara-cara tersebut harus juga di ikuti dengan adanya komitmen untuk menghentikan ketergantungan terhadap utang luar negeri yang baru. Hal ini merupakan agenda prioritas yang harus dilakukan semua partai politik atau calon presiden hasil pemilu 2009. Jika hal ini tidak dilakukan maka kesejahteraan masyarakat Indonesia akan sulit untuk diwujudkan.

Sebagai catatan, di tahun 2004-2008, pembayaran bunga dan cicilan pokok utang luar negeri menunjukkan tren yangmeningkat. Outstanding utang luar negeri Indonesia sejak tahun 2004-2009 juga terus meningkat dari Rpl.275 triliun menjadi Rpl .667 triliun (berdasarkan data www.dmo.or.id). Ditambah dengan peningkatan secara signifikan total utang dalam negeri dari Rp662 triliun (2004) menjadi Rp920 triliun (2009).
Pengamat ekonomi lchsanudin Noersy juga sempat berujar, jika ditinjau dari 4 tahun yang lalu jumlah utang Indonesia meningkat sebesar Rp392 triliun dari posisi Rpl 275 triliun menjadi Rpl667 triliun per Februari 2009 ini.

Memang, secara produk domestic bruto (PDB), jumlah utang memang berkurang menjadi 31% dari yang semula 56%. Namun jika dibandingkan perkapita pada 4 tahun yang lalu dengan jumlah penduduk sebanyak 217 juta, tiap warga negara akan menanggung beban Rp5.873.500. Sedangkan per Februari 2009 telah terjadi peningkatan penduduk menjadi 227 juta, dan mereka kebagian menanggung utang sebesar Rp7.728.525 per kepala. Dengan begitu, jumlah tersebut merupakan beban utang yang harus ditanggung oleh setiap perorangan warga Indonesia. Pemerintah beralasan, peningkatan jumlah utang adalah akibat dari adanya krisis. Sehingga pemeritah perlu berjaga-jaga dengan mengadakan pinajaman. Namun berbagai kalangan menilai, pinjaman luar negeri yang melibatkan lembaga multilateral sangatlah memberatkan. Dan sistem bilateral dinilai lebih tepat.

Pada prinsipnya, apapun utang yang dijalankan yang penting tujuannya adalah meningkatkan produktifitas, penciptaan lapangan kerja. Tidak untuk pengembangan sektor lain yang lebih bersifat pertahanan dan pencitraan.
Dari gambaran tersebut terlihat peningkatan jumlah hutang yang cukup besar selama 5 tahun terakhir. Dengan tidak mengecilkan keberhasilan yang dicapai maka besarnya hutang Negara akan cukup menyulitkan pemerintah mendatang melakukan pembangunan dan mensejahterakan rakyatnya. Konon hutang ibarat pedang bermata dua, bila pintar dan tepat menggunakanya akan menjadi produktif dan mendongkrak kesejahteraan, namun bila lalai dan menyalahgunakan maka pedang hutang akan bisa menebas produktifitas dan kemampuan pemerintah.

Apakah agenda fit and proper test juga sekaligus pemahaman dan sosialisasi masalah serius hutang Negara, - orang awam akan tidak tahu pasti. Yang jelas manakala mereka sanggup dan menerima amanah sebagai menteri mestinya menyadari belaka bahwa tugasnya bakal tidak ringan sama sekali. Normalnya banyak yang akan menolak disodori jabatan menteri manakala sangat memahami kondisi nasional saat ini, namun nampaknya hampir tidak ada penolakan, setidaknya seperti yang diupdate oleh media- bahkan calon menteri nampak gembira dan bahagia.

Dari sebuah sumber lainnya disebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan akan didorong empat sektor yaitu telekomunikasi, elektronik, energi, dan petrokimia. Hal ini tentunya harus dicermati dan ditanggapi dengan menempatkan menteri di sector tersebut dengan profil yang kompeten, cerdas, jujur, penuh integritas namun tetap mahir ber-inovasi serta menguasai persaingan local maupun global. Setidaknya masih terlihat bahwa distribusi penempatan menteri masih terikat pemerataan antar partai maupun kepentingan. Barangkali hal ini tidaklah terlalu buruk, namun bisa mengorbankan energi, focus, maupun waktu yang akan berpacu cepat di tengah persaingan global. Nasib 240 juta rakyat menjadi pertahurahan.

No comments: