Wednesday, January 27, 2010

Gadjahmada Dan Songuku


Kedua tokoh itu teramat jauh beda dan jamannya. Antara jaman kerajaan dan jaman modern. Antara kerajaan di tanah Jawa dan khayalan di negeri seberang. Namun ada persamaan yang bisa diambil, yakni rasa tanggung jawab besar, semangat menyelamatkan bumi dan umat manusia. Musuh-musuh Songuku heran, kenapa selalu menjadi lebih kuat dan kuat. Sekeras apapun serangan dan kekuatan musuh, Songuku mampu meredam dan mengalahkan. Gadjahmada juga dikaghumi lawan dan apalagi kawan. Sehebat apapun strategi perang selalu bisa menahan dan akhirnya mengungguli.

Rahasia keduanya ternyata bukan pada ambisi Pribadi dan ingin dipuji, namun lebih karena tanggungjawab yang tulus. Semangat ingin menyelamatkan bumi dari kehancuran yang membuat Songuku menjadi semakin kuat menggungguli lawan-lawannya. Dia tidak menggembleng diri agar badannya menjadi kuat, namun dia berusaha sekuat tenaga menyelamatkan manusia dan bumi dari serangan jahat dan kehancuran. Gadjahmada juga selalu terpacu untuk menyelematkan Majapahit, Raja maupun kawula alit, sehingga muncul kekuatan yang luar biasa.

Itulah kenapa sang angkara murka dan yang jahat selalu terkalahkan. Angkara murka ingin merampas dan membunuh. Angkara dan kejahatan ingin menghancurkan. Pahlawan sejati hanya memikirkan bagaimana melawan yang jahat, melindungi yang lemah. Itulah kekuatan tiada tara, sebagaimana Songuku mengumpulkan energinya sedikit deni sedikit dari jutaan manusia di bumi. Energi yang terkumpul laksana badai yang bisa menghancurkan musuh seberapa kuatpun.

Bagaimana Gadjahmada selalu bisa menyelamatkan pasukan dan Raja yang dilindunginya. Gadjahmada bahkan tidak pernah berpikir tentang dirinya sendiri. Di benaknya hanyalah bagaimana, negerinya selamat dari pemberontakan, Rajanya selamat, pasukannya dan juga rakyatnya terselamatkan. Itulah modal utama Gadjahmada menjadi mahapatih besar yang disegani kawan ditakuti lawan.

Semangat, tanggung jawab besar dan rasa melindungi yang membuat para petani, buruh bangunan, nelayan dan pekerja kasar bertahan dari kerasnya hidup. Demi keluarga dan anaknya mereka bekerja membanting tulang memeras keringat setiap hari. Itulah rupanya hakekat hidup dari sebagian orang. Mereka hidup dan bekerja demi pengabdian kepada keluarga, Negara atau mereka yang lemah. Pengabdian dan naluri melindungi telah menjadikan mereka lebih kuat dari kelihatannya.

Mbok mbok pedagang gatot (makanan dari singkong) di lereng Lawu kuat berjalan puluhan kilometer ke pasar di tengah malam, demi beberapa rupiah. Demi sejumput rupiah guna membeli kebutuhan dapurnya. Mereka bekerja keras membuat penganan dan menjualnya di pasar yang berjarak puluhan kilometer dari rumah demia keluarga.

Seorang ibu rumah tangga memiliki kekuatan yang sulit dibayangkan. Mengasuh anak, melayani suami dan mengatur rumah tangga mampu dilakukan dengan baik karena tanggung jawab dan kasih sayang.Tanggung jawab pula yang mendorong pemulung, pengumpul barang bekas, atau pengecer garam berjalan dan bekerja jauh melebihi kemampuan kebanyakan.

Itulah semangat yang dikibharkan Gadjahmada dan Songuku. Mereka adalah contoh pahlawan yang telah berhasil mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki. Masih sering manusia menganggap dirinya lemah. Berbuat ini itu serasa tidak sanggup. Segala hal dipandang sulit dan tidak mungkin.

Tidak terkecuali dengan manusia di negeri ini yang seolah p[asrah keadaan semakin sulit. Keadaan yang sudah sedemikian berat menyebabkan lemah semangat manusianya. Refleksi sepak terjang Gadjahmada bisa menjadi cambuk bahwa manusia bisa membuat perubahan besar. Sehingga manakala kita merasa lemah, tiada salahnya mencambuknya dengan rasa tanggung jawab dan pengabdian tadi.

No comments: