Baiklah, dari media area diberitakan 10 ribu mahasiswa siap mengepung istana pada 28 Januari, yakni tanggal dimana Pemerintah yang baru genap berusia 100 hari. Tuntutan mahasiswa adalah penegakan hukum oleh pemerintah dan aparat hukum. Salah satunya adalah pengusutan kasus bail out bank century. Mahasiswa, sebagai bagian dari masyarakat juga- yang terdidik tentunya, melihat aparat hukum dan Pemerintah tidak serius mengusut kasus bank century yang konon sudah merugikan Negara hampair 7 trilun rupiah. Hukum juga dilihat kurang memihak rakyat kecil seperti fenomena kasus Prita dengan sebuah rumah sakit, atau kasus nenek yang mengambil 3 butir buah kokoa. Hukum juga terkesan bisa dibeli di negeri ini, seperti banyak diberitakan seorang tahanan mendapatkan fasilitas kamar yang mewah di sebuah penjara.
Mahasiswa yang berasal dari 30 kampus di Jakarta dan Banten bertekad akan mengepung gedung DPR dan Istana pada akhir januari, bila kasus bank century tidak secara serius diusut. Melihat kasus bank century memang cukup memprihatinkan. Meski pihak Pemerintah sudah menjelaskan bahwa bank century layak dibantu karena keruntuhannya akan menyebabkan efek domino dunia perbankan, namun tidak urung keadilan rakyat turut dipertanyakan. Apakah memang sedemikian gawat untuk menutup sebuah bank kecil, ketimbang menalanginya dengan uang rakyat senilai trilyunan rupiah.
Secara awam bisa dilihat bila sebuah bank tidak mampu membayar nasabah artinya dananya kan tidak ada. Yang pertama harus dilihat dulu dana ini kemana, dikelola bagaimana, dan kenapa sampai berkurang/hilang. Apakah pengelolaan dan penggunaan dana milik nasabah bagi bisnis bank sudah sesuai prosedur dan tata kelola bank. Adakah penyimpangan dan fraud disana. Barangkali ini yang perlu dibuka secara gamblang. Kemana dananya, siapa yang bertanggung jawab mengelola, dan kenapa dana tersebut menjadi tidak ada. Bisnis bank kan bukan magic atau sulapan, dari dana riil tiba-tiba menjadi hilang/tidak ada, semua harus ada hitungannya.
Jika memang bank tersebut gagal membayar dana nasabah, maka secara normal asetnya harus dijual untuk menggantinya. Bilamana ternyata kurang, ya inilah resiko bisnis yang harus diterima perbankan- termasuk resiko nasabah-nya. Terkecuali bank tersebut dibawah penjaminan perbankan nasional barangkali, ada pihak yang akan nombokin.
Nah berikutnya ada dana yang disuntikan mengganti dana yang hilang tadi- agar bank tetep operasi dan tidak ditutup. Besarnya hampir 7 triliun tadi. Memang, akhirnya bank tetap beroperasi, namun tentu perlu dirinci disini mengingat uang tombokan diambil dari uang Negara yang notabene uang raklyat Indonesia. Sehingga seolah terjadi talangan atas mis kelola dana bank swasta tersebut. Bukannya PIC- pengelola bank dan jajaranyan yang dimintakan pertanggung jawaban, seolah rakyat yang justru harus menanggung atas kinerja buruk –under performance- bisnis perbankan.
Barangkali memang kasus bank century tidak sesederhana kelihatanya dan cukup complicated. Namun- tetap keadilan harus ditegakkan dan berapa sen-pun uang rakyat teralokasi harus cukup jelas justifikasinya.
Tuesday, January 12, 2010
Mahasiswa Mengingatkan
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 comment:
kokoa atau kakao Om ?
Post a Comment