Memang sudah bulan April, dan mestinya sudah masuk musim kemarau, namun kok hujan masih rajin juga. Bahkan kala itu dari Semarang sampai Cirebon hujan dan sebagian cukup deras. Lagi-lagi menyusuri pantai utara- pantura dan melakukan perjalanan ke Jakarta. Kondisi fisik yang jelas terlihat adalah mulai dan semakin rusaknya jalanan itu. Entah sudah berapa kali jalanan itu rusak, diperbaiki, rusak lagi, ditembel, rusak lagi dan seterusnya. Celakanya setiap perbaikan akan memakan waktu yang tidak terbatas. Bisa sebulan bisa juga berbulan-bulan. Jalanan ditutup begitu saja, kadang ada satu atau dua traktor namun tidak dikerjakan sama sekali. Jadilah kemacetan semakin menjadi dan merugikan pelaku ekonomi yang menggantungkan distribusinya pada rute tersebut. Apalagi hujan dan hajaran truk, trailer, tronton puluhan ton setiap waktu tidak urung membuat ambles jalan. Memang terdapat timbangan kendaraan di setiap panjang tertentu ruas jalan, namun kok terlihat tidak ada kendaraan yang ditahan atau dikurangi muatannya. Rumornya kendaraan yang kelebihan muatan cukup didenda saja. Tidak urung jalanan menjadi rusak terus. Mungkin tidak penting lagi menyebut dimana rusaknya, bosan kali. Yang jelas lobang menganga terdapat dimana-mana dan siap merontokkan kendaraan anda bila kejeblos di dalamnya. Barangkali kendaraan anda tidaklah sampai patah kaki-kakinya, namun bisa jadi harus spooring ulang karena setelannya bergeser akibat terlalu banyak menghantam lubang.
Tragisnya terdapat titip pertemuan sepanjang lima kilometeran yang masih dua lajur antara jalur pantura yang empat lajur dengan jalan tol. Entah lajur ini mustahil dibuat menjadi empat karena bangunan di sekitarnya terlanjur maju mengepung dan menyempitkan jalan, atau pihak yang berwenang tidak menganggap perlu. Faktanya sepotong lajur ini akan selalu menjadi “neraka” saat debit kendaraan membludak baik dari tol atau sebaliknya dari pantura. Bottleneck ini sudah berlangsung bertahun-tahun, dan kondisinya tetap sama saja, tidak pernah ada niat menata atau melebarkannya.
Weekend itu dilalui tidak saja dengan menyusur jalur pantura, namun dengan sekedar berjalan ke pusat keramaian. Grand Indonesia, adalah Mega Mall yang terletak di segitiga emas Jakarta. Mega Mall ini memang sungguh megah dan besar. Dengan tidak bermaksud apa-apa, terkadang sulit percaya kalau bangunan megah ini berada di Jakarta. Kenapa, dalam beberapa hal malah jauh lebih hebat dari Singapore atau Malaysia. Ya, Mega mall ini selain luas, megah, lengkap, modern, canggih, juga menyuguhkan berbagai landscape yang mengesankan. Sebut adanya dancing water, yang merupakan tarian air yang dirangkai dengan musik klasik yang indah. Air yang disemprotkan dari berbagai kran dengan ketinggian dan pengaturan menjadi seolah menari. Lampu warna warni makin membuat pesona tari air lebih menarik. Sementara masih banyak pesona lainnya seperti puluhan resto dengan ratusan menu, puluhan gerai elektronik, fashion, alat tulis dan semua ragam standard Mall bisa ditemukan disini. Mm parkirnya juga canggih dengan sensor lampu warna merah dan hijau. Bila hijau berarti slot parkirnya masih available, dan sekali kendaraan masuk lampu berubah merah. Hal ini memudahkan kendaraan yang mencari slot parker bahkan dari kejauhan. Ternyata bisa juga, sebenarnya kalau mau, menjadikan negeri ini maju dan modern, meski baru terlihat pada sisi ini, sementara sisi luas lainnya terlihat masih carut marut.
Kehidupan lainnya- dari media elektronik diberitakan yang sedang berjalan adalah gemuruhnya anak sekolah menghadapi ujian nasional dan ujian masuk sekolah berbagai jenjang termasuk perguruan tinggi. Saat ini rupanya di media sudah beredar persentase angka kelulusan seperti Jabar dengan 97% lulus, Jogya dengan 76%, cukup mengejutkan dan angka ini terendah di pulau Jawa. Sementara angka ketidaklulusan sekolah di luar Jawa lebih parah lagi, ada yang 40% dan seterusnya.
Setelah melewatkan dua hari, malam itu kembali menjadi penumpang setia keretap api senja Utama. Sebut saja namanya pak Mudji yang ternyata lebih setia lagi menjadi penumpang kendaraan paling panjang ini. Sejak 1995 pak Mudji sudah setia sebagai penumpang akhir minggu. Keluarganya di Jakarta sementara kantornya, sebuah perusahaan pembangkit listrik tenaga uap, sharing dengan perusahaan Jepang, berada di Jepara, dua jam dari Semarang. Praktis pak Mudji hapal betul dengan seluk beluk perkeretaapian, kru-nya maupun berbagai peristiwa yuang terjadi selama menjadi penumpang kereta. Mulai kereta bisnis dengan tariff dua puluh ribu perak sampai sekarang menjadi seratus ribu rupiah atau mengalami kenaikan lima kali lipat. Padahal Sabtu masih masuk, sehingga praktis waktu di rumah sangat terbatas. Bila dari Semarang Sabtu sore maka sampai Jakarta Minggu pagi, dan Minggu sorenya sudah harus kembali lagi. Dan ini dijalanin setiap minggu. Terkadang bosan kereta ya naik bus. Itulah kehidupan lima belas tahun yang dijalani dengan santai. Buktinya pak Mudji masih segar bugar dan awet muda malah, meski melihatnya saja saja bisa jadi merasa capek- namun yang menjalani malah nyantai. Lima belas tahun mondar mandir, Jepara – Jakarta.
Wuiih jam 03.30 dinihari akhirnya tiba kembali di kontrakan. Istirahat sebentar, cuci muka, ambil wudhu dan sembahyang. Masih banyak sisa waktu sebelum berangkat kerja. Manasin kendaraan dan muter-muter di sebuah kampus terkenal di perbukitan, dataran tinggi dari ibukota Jateng itu. Mampir ke warung bubur ayam dan membaur dengan para mahasiswa yang sarapan di sana. Segelas teh hangat dan semangkuk bubur ayam cukup menopang energi pagi itu. Kembali ke rumah dan melihat sebuah sebuah channel TV memberitakan tawuran buruh di Batam. Baru empat hari President memberikan himbauan kepada dunia usaha dari Bali, ee terjadi demo dan tawuran buruh di sebuah industri di pulau Batam- yang konon oleh Habibie akan dibuat menjadi kota kembar dengan Singapore. Di Televisi Suryopratomo dari sebuah media menjelaskan bahwa Pemerintah kita itu memang feodal, bukannya melayani namun minta untuk dihormati, blab la bla. Ptt, meski menarik namun batal mendengarkan penjelasan berikutnya karena TV harus dimatikan, karena sudah jam 07.30, waktunya berangkat.
Monday, April 26, 2010
Weekend
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment