Tuesday, February 28, 2006

Kejujuran

Semula judulnya pengin diberi kebohongan sih, namun biar lebih positif maka diberi saja judul kejujuran, ya maksudnya sama saja. Konon di era gombalisasi ini langka dan jarang ditemukan makhluk yang namanya kejujuran ini. Yang mudah dan gampang ditemui sehari-hari yaa kebohongan. Coba kita mulai dari bangun tidur, biasanya kita jarang bangun sebelum jam lima pagi, kalaupun ada dan kebetulan kita muslim, kita sering bangun deket-deket jam enam, sembahyang dan kadang tidur lagi. Mandi ya biasanya setelah jam enam. Baju rapi siap ngantor atau kerja, kadang kita tidak sempat sarapan dan duduk sebentar dengan keluarga sekedar sarapan bareng. Kita bisa jadi lebih sering sarapan di kantor saja. Jam kantorpun cukup jarang dari kita yang bisa datang sebelum jam tujuh pagi, atau jam delapan, lebih sering kita nongol setelah jam delapan. Ya macetlah, ya ada tabrakan lah, ada demo lah, semuanya menjadi alasan rutin manakala kesiangan. Barangkali kalau kita jujur maka idealnya kita bangun jam lima, sembahyang, mandi, sarapan bareng keluarga, dan nyampai tempat kerja jam tujuh pagi.

Nah apa yang dilakukan begitu nyampai di meja kantor. Sudah datangnya setelah jam delapan, eh kita mesti cari sarapan dulu ke luar, pan nggak sarapan di rumah tuh. Bahkan bisa jadi warungnya belum siap, maka ya kita tungguin sampai sarapan kita siap. Usai makan, kita tidak terus balik ke meja, merokok dulu-lah, dan eh ketemu teman nih, masak nggak ngobrol dulu sih. Jadilah sarapan yang mestinya setengah jam molor jadi sejam atau bisa lebih lama. Oke, balik ke meja kerja nih critanya, langsung kerja, sibuk ini itu? Belum dong, buka email dulu-lah bentar, baca email dan ngirim-ngirim balasan. Kalau ngemailnya seputar kerjaan mendinglah, lha kadang email bukan kerjaan je. Lewatlah lagi setengah jam, jadi bisa mulai kerja nih? Ah yang bener, masak nggak telepon atau sms dulu sih, ya musti telepon lah. Yach lewat lagi sepuluh atau lima belas menit. Oke, siap kerja nih Bos, buka-buka berkas kerja, dahi berpikir keras, ahh ngopi enak nih, ya sudah pesen kopi nih biar otak encer getu. Common guys/ladies, setengah hari kita belum dapet apa-apa nih, namun bila Bos lewat, ahaa, muka serius melotot layar komputer, tangan pegang pulpen seolah berpikir keras demi perusahaan tercinta, ha ha basi lah yauw.

Jadi mesti kita karyawan kecil, yang sepak terjang kita tidak terlihat pengambil keputusan, namun bukan berarti kita bisa semuanya jujur. Banyak ketidakjujuran di sana, ya gimana lagi, kanan kiri juga begitu, atau bos sami mawon he, mulai berangkat kantor dan sampai kantor lebih banyak atribut ini itu ketimbang main job kita yang sebenarnya. Ini baru sebatas kita, sebagai kuli rendahan, yang tidak ada kesempatan untuk korupsi misalnya. Bagaimana bila kita pengambil keputusan, pemegang wewenang, baik di perusahaan atau negara, sementara kontrol diri kita semaunya dan asal gue seneng. Jadilah ketidakjujuran, atau kebohongan disetiap gerak gerik kita. Coba amati kota Jakarta di jam-jam makan, wah macetnya, saking banyaknya orang-orang yang makan siang ke restoran mahal, atau TTM, teman tapi mesra, dan seterusnya. Ya, kalau gaji kita besar dan melimpah bisalah jalan, lha kalau gajinya biasa saja, sementara kebohongan dan gaya kita luar biasa, maka tentunya kita kepaksa cari obyekan kan. Kalau kita punya wewenang, ya bisa kita gunakanlah dikit, buat dapet tambahan fulus dan seterusnya.

Hmm, itulah kebohongan kita. Watu demi waktu tiada puasnya kita selalu memelihara kebohongan kita. Sama teman bohong, sama bos juga, sama keluarga sami mawon. Padahal hati nurani kita kadang ngingetin, tapi kalau sudah biasa dan parah, ah jadi masa bodohlah semuanya, nyang penting gue happy, banyak doku, mau bersenang-senang bisa, dan semua kenikmatan duniawilah, bodo amat.

Wahai kita semua, teman-teman, saudara, kita rasa bahwa kebohongan tidaklah akan berhenti kecuali kita sendiri yang menghentikan. Say no untuk bohong-lah. Kembali ke hati nurani kita. Ibaratnya kita berhitung 100%, maka janganlah semuanya bohong. Coba isi juga dengan kejujuran kita. Bolehlah bohong 50% lalu jujur sisanya. Dimaklumi, namanya juga manusia, dan hendaklah cukuplah itu bagian terbesar kebohongan kita, dan segera kurangi terus sampai kebohongan tinggal 40%, 30%, 5% dan berangsur-angsur hanya 1 atau 2% saja. Mustahil sebagai makhluk yang penuh godaan kita bisa 100% jujur. Jadi meski kebohongan adalah manusiawi, namun janganlah kebohongan mengambil alih kita. Kendalikan dan kuasai kebohongan itu dan gunakan hanya pada saat yang tepat, dan itupun 5% saja yaa.