Tidak kurang dari 10,000 tempat mangkal tukang ojeg di jabodetabek. Hm luar biasa ternyata bisnis transportasi yang tidak pernah didata resmi oleh Pemerintah ini. Kompas memberitakan hari ini, bahwa usai kenaikan bbm dan semakin banyak perusahaan merumahkan karyawannya, pun semakin banyak pengangguran, jumlah pengojeg makin menjamur. Bila kita hitung tempat mangkal ojeg yang 10,000 dengan asumsi tiap mangkal ada 5 atau 10 pengojeg saja, artinya terdapat 50 sampai 100 ribu tukang ojeg tersebar di seantero megapolitan Jakarta raya ini. Di beberapa tempat seperti di pertigaan, atau perempatan di Jakarta saja, satu tempat mangkal bisa terdapat 20 atau 30 tukang ojeg, sehingga keseluruhan jumlahnya bisa lebih dari 100 ribu.
Tukang ojeg memang dibutuhkan oleh masyarakat yang mengejar waktu entah menuju kantor, kampus atau tujuan lainnya. Tanpa keberadaan mereka, kita akan kesulitan bila misalnya kesiangan dan harus mengejar waktu, mengejar jadwal kereta atau bahkan jadwal pesawat terbang. Dus keberadaan ojeg bagi masyarakat akan memberikan keuntungan dari sisi mengelola waktu. Tukang ojeg sekarang juga canggih, karena umumnya mereka punya HP, jadi bila kita membutuhkan tinggal panggil dan datanglah mereka ke depan rumah kita. Bila sudah langganan tentunya tariff sudah biasa dan tanpa tawar-menawar lagi.
Kebutuhan waktu ini tentunya harus dibayar lebih, karena tariff ojeg akan lebih mahal dari tariff angkot/bus. Selain biaya yang lebih mahal ojeg juga punya keterbatasan dimana penumpang dengan bawaan banyak akan sulit dan tidak bisa mengojek. Kenyamanan juga hal yang tidak bisa diharapkan bila kita mengojek. Bau asap kendaraan lain, badan siap mengikuti gerakan tukang ojek yang akan bermanuver di sela-sela kendaraan lainnya.
Dari sudut pengguna jalan, sebagaimana kendaraan roda dua lainnya, akan sangat mengganggu ketertiban dan antrian di jalan karena umumnya motor tidak mau antri di belakang mobil. Perilaku tukang ojeg dan pengemudi motor lainnya cenderung tidak mau mengalah meskipun melaju bukan pada jalurnya. Sering terjadi jalur lawan diambil dan dipenuhi motor yang berakibat kendaraan dari arah lawan sulit melaju.
Banyak tempat mangkal ojeg yang tidak tertib seperti di mulut jalan tol, perempatan maupun daerah padat lalu lintas lainnya. Sering terjadi bus atau angkutan umum lain datang dan menurunkan penumpang langsung diserbu pengojek ini. Praktis terjadilah adu balap semrawut sekian banyak pengojeg yang memburu penumpang yang turun kendaraan umum. Tambahan, begitu sulitnya pengojek ini diatur dan ditertibkan, Bila hanya polisi pengatur lalu lintas biasa yang menertibkan jangan harap segera dipatuhi. Pengojeg biasanya main kucing-kucingan, tertib sebentar polisi lengah kembali lagi menyebar bak lebah menyerang. Bila diturunkan sejumlah polisi bersenjata lengkap, mau tertiblah mereka. Hanya, apakah polisi akan terus menerus menungguin pengojek, rasanya juga tidak, sehingga ketertiban hanya berjalan sebentar dan selebihnya semrawut. Padahal bila mau antri, tertib dan berbaris rapi, disamping jalanan lancar, semuanya juga kebagian penumpang, demikian logikanya. Namun hal sederhana ini saja sulit terwujud, karena ya factor pengojeknya ya factor penumpangnya yang mau saja naik pengojek semrawut.
Ojek motor belakangan menjadi fenomena yang menarik, Didukung dengan kemudahan kepemilikan roda dua oleh industri motor. Bahkan tanpa uang muka, kita bisa memiliki motor dan tinggal membayar angsuran tiap bulannya. Banyak yang spekulasi di sini. Bermodalkan KTP, KK maupun slip gaji-entah dari mana dapetnya, seseorang bisa segera memegang motor baru. Dipakailah motornya mengojek dan mulailah aksi kejar setoran dimulai. Dari pagi buta sampai malam hari pengojek beraksi memburu penumpang. Hal ini juga yang mendorong perilaku pengojek sulit diatur, karena kondisi kejar setoran buat bayar motornya serta tentunya buat dapur ngebul. Sering juga terjadi mereka kesulitan mengangsur dan bersiaplah sewaktu waktu motornya diambil oleh dealernya.
Meski pelik nan rumit balada pengojek yakni biang semrawut di jalanan, sulit diatur dan sering mengabaikan rambu jalan, pengojek juga menanggung resiko. Tidak sedikit mereka dirampok oleh penumpang, tentunya penjahat yang menyamar sebagai penumpang ojek. Tidak jarang pula yang dilukai sebelum motornya diambil, dan bahkan satu dua ada yang dibunuh karena melawan saat mau diambil motornya.
Kenapa transportasi roda dua ini tidak dilegalkan saja ya dengan pengaturan oleh Pemerintah, disiapkan jalur motor dan tempat ngetem/terminal ojeknya, ditentukan tarifnya dan seterusnya. Apakah hal ini sulit? Mungkin juga, mengingat begitu mudahnya menjadi pengojek hanya dengan bekal motor dan ketrampilan mengendarainya. Pengaturan angkot dan trayeknya saja kadang masih overlapping dan over trayek. Namun bila pengojek hanya dibiarkan saja juga tidak bijak mengingat ini menyangkut public service. Tentunya segala sesuatu tentang public, pemerintah sebaiknya juga terlibat, gimane,,,,,,