Tuesday, April 18, 2006

TV Nasional

Hari-hari kita selalu disertai dengan acara-acara TV dari berbagai stasiun TV yang ada. Acara TV sudah merupakan kebutuhan dan kehidupan kita sehari-hari. Dinamika hidup kita berubah dan berwarna dengan semakin banyaknya stasiun TV. Tentunya masih segar dalam ingatan kita ketika TV masih didominasi oleh TV milik negara yakni TVRI. Acara TV terbatas dan tidak banyak pilihan. Yang jelas selalu ada acara wajib yakni Siaran Dalam Berita. Dari kubu hiburan ada acara Aneka Ria Safari dan acara hiburan lagu-lagu sejenis. Dari film dewasa ada beberapa film Hollywood lama semacam Wild wild west, The six million dollar man atau Time Tunnel. Film kartun pun ada semacam Woody Wod Pecker. Film anak-anak seperti Rin Tintin dan seterusnya. TV kala itu juga berhasil mengorbitkan bintang legendaries macam Benyamin atau Bing Slamet. Juga grup musik macam Keos Plus, Bimbo, Soneta maupun Dlloyd. Bintang nyanyi macam Titik Puspa, Ebiet, Rhoma dan sebagainya.

Ketika itu TV juga merupakan barang mewah dan tidak semua rumah punya. Di desa-desa umunya hanya pak Lurah yang mampu membeli TV merk National atau Grundig yang gedenya sebesar lemari. Ketika listrik belum masuk umumnya digunakan Accu yang membutuhkan charger setiap arusnya habis. Tidak jarang jam putar TV diatur sesuai sisa arus di Accu. Bila orang tua menyukai acara wayang orang maka TV belum diputar sampai acara dimulai. Jadilah halaman rumah pak Lurah layaknya pasar malam dimana warga sekampung ngumpul menunggu TV di setel.

Dengan masuknya listrik sampai ke desa-desa disertai bangkitnya industri elektronik perlahan TV semakin banyak dimiliki. Setelah tahun 1990-an praktis TV menjadi komoditas yang umum dan banyak dimiliki keluarga di kota maupun desa. Penyedia siaran TV pun bertambah dengan masuknya swasta. Mula-mula ada RCTI, kemudian TPI, SCTV, Indosiar dan sebagainya. Sekarang tidak kurang dari 9 stasiun TV berskala nasional dan masih banyak TV lokal melakukan siarannya.

Jenis dan model TV-pun semakin canggih. Dari awalnya hanya hitam putih, kemudian berwarna dengan suara mono, menjadi stereo. Berikutnya ada suara Nicam, disertai gambar yang semakin tajam. Model TV-pun berkembang dari bentuk konvensional, menjadi bentuk datar, bentuk wide body dan terakhir ada TV plasma. Yang jelas acara TV-pun menjadi sangat beragam. Pada awalnya sempat ada segmentasi acara, seperti TPI dengan siaran pendidikannya, RCTI dengan siaran berita, maupun Indosiar dengan unggulan sinetron dan seterusnya. Namun perlahan segmentasi tadi membaur dan masing-masing stasiun bebas menyusun acaranya semenarik mungkin.

Dalam perkembangannya masih muncul stasiun TV seperti Metro TV, Trans TV, Latifi, Global TV, TV-7 maupun O-Channel. Stasiun TV tadi sebagian adalah milik grup media cetak seperti Media grup yang memiliki Metro, TV-7 yang diinduki oleh Harian Kompas. Atau sebaliknya seperti RCTI mencoba membuat unit media cetak yakni Koran Sindo. Dengan semakin bertambah banyaknya stasiun TV maupun jaringannya dengan media cetak yang jelas masyarakat akan memiliki keuntungan. Pilihan acara TV semakin banyak dan memenuhi kebutuhan masyarakat.

Produk derivative dari keberadaan industri TV-pun semakin tumbuh subur. Banyak Production House yang membuat beragam sinetron dan film. Bidang advertising pun melesat tajam dengan semakin perlu beriklan di TV. Hampir semua produk consumer, supplies ataupun komoditas lainnya berlomba mengiklankan produknya. Konon omzet dari periklanan ini bisa mencapai triliunan rupiah per tahunnya. Bagi stasiun TV pendapatan dari iklan juga menopang operasional siarannya. Bahkan TVRI yang merupakan satu-satunya stasiun TV milik negara-pun kini menerima dan menyiarkan Commercial Break berupa iklan.

Dampak dari meluasnya industri penyiaran TV sangatlah terasa bagi masyarakat luas. Ada dampak yang positip maupun negatif. Diharapkan masyarakat pandai memilah dan memilih siaran yang bermanfaat dan sesuai kebutuhannya. Sebaliknya bagi industri penyiaran dibutuhkan juga kualitas siaran mereka selalu ditingkatkan dan tidak semata mengejar rating. Dengan perkembangan IT konon rating TV bisa diketahui langsung dari seberapa banyak acara TV dilihat oleh masyarakat. Umumnya sih rating tertinggi ya masih seputar acara sinetron atau film. Hanya sempat disayangkan bahwa masih banyak sinetron kita yang kurang membumi dan banyak menjual cerita seputar ketenaran, kekayaan, kecantikan maupun atribut dangkal lainnya.

Hal ini barangkali merupakan timbal balik bahwa tingkat kemajuan pemikiran masyarakat kita baru sebatas menyukai hiburan semacam itu. Sehingga dibutuhkan kerjasama dan pengembangan secara bersama-sama dari penyedia siaran, masyarakat dan pemerintah agar acara TV nasional semakin bermutu.