Ada hal yang cukup berkesan ketika saya menjadi karyawan sebuah pabrik Elektronik. Awalnya perusahaan kita begitu bergengsi dengan misal jemputan karyawan adalah bus ber-AC. Ketika itu dalam komplek industri dimana pabrik berada, hanya satu-satunya kita yang diantar jemput dengan bus ber-AC, sementara pabrik lainnya boro-boro AC, busnya juga ala kadarnya. Sekitar dua tahun kita berbangga dan sering jalan membusung dada ketika turun dari bus ber-AC sementara karyawan pabrik lain dengan iri melihat hal ini. Akhirnya, sebagaimana perusahaan Jepang lainnya yang selalu menjalankan program cost down di segala sisi jemputanpun terkena dampaknya.
Ganti bus ber-AC dengan bus non AC demikian keputusan manajemen. Ya sudah kita karyawan hanya menerima dan sabar saja, toh masih tetap bus dari perusahaan otobus besar meski tanpa AC. Eee program cost down ternyata terus memburu berbagai sisi yang biayanya dianggap besar. Satu tahun karyawan menerima kondisi penurunan kenyamanan ini, ternyata masih belum cukup. Bus antar jemput yang semua bus-bus baru dengan brand mercy pun diganti bus-bus butut nan tua bikinan 1970-an,,. Wah nampaknya ini sudah agak kelewatan demikian benak karyawan. Ternyata dugaan karyawan benar belaka dimana selain busnya butut, sopirnya juga butut eh maksudnya nyopirnya ngawur dan yang paling parah kondisi bus seperti rem sangat tidak terawat. Tidak satu dua kali bus-bus itu nyelonong jika di rem dan ditimpa cara mengemudi ugal-ugalan menjadikan karyawan terusik kenyamanannya.
Mestinya kita tidak perlu memusingkan hal-hal ini dan dapat lebih focus pada pekerjaan, namun mau gimana kalau sudah menyangkut safety di jalan. Normalnya kita harus melakukan koreksi kan. Akhirnya karyawan kompak dan bicara dengan manajemen, tolong busnya diperhatikan lagi, jangan asal nyewa bus yang murah saja. Diskusipun seru dan meriah karena dua kepentingan berbenturan, sampai orang Jepang banyak yang turun bicara. Ketimbang banyak debat tanpa hasil, makanya kita ajak orang Jepangnya naik bus dan minta sopir melakukan maneuver-nya.
Berada di bus butut dengan berbagai suara berisik karena parahnya bus ditimpali rem yang tidak langsung berhenti saat diinjak ternyata cukup menakutkan orang Jepangnya. He he baru tahu dia kalau belum mengalami kan. Singkat cerita orang Jepang memahami apa yang disuarakan karyawan dan berjanji akan melakukan evaluasi. Perusahaan otobus dipanggil dan dinego agar bus yang dioperasikan haruslah yang layak jalan. Janjipun ditepati dan dipilihlah bus-bus terbaik untuk jemputan kita. Satu masalah teratasi dan kembali kita bisa bekerja dengan tenang.
Bahkan karena pertimbangan lainnya, akhirnya kita mendapat bus-bus yang lebih layak setelah perusahaan mengganti dengan perusahaan otobus yang pertama. Demikian berjalan terus sampai saya resign dari perusahaan tahun 1995 lampau.
Friday, August 04, 2006
Mengalami
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment