Tuesday, August 15, 2006

Time is (NOT) money

Pernahkan kita bepergian dengan jarak yang normalnya ditempuh 30 menit menjadi 3 jam. Pernahkan kita melakukan suatu urusan yang hanya makan waktu 10 menit namun perjalanan bolak baliknya mencapai 5 jam? Bila anda tinggal di suburban Jakarta dan setiap hari harus bolak balik ke jantung kota dari rumah kita dipinggiran atau di luar kota maka pengalaman di atas akan sering dilakukan. Bahkan saya pernah membuktikan bahwa ternyata jalan kaki (cepat) pada jam sibuk bahkan lebih cepat dari naik mobil ! Saya jalan sekitar 2 km dari jalan Thamrin menuju Semanggi dan cukup butuh 20-an menit, sementara bila kita naik mobil pada jam sibuk bisa makan waktu 45 menit sampai 1 jam.

Konon segala sesuatu yang normal di negara lain begitu dipraktekan di Indonesia belum tentu hasilnya sama, biasanya hasilnya akan aneh-aneh. Orang Eropa-pun akan berpikir seribu kali sekedar memboyong sebuah mobil Bentley atau Rolls Royce ke garasi meskipun cukup uang untuk membelinya. Karena mereka lebih realistis dalam bertransaksi dan memiliki barang. Bagaimana di Indonesia atau khususnya Jakarta, itu mobil bakal pasti ada yang membeli meskipun harganya mendekati 10 milyar misalnya. Dan apakah alasannya, ternyata seputar prestige atau exclusive belaka.

Coba datang ke tempat-tempat makan malam bergengsi di Jakarta di amati begitu royalnya tamu atau pembeli mengobral tips dengan recehan katakanlah 20 ribuan, sementara terlampau banyak kaum papa, anak terlantar, kaum jompo bergelimpangan di jalan-jalan dan pembeli yang tadi royal-pun tidak tergetar hatinya melihat hal ini dari dalam mobilnya nan mewah dan nyaman. Boro-boro melempar recehan 20 ribuan, paling banter koin 100-an, 200-an atau bahkan tidak sama sekali.

Ada lagi soal gengsi dan kebanggaan kalau bisa katakanlah menggunakan produk import, atau latah menyekolahkan anaknya ke Singapura atau Amerika. Atau bila memang uang banyak maka mobil keluarga haruslah 4 yakni buat ngantor, buat shopping istri, ngantar anak sekolah dan buat stand by di rumah. Jadilah memang kita jor-joran belaka soal gaya hidup. Eh nglantur nih, tadi ngomong apaan sih, oh ya soal waktu ternyata ya, judulnya saja time is,,,. Benar bahwa kadang waktu di tempat kita ini bukanlah hal yang berharga. Di tempat kerja bisa saja kita meeting berjam-jam, tapi kadang apa hasilnya. Nah yang ini memang related dengan teknik dan perencanaan meeting yang efektif seperti apa, namun tetap waktu turut terlibat.

Masalahnya adalah bahwa kondisi fisik kita, kondisi jalan, kondisi transportasi kita, tata ruang kota, tata jalan, perempatan, pasar, kaki lima, perilaku pemakai jalan dan sembarang hal yang berhubungan dengan akses lalu lintas orang dan barang sangatlah memprihatinkan. Hingga praktis segalanya mampet pada saat jam sibuk, dan belakangan pada hampir sembarang waktu jalanan macet. Jadilah slogan hebat waktu adalah uang, waktu adalah ilmu atau waktu adalah investasi menjadi berantakan semua. Waktu ternyata memang tidak berharga manakala terbentur dengan kondisi akses transportasi nan semrawut.

Sebuah media menyebutkan penjualan motor 2005 tembus 5 juta unit, hmmm coba kita jejerkan motor itu katakanlah 1,5 meter dikali 5 juta, nah berapa kilometer tuh panjangnya. Dewasa ini di jalanan kendaraan roda dua lah rajanya. Makanya bagi yang mobilisasinya kebetulan naik mobil atau angkutan umum, mesti siap-siap mengalah dan mengorbankan lebih banyak waktu. Saking banyaknya motor saya pernah menghitung di perempatan jalan pas tidak ada polisi. Bila kita mengendarai mobil dan sekedar ingin belok saja, mesti menunggu diserobot puluhan motor barulah bisa nyelip satu mobil. Katakanlah 50 motor lewat baru sebuah mobil berkesempatan belok.

Akhirnya hakikat kita membangun sarana transportasi guna pencapaian kemajuan dan kesejahteraan rakyat kadang ironis. Lha jalan kaki saja malah lebih cepat ketimbang naik mobil kan artinya bikin jalan dan mobil malah nggak bikin efektif toh. Bikin motor untuk menggerakan ekonomi dan mendongkrak transportasi malah menjadi biang dari segala kesemrawutan dan kemacetan belaka. Nampaknya kita harus redefine ulang segala bentuk kegiatan pembangunan sarana transportasi kita agar selaras dengan efektifitas waktu.

No comments: