Monday, September 11, 2006

Mengelola

Minggu siang jam 13.00 WIB ditayangkan di TV 7 siaran langsung motoGP di Circuit Sepang , Malaysia. Melihat gelaran-nya yang begitu akbar dan berkelas internasional, serta nuansa Circuit yang megah, bersih dan canggih, dimana tidak kalah dengan Circuit serupa di berbagai negara menggambarkan betapa Malaysia telah mencapai ambisinya menjadi tuan rumah salah satu olah raga palig bergengsi sejagat. Kita tidak hendak membahasnya namun kita hanya ingin mengambil satu prestasi bahwa negara sekelas Malaysia mampu membangun Circuit yang tentunya membutuhkan biaya triliunan rupiah - dengan mata uang kita. Sekaligus kita juga belum lupa bahwa kita pernah memiliki mimpi yang sama yakni membangun Circuit Sentul dan menjadi tuan rumah lomba otomotif global. Konon biaya untuk membangun Sentul jauh lebih mahal ketimbang Sepang.

Ternyata kita masih terus nakal dan kurang bisa mengelola dana yang notabene uang rakyat. Ibaratnya kita dan Malaysia mendapat mandat dan tugas yang sama, ini ada dana silakan digunakan membangun Circuit olahraga dan targetnya adalah menjadi tuan rumah rutin ajang lomba olahraga dunia. Kita mendapat dana besar dan betul membangun Circuit namun nyatanya sekarang Circuitnya nganggur dan hanya digunakan untuk lomba lokal belaka. Sementara Malaysia berhasil dan sukses membawa berbagai event dunia diadakan di Sepang dan tentunya arus wisata-pun dengan sendirinya ikut terdongkrak.

Sedah terlampau lama kita selalu berargumen untuk membangun ini itu selalu bilang tidak punya cukup uang. Membangun jalan tol katanya tidak punya cukup uang, membangun Irigasi juga sami mawon tidak punya cukup uang. Lha uangnya memang kemana selama ini, apa lenyap ditelan bumi toh. Coba kita lihat, pemungutan pajak jalan terus, penggalian sumber daya alam seperti minyak, batu bara, tambang, hutan dan masih ditambah masuknya hutang luar negeri yang katanya buat ngedongkrak anggaran belanja kita. Dari kesemuanya tadi kira-kira apa hasilnya yang bisa kita realisasikan? Apakah jalan tol kita sudah menjangkau berbagai kota di jawa, sumatera, sulawesi, Kalimantan, papua dan seterusnya, rasanya belum. Apakah kita memiliki banyak Irigasi yang menjangkau sawah-sawah rakyat, ini juga belum. Punyakah kita pabrik-pabrik yang menghasilkan berbagai produk kebutuhan rakyat, pabrik pupuk, pabrik semen, pabrik tekstil, pabrik gula, pabrik padi dan seterusnya, iya memang ada namun lebih banyak yang mulai tutup nampaknya.

Kita mencoba melompat, kenapa negara lain mampu membangun gedung bertingkat yang tingginya 500 meter, stadion olah raga nan megah, jembatan yang hebat, sarana transportasi terpadu canggih nan nyaman dan seterusnya. Tentunya mereka tidak bilang tiudak punya cukup dana, karena ini klise dan membohongi. Yang jelas mereka bisa mengelola sumber daya yang ada dan mengubahnya menjadi produktif demi meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Bagaimana dengan kita, sudahkah kita mengelola sumber daya yang kita miliki dengan baik. Itu stadion bola di Jakarta konon dibangun era Soekarno. Itu monas juga oleh Soekarno. Lha dari merdeka tahun 1945 sampai hari ini nampaknya apakah yang sudah bisa kita wujudkan? Kecuali dengan memiliki katakanlah 60 juta rakyat miskin, hutang yang milyaran dollar, kerusakaan hutan, air dan sumber daya alam lainnya serta prasarana yang jauh dari memadai, kiranya apakah yang sudah kita bangun sebenarnya.

Seharusnya kita sebagai negara dengan modal kekayaan alam besar dapat mengelola dan menjadikan Negara kita makmur dan kaya. Apakah ada yang bilang sumber daya alam kita lebih sedikit dari Jepang? Dari Korea? Dari Australia sekalipun tidak, justru kita lebih banyak kan, namun bagaimana hasil fisik yang kita capai dibandingkan Negara tadi.

Mengelola dan moral yang tulus adalah nampaknya benang merah yang kita perlu berkaca. Kemanakah larinya hutan-hutan yang sekarang gundul, berbagai pulau cantik yang pasirnya digerus, berbagai tambang yang dikeruk negara lain. Kemana larinya pajak triliunan yang dikutip dari jutaan rakyat. Marilah kita semuanya membuka mata bathin kita, ikhlas-kah kita membangun negeri ini. Retorika, lips service dan berbagai keformalan kita selama ini nampaknya tidak membuktikan apapun, kecuali makin menangisnya ibu pertiwi dan makin nelangsanya rakyat kita.

No comments: