Thursday, November 02, 2006

Masih Seputar Mudik

Membahas mudik memang tidak ada habisnya. Ritual ini selalu berulang dari tahun ke tahun. Kira-kira tepatnya fenomena mudik mulai dari tahun berapa yaa, nampaknya agak sulit menjawabnya. Saya sendiri sejak empat belas tahun silam selalu mudik ke kampong halaman. Pengalaman mudik-pun beragam mulai dari jarak tempuh normal 10 jam antara Jakarta ~ solo, sampai pernah mengalami 26 jam saking macetnya. Waktu mudikpun pernah merasakan muai dari seminggu sebelum lebaran , malam lebaran itu sendiri maupun habis lebaran. Suka duka mudikpun pernah kita alami mulai dari makan berbuka di pinggir danau ambarawa, sampai ban pecah di sekitar Tegal. Hanya tahun ini kita absent mudik karena berbarengan dengan suatu urusan yang cukup penting.

Meskipun tidak mudik, namun kerabat, teman, relasi, semuanya mudik dan senang berbagi cerita serunya mudik. Ada yang sampai menempuh 27 jam untuk jarak solo ~ Jakarta sampai terjebak macet di boyolali berjam-jam. Yang cukup mengangetkan adalah banyaknya pemudik roda dua atau sepeda motor. Alat transportasi roda dua itu memenuhi jalan sampai memenuhi jalur kendaraan lainnya. Praktis terjadi kemacetan dan kesemrawutan di berbagai ruas jalan karena banyaknya kendaraan roda dua ini. Kono kenaikan jumlah pemudik yang menggunakan roda dua meningkat sekitar 300% ! dari tahun kemarin.

Sebagaimana pernah diulas diblogs ini bahwa fenomena mudik membawa sekian dampak, juga beberapa kali termuat di artikel harian ibukota mengenai ritual mudik ini beserta ekses dan dampak negative positifnya. Terlepas dari semakin meningkatnya angka kecelakaan dan korban jiwa bahwa mudik memang membawa ekses dan pengaruh bagi warga pemudik maupun warga di kampong tujuan mudik itu sendiri. Secara umum pemudik mayoritas terjadi di pulau jawa yakni dari Jakarta menuju kota-kota di jawa barat, tengah maupun timur. Konon lagi jumlah pemudik mencapai jutaan orang. Andaikan satu orang membawa pulang uang satu juta dengan jumlah pemudik katakan lima juta maka terdapat uang lima triliun yang berpindah dan tersebar dari Jakarta ke tempat lainnya. Tentunya jumlah ini tidaklah sedikit dan apalagi ritual mudik hanya berkisar satu atau dua minggu.

Mudik ibarat bersilaturohmi dan menjaga hubungan kekeluargaan agar tidak terputus. Bayangkan bila perantau sama sekali tidak mudik maka dipastikan perlahan hubungan keluarga dengan orang tua dan handai taulan di kampong bakal terputus.

Sarana mudik utama yakni media transportasi serta termasuk infrastruktur jalan sangatlah berpengaruh bagi kelancaran mudik. Kiranya tahun demi tahun sudahkah tercapai kenyamanan pemudik, nampaknya merupakan pekerjaan rumah yang tak kunjung selesai. Dimulai dari kondisi jalan yang usai diperbaiki tidak lama rusak lagi karena kelebihan beban kendaraan berat. Praktis agenda yang tidak kalah seru-nya menjelang mudik adalah kegiatan atau project perbaikan jalan tersebut. Tentunya ada juga masalah turunannya selain kondisi jalan, yakni jembatan, pasar tumpah di pinggir jalan maupun kondisi sekitar jalan tersebut.

Pernah kita singgung di artikel blogs ini juga bahwa berapa panjang jalan tol yang berhasil dibuat pemerintah selama puluhan tahun yang ternyata baru berkisar ratusan kilometer belaka. Padahal untuk pulau jawa sendiri yang terdapat baik jalur utara/pantura, jalur tengah maupun jalur selatan tentunya memiliki total panjang jalan ribuan kilometer. Praktis baru sebagian kecil saja jalan yang berhasil dibangun menjadi tol.

Sarana transportasi yang nyaman dan terjangkau harganya oleh pemudik juga merupakan pekerjaan rumah lainnya. Saat ini tidak banyak sarana transportasi yang memberikan pilihan kenyamanan. Kereta api umumnya begitu terbatas kapasitasnya dan untuk berhasil mendapat satu kursi ibarat mendapat kejatuhan durian runtuh sekedar menggambarkan susahnya pesan tiket kereta api. Angkutan darat lain macam bus selalu penuh dan harga tiketnya membubung tinggi setiap waktu mudik tiba. Mode angkutan udara belakangan cukup meluas dan tiketnya berlomba diturunkan, namun tetap terhadang kondisi kapasitas, letak bandara yang jauh dan rawan macet, kondisi bandara yang semakin kurang nyaman dan berbagai kesulitan terkait lainnya. Kenapa hal ini menjadi logis bila pengguna mudik berkendara roda dua mengalami lonjakan tiga kali lipat. Bagaimanpun mudik tetap jalan terus.

No comments: