Bajak laut, buaya darat, kecoa bulukan, babon monyet, shiit, entah makian apa lagi yang pantas dilontarkan dus sekaligus minjem makian khas kapten Haddock, kenesan Ratu atau makian bule segala. Sekedar berjuang pengin ke kantor harus menempuh jalan layaknya offroad. Sengaja dari jauh hari mengambil rumah di daerah yang tidak buruk dan termasuk level menengah-lah tetap lingkungan sekitar kurang mendukung. Pagi-pagi harus ngantar anak sekolah dulu, kasihan kehujanan. Yap, hujan memang dari semalaman turun tanpa ampun. Praktis terbayang jelas rangkaian kemacetan membosankan di segala sudut. Tetangga depan rumah yang keluar jam 05.30 WIB harus kembali pulang sekitar jam 08.30 karena basah kuyup. Sang tetangga sengaja bawa motor dengan niat semula biar cepet, apa daya kemacetan-pun menghadang tidak saja mobil juga motor, yang akhirnya malah balik pulang. Entah sekalian nggak ngantor atau masih punya semangat balik ke kantor.
Saya sudah ragu-ragu pengin ngantor atau tidak, namun banyak agenda dan pekerjaan menunggu. Pengin bawa mobil saya urungkan ketimbang stress saya naik menghadapi kemacetan berjam-jam. Pengin bawa motor hujan layaknya mengejek. Setiap siap berangkat hujan menjadi deras, ditinggal duduk agak mereda, bangkit bentar hunaj mendadak deras begitu terus sampai terulang tiga kali. Akhirnya toh hidup mesti berlanjut, life must go on anyway dan kita wajib hadir kerja maka dengan membawa cadangan celana dan sepatu dibungkus saya nerobos hujan yang membosankan ini.
Benar perkiraan saya, genangan air setinggi ban menghadang di berbagai sudut. Rute yang saya ambilpun sudah milih jalan tikus, bukan jalan gajah lho. Jalur arteri dipastikan mampet dan tidak bergerak sama sekali. Belakangan ketemu orang di penitipan motor benar belaka, arteri total macet. Selain makin banyaknya mobil, jumlah motor-pun sudah di luar daya tampung jalan. Pokoknya ruwet habis. Waktu, bbm, tenaga, energi semuanya menjadi tidak berguna lagi. Mau sekeras apapun berpikir, secanggih apapun mengatur rute, macet ya tetap macet. Wong bergerak saja nggak bisa, mau maju, mundur aapalgi nyamping jelas tidak bisa. Hanya pasrah dengan situasi konyol ini. Dan ingat keadaan ini berjalan terus setiap datang hujan.
Wuih baru kali ini kita nerjang air setinggi ban motor. Beberapa kali sempat pengin jatuh dan sudah tak terkira celana basah semua. Gile berat nian perjuangan pengin berangkat kerja aja. Ini sebenarnya kemana saja uang atau pajak kita. Setiap tahun kita harus bayar pajak motor atau pajak mobil. Rumah kita ditarik pajak bumi dan bangunan. Beli ember plastic-pun kita kena pajak. Lha imbal balik yang kita terima mana. Boro-boro kita dapat kenyamanan di jalan namun yang terjadi malah stagnansi jalan yang semakin parah.
Pembahasan ini tentunya membosankan dan membuat kita semua semakin tidak nyaman. Namun setidaknya kita memiliki hak atas fasilitas dan lingkungan social yang sepantasnya, kenapa lagi-lagi kita sempatkan melontarkan kekesalan ini.
Akhirnya dengan badan basah kuyup kita menitipkan motor dan berganti celana. Hujan masih turun dan dengan berpayung koran kita berlari mencari mobil omprengan. Boro-boro kita disediakan bus atau mass transport yang nyaman, ini kita mesti naik mobil omprengan yang tanpa AC. Kalau pagi sih masih banyak orang ngantor nyambi ngompreng, dimana kendaraan bisa nyaman dan ber-AC. Di atas jam 08.00 tinggal mobil ompreng yang tanpa AC dan duduknya dijejal pula.
Perjalanan ke kantor ditempuh sampai tiga jam. Sempurna sudah penderitaan balada seorang karyawan swasta di kota yang konon diakui sebagai Ibukota sebuah Negara besar. Tidak ada yang bisa diperbuat dalam kondisi ini. Umpatan dan sesalan ini juga sekedar pengingat, kelak siapa tahu kita butuh mengungkap sebuah moment menyedihkan ini.
Wednesday, January 31, 2007
Damn it !!
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment