Say it by flower - kata pepatah, namun bias juga say it by number- dengan angka atau data maka apa yang dikatakan atau diinformasikan barangkali dapat berguna dan meminimalkan mis-informasi. Meski sebagian pihak kadang tidak sepenuhnya yakin dengan data yang decompile oleh BPS – Badan Pusat Statistik, namun tidak ada salahnya mencoba untuk mengangkat angka-angka tersebut agar bisa dicocokan dengan kondisi di sekitar.
Misalnya jumlah pulau di Indonesia status tahun 2006 adalah sebanyak 17,504. Dari jumlah ini yang sudah bernama sebanyak 9,870 sementara yang belum bernama berjumlah 9,634. Memang ada ungkapan apalah arti sebuah nama, namun nama ini dalam konteks batas, pengakuan atau kedaulatan Negara bisa menjadi masalah serius. Belum lupa rebutan pulau Sipadan Ligitan antara Indonesia dan Malaysia yang akhirnya dimenangkan oleh Malaysia. Saat ini Malaysia meng-klaim pulau Ambalat sebagai wilayahnya, juga meng-klaim berbagai produk dan budaya nasional. Belajar dari hal tersebut bagaimana status pulau yang belum bernama, apakah sebegitu susah memberikan nama dan meregister-kan, sudahkan saat ini dilakukan penamaan dan lebih jauh sosialisasi ke dunia internasional? Pan ada banyak menteri, departemen dan direktorat, penamaan pulau harus secepatnya dilakukan.
Indonesia memiliki sebanyak 75,666 desa/kelurahan dimana sebesar 33.24% atau sebanyak 25,154 desa/kelurahan berada di pula Jawa. Dengan terfokusnya desa/kelurahan di pulau Jawa sudahkah dibuatkan plan atau grand desain untuk menambah jumlah desa/keluarahan di luar Jawa, karena ini akan terkait sebaran budget dan distribusi pembangunan. Bila belum, kira-kira kapan dilakukan, karena sudah menjadi hal umum bahwa prasarana dan infrastruktur lebih terpusat di pulau Jawa ketimbang di luar Jawa. Kalimanta, pula terbesar kita memiliki luas 544,160 km2 atau sebesar 28,48% dari total wilayah Indonesia. Namun sarana transportasi di pulau tersebut jauh dari memadai dan banyak moda dilakukan lewat sungai atau udara. Minimalnya infratruktur ini tentu akan berpengaruih terhadap investasi, pembangunan dan perekonomian setempat.
Proyeksi jumlah penduduk tahun 2009 adalah 231,370 sementara proyeksi tahun 2015 perkiraan jumlah penduduk adalah 247,623. Tentu menjadi tugas pemerintah dan masyarakat untuk bisa mengontrol kelahiran anak agar sesuai dengan kemampuan keluarga dalam membesarkan anak yang sehat dan berpendidikan cukup. Saat ini masih banyak keluarga yang memiliki anak diluar kemampuanya membesarkan secara sehat dan berpendidikan. Akibat dari keterbatasan ekonomi ini masih banyak anak yang hanya mengenyam pendidikan dasar/menengah. Hal ini ke depan turut merugikan masa depan anak akan daya saing dan akses mendapat pekerjaan yang memadai.
Kepadatan penduduk juga masih bervariasi antara 7 orang/km2 untuk Papua, atau 13 orang/km2 untuk Kalimantan, dibandingkan 12,355/km2 untuk DKI Jakarta atau 1027/km2 untuk Jawa. Dengan sebaran tersebut maka sejumlah 58% terkonsentrasi di Jawa sementara hanya 2.23% yang bermukim di Maluku dan Papua misalnya. Secara rinci sebaran penduduk adalah Sumatera 49juta, Jawa 134juta, Bali Nusra 12juta, Kalimantan 13juta, Sulawesi 17juta serta Maluku/Papua 5juta. Sebaran yang sangat tajam ini sudah diupayakan pemerataanya dengan program transmigrasi dan pembangunan daerah tertinggal namun belum menampakan hasil yang maksimal. Secara alamiah mereka akan terfokus di pulau atau lokasi yang lengkap prasarananya dan banyak kesempatan pekerjaan.
Angka kematian bayi tertinggi terjadi di NTB sebesar 43.51 sementara yang terendah terjadi di DKI Jakarta dengan 10.95. Angka kematian bayi terkait erat dengan persoalan kecukupan gizi dan edukasi tentang hidup sehat. Angka kematian bayi juga parameter penting bagi institusi internasional melihat keberhasilan pembangunan suatu Negara.
Berikutnya angkatan kerja nasional berjumlah 111.95juta dengan komposisi mereka yang bekerja sebanyak 102.55juta dan pengangguran terbuka sebanyak 9.39juta orang. Namun dengan banyaknya para pencari kerja baik formal maupun informal apakah kondisi tersebut memang gambaran yang sesungguhnya? Bila dibandingkan dengan Negara maju seperti Amerika Serikat tingkat penganggurannya mencapai 10% sementara Kanada sekitar 8%. Artinya apakah benar komposisi pekerja dan pengangguran kita hampir sama dengan Amerika Serikat. Ditambahkan pada data tersebut angka setengah pengangguran/underemployement nasional besar-nya 31.09juta.
Sementara dari penduduk yang bekerja 102.55juta tadi sebaran berdasarkan tingkat pendidikan adalah Tidak tamat SD 18.42%, SD 35.84%, SLTP 18.57%, SLTA 20.63% dan Universitas 6.58% saja. Dari sebaran ini diperoleh gambaran kualitas tenaga kerja yang didominasi oleh hanya lulusan SD, Sekolah Menengah dan bahkan tidak tamat SD, sementara hanya sebagian kecil, 6.58% adalah mereka pekerja dengan background Universitas. Hal ini barangkali, disamping tingkat perkapita/kemakmuran yang relative rendah juga masih kecilnya penduduk yang mengenyam pendidikan tinggi, sekitar 6.7juta dari 102.55 juta- yang menempatkan kita masih sebagai Negara berkembang- kalau tidak disebut terbelakang bila dibandingkan dengan Negara maju lainnya. Apalagi pendidikan tinggi disini tersebar dari D1, D2, D3, Akademi/Politeknik, selain Institut/Universitas, jadi akan makin sedikit lagi berapa sebenarnya pekerja dengan kualifikasi S1, dan apalagi S2/S3. Dari jumlah pekerja 102.55juta yang berumur antara 25 – 29 tahun hanya sekitar 15.12juta saja.
Upah minimum per tahun 2007 secara rerata hanya Rp. 673,300 dimana yang terkecil adalah sebesar Rp. 448,500 dan terbesar Rp. 987,000. Besarnya kebutuhan hidup minimum nasional secara rerata adalah Rp. 766,350. Rata-rata gaji/pendapatan per pekerja tahun 2008 badalah Rp. 1,158,085 per bulan. Dari angka-angka tersebut bisa diperoleh gambaran kemampuan ekonomi setiap pekerja- ingat setiap pekerja dimana mereka masih harus menanggung nafkah dan kebutuhan hidup sekeluarga. Barangkali anda yang berpendapatan antara 3 sampai 5 juta perbulan saja masih ngos-ngosan dan susah mengikuti harga-harga barang/jasa dan biaya sekolah yang semakin mahal apalagi yang hanya sejuta atau kurang.
Artinya begitu besarnya agenda dan pekerjaan rumah pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya yang barangkali perorangnya mendapatkan gaji/pendapatan sekitar 200 sampai 300 ribu per bulan, bila misalnya rerata gaji tadi dibagi jumlah anggota keluarga 3 atau 4 orang. Sehingga hari ini, sangat ironis- di sekitar kita, terlihat kesibukan para pemimpin negeri ini yang saling tuding dan saling mencari kebenaran masing-masing. Jadi kapan waktu, energi dan pikirannya akan tercurah hanya untuk mensejahterakan rakyatnya, kok nampak semakin sayup.
Tuesday, November 10, 2009
Say It By The Number
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment