Wednesday, January 20, 2010

Pendidikan & Pengangguran


Adalah cukup memprihatinkan melihat jumlah pengangguran yang semakin meningkat. Angka pengangguran mendekati 10 juta orang pada 2009. Bila anda sudah berkeluarga, memiliki dan menyekolahkan anak, sering terlintas, bagaimana kelak mereka akan mencari pekerjaan. Saat ini saja banyak lulusan sekolah bahkan universitas kesulitan mencari pekerjaan. Setiap tahun selalu ada gap antara jumlah lulusan dengan lapangan pekerjaan yang tersedia. Ironisnya sering dunia kerja menuntut dan menilai lulusan universitas tidak memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan.

Dunia pendidikan sudah begitu lama menghadapi permasalahan bagaimana mendidik dan mencetak lulusan yang siap kerja. Bahasa keren-nya bagaimana lulusan dapat memenuhi link and match dengan dunia kerja. Memang tidak mudah karena ini menyangkut sumber daya dan proses yang sangat panjang. Konon jenjang sekolah sudah sedemikian lama dan menyita umur dari siswa didik. Bila dirunut seorang anak mesti mulai dari playgroup/TK, SD, SMP, SMU dan Universitas. Total waktu yang dibutuhkan adalah sekitar 19 tahun. Andaikan seorang anak mulai masuk TK umur 4 tahun maka ia akan lulus setelah usia 23 tahun. Begitu lulus masuklah dia pada kelompok pencari kerja. Belum tentu dalam dua atau tiga tahun pekerjaan bisa diperoleh, ibaratnya biaya sekolah yang dikeluarkan belum ada return-nya.

Jumlah pekerjaan yang tersedia umumnya tidak sebanding dengan pencari kerja, sehingga timbul pengangguran. Tidak jarang terdapat pekerjaan tertentu yang membutuhkan kulifikasi sulit sehingga tidak semua lulusan memenuhi persyaratan. Permasalahan bertambah manakala biaya pendidikan saat ini semakin mahal. Jangankan biaya sekolah SMU atau Universitas, biaya sekolah TK atau SD pun semakin mahal. Sekolah berebut memasang biaya mahal bagi calon siswanya. Anda barangkali masih ingat pemerintahan terdahulu menjanjikan biaya SD gratis, yang kemudian akan disusul dengan SMP dan SMU digratiskan biaya sekolahnya. Saat ini janji itu tinggalah janji dan jauh dari kenyataan.

Dunia pendidikan memang bukan bisnis atau industri, namun globalisasi telah menggesernya ke arah domain bisnis dan industri. Sekolah saat ini dikelola secara bisnis dengan tujuan optimlaisasi sumber daya dan menghasilkan output yang lebih baik. Seorang dosen senior di Jogya mengatakan besarnya biaya mahasiswa per tahun sekitar 20 juta rupiah. Sementara besarnya SPP sebuah universitas negeri hanya berkisar 3 atau 5 juta per tahun, meski memang ada biaya pangkal saat masuk. Tetap masih terdapat selisih biaya yang harus ditutup universitas. Beruntung bila status universitas tersebut negeri artinya mendapat subsidi dari Negara. Kurangnya tinggal mencari sendiri dari berbagai sumber. Tidak jarang sebuah universitas membuat unit bisnis untuk mendukung pendanaan pendidikan. Jer basuki mawa bea, ujar bijak dari jawa, bahwa untuk mencapai suatu tujuan diperlukan biaya. Dalam hal ini sekolah swasta menanggung beban yang lebih besar. Mereka harus memenuhi biaya operasional tanpa bantuan dari Negara.

Kembali kepada link dan match antara dunia pendidikan dan dunia kerja, adalah kondisi yang ideal. Namun belum seluruh lulusan dari berbagai jurusan di universitas yang mencapai tahap tersebut. Meski memang ada KKN dan praktek bagi mahasiswa namun porsinya relative kecil dan ibarat baru sebatas permukaan dari dunia kerja yang sangat luas. Itulah kenapa dunia kerja biasanya menyediakan berbagai pelatihan bagi karyawan yang direkrut. Rasanya dunia pendidikan di Negara maju-pun belum bisa memenuhi kondisi ideal yang dituntut dunia kerja.

Bicara kondisi pendidikan dan pengangguran sekaligus cerminan tingkat kesejahteraan rakyat. Konon batas mereka dikatakan miskin adalah bila konsumsi per hari di bawah 2 dollar atau sekitar 20 ribu rupiah. Maka bila seseorang mampu membelanjakan diatas 20 ribu per hari sudah termasuk bukan miskin. Batas ini sungguh sangat rendah dan memprihatinkan.

Akhirnya bahwa pendidikan adalah tanggung jawab bersama keluarga, masyarakat dan Negara. Setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan yang layak. Masih banyaknya anak yang tidak bersekolah adalah tanggung jawab Negara. Menjadi tugas yang berat meng-elaborate pendidikan yang bermutu dan kesempatan pemeratannya bagi seluruh masyarakat. Makin meningkatnya jumlah pengangguran juga menjadi tanggung jawab pemerintah. Setiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Dus, begitu berat tugas dari Negara ini, sehingga semestinya tidak ada waktu lagi bagi aparat Negara kecuali bekerja dan melayani warganya. Namun bila hari ini mereka sibuk dengan berbagai urusan dan maneuver yang jauh dari misi pemerataan kesempatan pendidikan dan pekerjaan sungguh patut menjadi keprihatinan.

1 comment:

Anonymous said...

Good day, sun shines!
There have were times of troubles when I didn't know about opportunities of getting high yields on investments. I was a dump and downright stupid person.
I have never imagined that there weren't any need in big initial investment.
Nowadays, I'm happy and lucky , I started to get real income.
It gets down to choose a proper companion who uses your funds in a right way - that is incorporate it in real business, parts and divides the income with me.

You can get interested, if there are such firms? I'm obliged to tell the truth, YES, there are. Please be informed of one of them:
http://theinvestblog.com [url=http://theinvestblog.com]Online Investment Blog[/url]