Monday, February 08, 2010

Night Life


Stasiun mana yang paling menarik, apakah stasiun Gambir, Jatinegara, Gubeng, Tugu, Balapan, Poncol atau Tawang. Saya kok lebih memilih stasiun Tugu yang lebih menarik dan nyaman. Stasiun gambir memang lebih canggih dan bertingkat, ada eskalatornya, namun kok masih lebih eksotis Tugu yaa. Kalau gubeng barangkali biasa saja, seperti halnya Tawang, Poncol dan Balapan. Jatinegara, wah ramai dan sempit. Mau duduk nyaman saja susah. Jarak dengan rel dekat banget, baru nyantai bentar langsung Ngooooong keras banget suara loko hilir mudik. Belum counter makanan dan minuman yang mahalnya minta ampun. Segelas teh harganya 4 ribu rupiah. Aqua sedang juga 4 ribu rupiah, padahal dalam kereta hanya 3 ribu. Tiket masuk peron juga naik drastis dari semula seribu lima ratus menjadi dua ribu lima ratus. Katanya kenaikan tiket peron bakal diikuti digratiskannya toilet, nyatanya di Jatinegara dan Tawang tetap di-charge tuh pengguna toilet.

Keberadaan rel dan kereta api sendiri sudah cukup lama. Hampir semua rel di tanah air konon dibangun oleh Belanda, sementara kita mendapat “warisan” dan menjadikannya sarana kereta api sampai sekarang. Meski booming kereta sudah lama terjadi dan banyak Negara membangun kereta super cepat, sampai 400 km per jam, kita masih setia dengan loko lama, rel warisan dan cukup puas dengan speed 90 km per jam. Kita juga mesti puas dengan masih terdapat jalur kereta tunggal yang mengharuskan langsir atau antrian saat berpapasan. Ini lah yang membuat jarak 450 km harus ditempuh sekitar 8 jam, karena harus langsir saat berpapasan, atau mengalah disalip kereta eksekutif.

Kereta juga menjadi tumpuan mereka yang mengandalkan moda ini dari satu kota ke kaota lainnya. Berbeda dengan moda bus atau pesawat terbang, kereta memiliki berbagai keunggulan seperti daya angkut, aman, nyaman dan murah. Sekelompok orang yang setiap minggu harus bolak balik antar kota sering nge-deal dan membayar tiket di atas gerbang. Artinya kelompok “perantau” ini tidak membeli tiket dan langsung bernegosiasi dengan kondektur kereta. Biasanya rates-nya sekitar 30 ~ 50% dari tiket resmi. Memang ini bukan contoh yang baik sih, namun ketidakmampuan setiap minggu membeli tiket demi susu anak, juga patut dipertimbangkan. Manusiawi, barangkali kondisi ini. Toh jumlah penumpang semi resmi ini tidaklah banyak. Paling dari 10 gerbang kali 60 penumpang- hanya terdapat sekitar 5 sampai 10 penumpang saja yang ber- “nyali” mbayar di atas. Tambahan karena bertahun-tahun, mereka sudah akrab belaka dengan staff kereta, dan nampaknya kelompok kecil ekslusive ini mendapatkan perkecualian dapat rates “berbeda”. Tidak jarang bekal makanan yang dibawa turut dibagai dengan staff kereta, ya jadilah mereka teman atau bahkan keluarga, he he.

-Makan-makan, nasi ayam, nasi telur, aqua, mizone, pisang rebus, tahu, kopi, indomie, - ramai teriakan pedagang saat kereta berhenti di stasiun Cirebon. Itulah kereta bisnis atau senja Utama yang berangkat dari stasiun Senen/Jatinegara. Kereta berhenti di Cirebon, Tegal, Pekalongan dan berakhir di Tawang Semarang. Sesuai aturan dari PT KA, pedagang diperkenankan masuk untuk kereta Bisnis ini. Berbeda dengan eksekutif yang pedagang hanya boleh teriak-teriak dari luar gerbang. Bila anda sekali-kali naik Bisnis, maka tidur anda akan terganggu sebentar oleh teriakan pedagang yang hilir mudik bak peragawati dan peragawan. Ada kejadian, penumpang lapar pengin membeli nasi ayam seharga enam ribu. Lho kok naik, biasanya lima ribu kata penumpang, wah sudah seminggu naiknya sergah pedagang. Maka dibelilah satu bungkus nasi ayam, dan saat dibuka kok isinya hanya nasi tahu, mau protes pedagang sudah terlanjur turun. Hmm entah “salah paket” ini disengaja atau salah ambil bungkus, yang jelas penumpang bersungut-sungut menikmati nasi “ayam” rasa tahu.

Penumpang di bangku 9, bolak balik mencari posisi tidur yang enak. Masih mending bangku kereta bisnis sedikit rebah, berbeda dengan kereta ekonomi seharga 33 ribu yang bangkunya tegak lurus 90 derajat. Dijampin punggung anda akan kaku sesampai di tujuan setelah 8 jam duduk dengan posisi tegak lurus. Bangku kereta bisnis sedikit rebah, dan -gerbang 10 atau gerbang terakhir tempat “penampungan” penumpang semi resmi, malam itu - malah lengang. Satu penumpang menguasai dua bangku sekaligus. Apa daya konfigurasi bangku yang kaku, bikin punggung dan pinggang pegal. Posisi tidurnya, bila berbantal yang disewa tiga ribu rupiah, harus menekuk dengkul ke atas, ke sandaran tangan. Dihentak-hentak sepanjang jalan, pinggang berasa pegal juga mesti tidur nggelosor. Kalau posisi dibalik, maka kaki harus naik ke jendela kereta, jadilah posisi tidur seperti jurus kungfu. Namun itulah posisi yang optimal, ketimbang saat gerbang penuh harus tidur di bawah, di bordes atau paling banter di restorasi, tidur di meja makan.

Yang nyaman tentu anda naik eksekutif dengan membayar 230 ribu, mendapat gerbang ber AC, dan bangku nyaman plus bantal dan selimut. Ruang gerbang lumayan wangi dan plus nonstop TV plasma. Bangku bisa disetel sangat rebah dan anda bisa selonjor ke pijakan kaki di depan, jadilah perjalanan menjadi nyaman. Ya wajar lah, anda harus merogoh kocek dalam-dalam untuk kenyamanan tadi. Meski kereta ini tidak kebal “langsir” juga, jadi ada kalanya harus berhenti menunggu antrian lewat.

Eksistensi kereta ini diyakini membantu banyak lapisan masyarakat untuk bertahan hidup, menjadi pedagang, penjaja koran, penjaja makanan/minuman, dan penumpang setiap harinya. Terlampau banyak mereka yang mengandalkan dan bersandar kepada moda angkutan yang satu ini. Pun harapan dari para pengguna moda transportasi tidaklah muluk, - tingkatkan kenyamanan dan keamanan kereta. Jangankan di kelas ekonomi yang penumpang berjejal dan duduk sampai bordes dan depan toilet, di kelas bisnis pun masih banyak- seringnya- yang terdampar di bordes, karena daya tampungnya terbatas. Andaikan nanti kereta bisa lebih nyaman, harga tetap terjangkau, jalur ganda di semua rute, modernisasi rel dan loko, maka alangkah nyata kinerja dari PT KA ini. Entah kapan harapan itu bisa terjawab. Eitt jangan ditutup dulu artikelnya- kata penumpang belakang, seorang anggota TNI, gue pengin bilang nih, real man life – night train, black drink and hard music, he he boleh juga tuh pak,,,

No comments: