Friday, December 08, 2006

Layanan Bisnis

Berbagai kemudahan dan fasilitas dibangun perusahaan guna kenyamanan pelanggannya. Pada kompetisi saat ini yang begitu ketat dan tangguh dibutuhkan pelayanan ekstra. Canggihnya sih pelayanan yang melebihi harapan pelanggan. Ibaratnya sih pelanggan pengin nasi goreng segera dihidangkan nasi goreng istimewa, plus jus buah, plus ice cream atau pulang sepatunya disemir dan kendaraannya di lap, wah wah. Kenapa, karena yang jual nasi goreng bejibun buanyak dari yang pinggir jalan sampai restaurant mewah. Begitu sulit mendapatkan pelanggan, sehingga harus habis-habis menservis tamu.

Konon berbagai bisnis fast food sering dirajai pebisnis atau gerai franchise dari luar. Ada yang namanya drive through yakni gerai yang melayani pelanggan dengan berbagai produk makanan tanpa kita keluar dari mobil kita. Cukup masuk jalur drive thru tadi, pesan, tunggu, makanan siap , bayar dan kembali kita dapat terus menggeber mobil lagi. Yang jelas seperti Mc Donald sudah cukup lama memiliki layanan ini. Dimaklumi bahwa gerai laris macam McDonald ini selalu penuh dengan pembeli, maka bagi mereka yang sibuk dan buru-buru tidak perlu antri dan turun dari kendaraan, cukup ambil jalur drive thru tadi.

Kalau layanan delivery rasanya sudah cukup umum dan banyak penyedianya. Entah itu Pizza Hut, McD juga, Hoka-Hoka Bento dan gerai fast food lainnya. Bahkan restaurant padang saja menyediakan jasa antaran ini. Syaratnya biasanya minimum pembelian dan area-nya dalam jarak jangkau gerai tadi. Bahkan layanan jenis ini belakangan cukup marak dan ramai karena banyak orang makin sibuk, tidak sempat masak dan pola hidup serba praktis.

Nah baru tadi pagi saya mencoba menikmati layanan drive thru, namun bukan gerai makanan. Kali ini, karena saya butuh uang cash segera saya mencoba “berhutang” via kartu credit citybank. Hmm ternyata cukup mudah, yakni tinggal menuju pos penyedia drive thru tadi, dan transaksi biasa dengan kartu kredit. Bahkan monitornya bisa disetel naik turun menyesuaikan ketinggian duduk kendaraan kita. Keren juga ya, kita bisa ngutang dari bank sekelas citybank, tanpa proses berbeli-belit bahkan langsung sreeek uangnya keluar. Hanya bunganya hmm cukup besar deh dan nampaknya jangan menggunakan opsi ini kecuali kita darurat he he. Rasanya darurat mulu kali yaa, mudah mudahan tidak yach sekali-kali boleh lah.

Tukang cukur juga tidak kalah canggih menservice pelangganya lho. Cobalah memotong rambut, pasti selesai rambut rapi kita bakal diurut kepala, leher dan dikendorkan urat leher kita, krek krek. Hanya kata salah satu sumber kesehatan sebaiknya kita jangan membiarkan leher kita dipuntir hanya untuk krek dan sugesti urat jadi rileks, karena konon berbahaya. Bayangkan leher kecil kita penuh dengan urat, otot, syaraf dan tulang leher ! jangan sampai urat kejepit tulang , wuihh fatal deh.

Penerbangan ! belum lupa dalam benak kita penyedia jasa penerbangan bersaing harga murah ! Dalam hal ini memang pelayanan justru berbeda. Alih-alih mendapat kenyamanan bahkan jumlah seat ditambah guna mengejar skala ekonomi. Pelayanan ya dalam harga ticketing yang murah tadi. Saking berlomba murah maka duduknya ada yang mulai dari jarak antar seat mepet sampai dengkul kita nekuk maupun belakangan ada penerbangan yang murahnya bahkan melebihi naik kereta api atau bus executive, namun tanpa nomor seat, hayoo. Jadi layaknya kita naik angkot, masuk ke kabin pesawat rebutan kursi karena memang tidak bernomor.

Itulah memang dunia persaingan bisnis kita. Berbagai advantage ditawarkan mulai dari produk hebat, pelayanan super nyaman sampai harga super murah.
Read More ..

Wednesday, December 06, 2006

PLAN

Heboh! itulah situasi kemarin ketika sepeda motor mesti lewat jalur kiri. Sebelumnya motor dengan leluasa bermanuver ke kanan, kiri, nyelip sana sini dan bahkan mengambil lajur lawan. Akhirnya meski agak lambat mulai disadari bahwa motor atau kendaraan roda dua semestinya punya jalur sendiri. Malaysia saja sudah lebih dulu memisahkan roda dua, roda empat bahkan pejalan kaki. Kalau di kita sangat sulit mencari jalur khusus pejalan kaki atau trotoar karena diatasnya sudah berdiri kaki lima bahkan termasuk tadi diambil sebagai jalur motor. Nah motor lagi pan biangnya. Mestinya sebelumnya sudah ada antisipasi ketika penjualan motor booming tembus di atas 5 juta per tahun. Dan industri motor juga bukan kemarin sore namun sudah berjalan sekian tahun terakhir. Toh ada pajak kendaraan motor di sana kan. Just utilize it as it should be. Namun inilah mindset klasik kita, selalu bertindak atas dasar kondisi terpojok atau kepepet. Kondisi jalanan semrawut, motor berlaku bak pemilik jalan pun kecelakaan semakin tinggi, barulah terpikirkan pembagian jalur.

Other cases, tentunya kita sekarang juga disibukkan dengan dibukanya jalan-jalan baru, baik arteri maupun jalan tol. Hal ini termasuk pembangunan fly over atau underpass guna lebih memperlancar akses lalu lintas. Namun tidak kalah seru adalah pembangunan tersebut sering terbentur belum tuntasnya pembebasan lahan antara pemerintah dengan warga pemilik lahan. Sering didapati jalan sebagian sudah dibangun dipatok warga yang merasa belum adil penggantian harga lahannya. Akibatnya terjadi pemborosan dan tertundanya proyek yang akhirnya menghambat pembangunan itu sendiri. Parahnya hal ini sering berjalan berlarut-larut.

Banyak lahan atau tanah entah itu dekat jalan tol atau arteri atau di pinggiran kota yang marak atau dihuni rumah-rumah “liar”. Kita namakan demikian karena umumnya kondisi rumah tersebut serampangan atau hanya semi permanent atau yang jelas itu adalah lahan Negara yang bukan untuk peruntukkan rumah. Kita juga yakin bahwa rumah-rumah tersebut tentunya tidak berdokumen resmi/bersertifikat. Anehnya jaringan listrik dan telepon bisa masuk ke lokasi bahkan terbentuk RT/RW dan kelurahan. Terjadilah bias dan persepsi ganda atas berdirinya perumahan tersebut. Ini hanyalah bentuk dari bom waktu ketika nantinya perkampungan makin ramai dan Negara hendak menggunakannya bakal timbul konflik sangat serius. Kenapa tidak pada awalnya ditegaskan bahwa tidak diperkenankan mendirikan bangunan apalagi sebagai tempat tinggal atas lahan Negara tersebut. Jadi banyak pihak yang memang tidak “clear” dari awalnya. Lagi-lagi hal ini menambah panjang daftar kultur dan warna samar kita.

Perencanaan, itulah yang sering kita abaikan. Kita terlanjur bertindak atas dasar kebijakan instant dan malas menata landscape maupun tata bangunan kita. Jadilah sebagian tadi merupakan ajang suka-suka belaka dan kesemrawutan bertata kota. Ini merupakan hal yang teramat kompleks dan melibatkan hampir semua aspek kehidupan social, hokum, ekonomi, tata kelola tanah dan bangunan maupun aspek kemasyarakatan lainnya.

Secara meluas dalam berbagai forum atau ajaran manajemen terlampau sering di ungkap mengenai Plan, Do, Check and Action, selalu ada plan-nya. Bahkan masyarakat kita begitu kental dengan plan ini, terbukti setiap ada masalah yang timbul selalu dibentuk tim pencari fakta, atau tim kecil lainnya dan seterusnya. Tugas dari tim ini salah satunya tentunya planning. Ironisnya pada tataran bernegara, aspek planning kita justru seringnya keteteran. Nasi sudah menjadi bubur, nah tinggal sekarang mau diapakan ini bubur. Bagaimana caranya agar tidak mubazir dan terbuang. Memang butuh effort dan upaya lebih berat ketimbang sesuatunya terencana dari awalnya. So, segala hal yang sudah terjadi yakni back log kita mesti diupayakan tidak mubazir, sementara yang masih ke depan let it put on the right track. Selalu rencanakan segalanya dari awal.
Read More ..

Tuesday, December 05, 2006

Sang Pemimpin

Presiden terpilih Meksiko Felipe Calderon berjanji akan memotong gaji dan menterinya serta memangkas anggaran demi mengentaskan 50 juta rakyatnya yang berada di bawah garis kemiskinan. Hmm sungguh bak angin surga mendengar janji demikian keluar dari mulut seorang presiden. Meskipun masih harus dibuktikan dengan tindakan dan kebijakannya namun niat yang dikeluarkan setidaknya menggambarkan tekad presiden terpilih yang konon unggul tipis dari pesaingnya.

Meksiko adalah sebuah Negara middle income yang ada beberapa kesamaan dengan kita. Ibukotanya Mexico City merupakan salah satu kota terpadat dan termacet, mirip dengan Jakarta. Sebagian penduduknya mencari nafkah dengan migrasi ke Amerika Serikat baik legal maupun illegal. Meksiko juga merupakan Negara yang didukung industri pertaniannya, mirip dengan kita.

Janji dan tekad sang pemimpin sering terucap sebagai bentuk gambaran dan rencana ke depan karena sudah terpilih dan mengemban amanah rakyat. China pernah gempar ketika sang pemimpin terpilihnya bersumpah untuk menyediakan 1000 peti jenazah guna menghukum mati setiap koruptor. Dan sisakan satu peti bila sang pemimpin tidak memegang ucapannya atau turut kedapatan korupsi. Sumpah dari pemimpin China ini begitu kesohor dan terbukti benar dilaksanakan sesuai janji. Banyak koruptor dihukum mati termasuk keluarganya dan nampaknya efektif ketika kita melihat kemajuan yang dicapai China. Dengan penegakan hokum dan pemberantasan tindakan korupsi serta menghukum mati koruptor maka banyak investor local maupun asing percaya. Tidak terhindarkan arus investasi deras mengalir dan kita melihat China menikmat pertumbuhan ekonomi 8%-an dan sekarang menjadi kekuatan ekonomi terkuat. Kalau ada kekuatan ekonomi dan politik selain Amerika, Jepang dan Uni Eropa yaitu adalah China, yang dianggap sebagai pilar keempat dari ekonomi dunia.

Bagaimana dengan kita, sudahkan kita bertekad untuk mengentaskan kemiskinan. Relakah gaji kita dipangkas, anggaran kita dikurangi untuk membuka lebih banyak pabrik, rumah sakit atau sekolah baru demi kesejahteraan masyarakat miskin. Sudahkah kita menghukum koruptor, atau keluarganya atau kelompok kita yang melakukan korupsi?

Adakah selama ini pemimpin kita berlaku sebagai benar-benar pemimpin yakni mengayomi dan rela mendahulukan kesejahteraan rakyatnya. Bagaimana janji saat kampanye ketika mereka memperebutkan kursi atau jabatan. Tentunya kita cukup bosan bahwa semuanya hanya janji-janji belaka ketika kampanye dan semata menggalang perolehan suara. Begitu terpilih ya sudah, semuanya berjalan seperti biasa. Boro-boro memelihara anak terlantar, janda-janda tua atau kaum papa yang bergelimpangan di berbagai pinggir jalanan kota besar, bahkan korupsipun semakin deras bersimaharajalela.

Ya seorang pemimpin atau negarawan atau bapak bangsa-lah yang kita angan dan rindukan. Entah sampai kapan pemimpin atau leader itu akan datang.
Read More ..

Monday, December 04, 2006

Susanto Megaranto

Bila kita klik nama tersebut di google maka akan muncul 15 ribu lebih berita mengenai kehebatan sang anak Indramayu tersebut. Mengenal catur usia 7 tahun dan langsung menjadi runner up pada kejuaraan catur daerah. Umur 8 tahun berhasil menjadi juara 3 nasional serta akhirnya menjadi juara nasional pada umur 10 tahun. Prestasi berikutnya adalah menduduki peringkat 11 kejuaraan dunia yunior . Umur 12 tahun berhasil menjadi juara pada piala Merdeka di Kuala Lumpur.

Saat ini Susanto sudah menjadi Grand Master dan sedang sibuk bertanding di Asian Games XV di Doha, Qatar dan kabarnya sudah mengoleksi poin 2,5 atau setara dengan perolehan gurunya, GM Utut Adianto.

Cukup lama kita mendengar dan kagum dengan prestsi GM kita yakni Utut Adianto yang berhasil masuk grup elit catur dunia. Bahkan saat ini Utut mendirikan sekolah catur dan merekrut Susanto yang terbukti sangat berbakat dan dapat meneruskan jejak Utut. Saat ini Elorating Utut sedikit di bawah 2600 dan bahkan tahun 1995-an Utut berhasil mencapai Elorating 2600 atau GM super dan masuk jajaran elit 100 pecatur dunia. Penurunan Elorating dapat disebabkan banyak hal seperti konsistensi mengikuti kejuaraan catur internasional dan sebagainya. Sementara Susanto sudah mengoleksi elorating 2400-an serta tetap menggenggam gelar GM-nya. Di bawah Susanto ada Irene Sukandar denga Elorating 2200-an dan belum menyandang gelar GM.

Kalau tidak berbakat catur dan direkrut sekolah catur Utut barangkali Susanto sekarang hanya menjadi penggembala kambing di Indramayu sono. Maklum lahir dari keluarga sederhana dan di daerah pula tidak banyak yang bisa diperbuat Susanto. Hanya bakat luar biasa dan nasib baik yang membawa Susanto dari anak desa menjadi sekarang terbang ke berbagai Negara mengikuti kejuaraan catur internasional.

Kita melihat bahwa tentunya masih banyak Susanto lain di berbagai daerah yang bisa digali dan dinagkat menjadi olahragawan nasional. Bahwa anekdot lama adalah masak dari 250 juta penduduk kita tidak bisa mengambil 11 orang terbaik dalam sepak bola. Bahwa prestasi sepakbola kita masih berkutat di tingkatan sangat terbatas kalau tidak dapat dibilang sama sekali tidak mempunyai prestasi bola.

Apa yang dibutuhkan adalah pencarian bibit unggul dan rekruitmen calon atlit agar lahir juara-juara baru. Sudah terlampau lama olah raga kita terpuruk dan makin tertinggal dengan prestasi Negara lain. Fenomena Susanto memberikan pelajaran berharga bahwa terdapat banyak Susanto lain di berbagai tanah air yang bisa berprestasi di tingkat internasional jika ada perhatian.

Kesempatan, ya kesempatanlah yang harus dibuka seleber-lebarnya agar sebanyak mungkin lahir bakat-bakat luar biasa dari jutaan anak negeri. Pola rekruitmen juga masih terbatas dan dilakukan kurang menjangkau seluruh wilayah nasional. Perhatian pemerintah sudah semnestinya semakin dicurahkan tidak hanya untuk bibit seputar kota besar namun hendaknya sampai ke daerah.

Tentunya tidak hanya olah raga catur yang dapat digali pembibitannya, ada sepak bola, bela diri, renang, senam, mapun bidang atletik lainnya.
Read More ..

Friday, December 01, 2006

Birokrat

Berapa jumlah pegawai negeri sipil kita? 3 juta orang. Berapa gaji rata-rata? 2 juta kah. Jadi Negara hanya mengeluarkan 6 triliun setiap bulannya untuk menggaji pegawainya. Bagaimana birokrasi kita? Masih lelet kan dan penuh kick off money. Bagaimana kalau gaji rata-rata kita bikin 10 juta per pegawai, apakah 30 triliun per bulan terlalu berat? Bagaimana kalau jumlah pegawai kita pangkas menjadi hanya 2 juta terutama yang umurnya diatas 50 tahun, maka 20 triliun masih berasa beratkah? Ya mungkin, tapi turunkan sanksi berat bagi pegawai yang lalai dan korup. Gimana caranya? Rekrut dan training di setiap pos atau departemen tim audit yang bertanggung jawab langsung ke presiden. Gajilah tim audit yang besar misalkan 20 juta per auditor dan sumpahlah. Mintalah auditor selalu mengaudit semua proses dan laporan kerja dan berikan reward dan punishmen bagi yang berprestasi serta bagi yang lalai.

Barangkali sudah berubah birokrasi kita? Belum tentu. Bagaimana kita tambah lagi CCTV di setiap kantor pemerintahan. Siapa yang terekam menyimpang dijatuhi sanki berat dan seterusnya. Harga CCTV mahal? Relative lah. Bagimana kalau Negara sementara membuat pabrik elektronik CCTV dan jadikan semua kantor pemerintahan bahkan jalan-jalan protocol “under area surveillance” dimana semua dipasang CCTV.

Masih kurang, galakkan acara di TV semacam gerakan moral kejujuran dan kedisiplinan nasional. Bila perlu demi kepentingan nasional mintalah slot waktu guna propaganda pemerintah bahwa sudah saatnya Negara ini berubah dan bangkit.

Pastikan di sekolah dan universitas, gerakan kebangsaan dan nasionalisme makin kuat mengakar. Berikan semua generasi muda dengan himbauan gerakan moral secara netral dan obyektif. Jangan mengulang mendokrin generasi muda dengan mendewakan orang/tokoh atau golongan serta sebalinya menge-cap golongan lain terlarang. Era sudah berubah dan generasi sekarang jauh lebih maju dan terdidik. Percayalah bahwa generasi sekarang tidak memiliki tokoh idola dari pemerintahan. Mereka lebih mengidolakan kartun spoungsbobsquarepants atau tom and jerry.

Setiap jam sekolah atau jam kerja, turunkan polisi ke lapangan dan jalan untuk razia anak yang membolos, pegawai yang dating siang dan seterusnya. Lakukan dengan aturan main yang jelas. Oh ya jangan lupa gaji polisi dan tentara yang jumlah personilnya di bawah 500 ribu dinaikkan setara atau lebih tinggi dari pegawai sipil. Tahukah bahwa gaji polisi di Singapura adalah 30 juta rupiah per bulan.

What’s next. Gaji sudah, jumlah ideal sudah, pengawasan sudah, hokum sudah. Dus tentunya bakal ada perubahan birokrasi kita. Lantas darimana biaya gaji dan perangkat penunjang tersebut berasal. Ini Negara besar man, jangan selalu mengiyakan bahwa Negara kita ini selalu tidak punya uang. Jangan membenarkan bahwa hanya swasta yang megang uang. Harus dikoreksi coy, bahwa Negara dapat bagaimanapun mengelola alokasi anggarannya. Ada pajak, cukai dan pungutan lainnya. Ada import dan ekspor. Ada sumber daya alam melimpah. Jadi urusan biaya gaji 20 atau 30 triliun per bulan bukanlah big deal.

Bila birokrasi kita clean dan efisien, apa dampak yang bakal kita terima. Buanyak lah. Invesatsi bakal menggeliat, arus dana mengalir - inflow, roda ekonomi semakin berputar karena semuanya transparan, efisien dan efektif. Kita hanya perlu cost pada awalnya namun ke depan jangankan jumlah 30 triliun, lima kali lipat-pun kita bisa mengelola.

Lantas apalagi yang dibutuhkan kecuali hanya niat dan kemauan kita semua. Apalagi yang ditunggu. Rombaklah dan benahilah birokrasi kita, beserta jajaran birokratnya dimulai dari sekarang.
Read More ..

Pusat Pemerintahan

Sejak kapan Jakarta menjadi ibukota Negara. Menurut sejarah ibukota kita pernah dipindahkan karena pertimbangan politik dan keamanan. Kota yang sempat menjadi ibukota negara adalah Yogyakarta dan Bukittinggi (?). Oke, bagaimana kalau sekarang kita menggagas Jakarta dipindahkan ke lokasi lain. Maksudnya cukuplah Jakarta sebagai kota industri/pusat bisnis. Sementara pusat pemerintahan kita pindahkan ke Sukabumi atau ke Bogor atau ke Subang. Kenapa tidak, apakah hal yang mustahil jika kita memisahkan ibukota dari pusat bisnis. Saya tidak tahu persis, tapi di Amerika pan Ibukota Washington DC sementara pusat bisnis ada di New York.

Hal ini akan berdampak dan terdapat banyak manfaat. Pertama jelas dengan pemisahan pusat bisnis dan pemerintahan akan mempermudah pengaturan kota. Tentunya desain kota bisnis dan pemerintahan akan berbeda. Berhubung Jakarta memiliki pelabuhan laut dan udara serta agar jangan mengganggu kegiatan bisnis maka lebih tepat sebagai pusat bisnis. Sementara Subang atau Sukabumi atau bahkan Solo, bisa kita jadikan pusat pemerintahan. Why not, dan apa yang aneh dari gagasan ini. Saya rasa wajar dan semuanya bisa berjalan. Subang bisa segera disulap menjadi pusat pemerintahan dengan menyiapkan infrastruktur yang dibutuhkan. Toh jarak ke Jakarta juga sudah bisa melalui jalan tol Cikampek. Atau Sukabumi, sama juga dimungkinkan dengan fasilitas lengkap infrastruktur.

Kota Solo yang letaknya strategis dan ditengah-tengah kota-kota pulau jawa juga bukan mustahil menjadi pusat pemerintahan. Ada bandara internasional, tempat bersejarah, budaya, infrastruktur dan lokasi yang tepat. Tidak ada yang susah dan menjadi “constrain” berarti sejauh kita punya niat berubah. Pemisahan dan pemekaran pusat binis dan pemerintahan juga berdampak adanya pemerataan pembangunan di kota yang digarap. Jangan konsentrasi pembangunan saat ini umumnya hanya di Jakarta dan sekitarnya saja. Konon 60% uang beredar ada di Jakarta, kenapa semua orang berduyun-duyun urbanisasi dan datang ke Jakarta menjadi logis karena memang uangnya ngumpul di sana.

Berikutnya kenapa kita tidak membagi area dan wewenang menteri di berbagai kota. Katakanlah grup menteri ekonomi dan industri ada di Jakarta. Menteri sekretaris dan, polkam di kota pusat pemerintahan tadi. Ada juga yang di Medan, Surabaya atau Mataram. Kenapa tidak, sekarang pan era informatika dan komunikasi dimana untuk melakukan koordinasi kerja tidak harus tatap muka.

Bagaimana kalau presiden kita dilengkapi dengan jaringan internet yang bisa memantau laporan kerja menteri, gubernur dan bahkan bupati. Bagaimana setiap menteri, gubernur, bupati sampai camat ada computer dan internet di mejanya. Setiap hari bisa di update segala tetek bengek masalah yang ada. Tatap muka hanya bila urgent dan sangat mendesak saja. Ya tentunya pengambilan keputusan resmi tetap didokumentasikan dalam hard kopi dan soft kopi, hanya masalah teknis lah. Media jaringan computer digunakan sebagai backbone serta penunjang kelancaran kerja.

Berapa sih jumlah menteri kita, atau jumlah rektor perguruna tinggi kita, atau jumlah professor atau doctor. Bukan mustahil kan bila presiden diskusi via computer dengan menterinya, sekaligus dengan kalangan akademisi atau doctor yang kita miliki. Pernah ada gagasan Indonesia Incorporoted kan, jadi hal ini bukanlah barang baru.

Marilah kita berani mengambil keputusan berbeda bahkan yang selama ini tidak terpikirkan sekalipun. Resiko dan biaya akan selalu ada namun sejauh tindakan buat perbaikan dan kemaslahatan bersama kenapa kita masih harus ragu-ragu melakukannya. Rubahlah mindset, rubahlah mindset, begitu sering kita dengar, maka kita memang harus berubah, termasuk menata ulang fisik media bernegara ini.
Read More ..