Solo, Pebruari 2008
PERSIAPAN BERANGKAT
Malam itu kami meninggalkan kursus Pantau jam 21.30 malam. Seperti biasa kami bertiga sekantor mengambil rute dari kantor Pantau di Kebayoran Lama melewati perumahan Permata, ruas hotel Mulia, Senayan dan menurunkan dua rekan di Plaza Semanggi. Lalu lintas malam di Jakarta tetaplah sibuk dan sempat beberapa kali berhenti dalam antrian. Selepas Plaza Semanggi saya masuk jalan tol dan barulah kendaraan bisa dipacu dengan kecepatan 60, kemudian 80 dan stabil di 100 kilometer per jam. Tidak berani lebih dari itu karena kendaraan saya sudah tergolong tua dan malam hari takut mengantuk dan terjadi sesuatu. Sampai di tol Pancoran antrian kendaraan sempat melambat sebentar dan baru lancar di ruas Cawang.
“Listrik di rumah mati satu sekringnya,” istri saya telepon saat saya di Pancoran. Saya ingat kemarin jam 20.00 WIB listrik di rumah sempat turun. Barangkali ada kabel short atau memang sekringnya sudah waktunya diganti.
“Saya sudah mencoba telepon satpam perumahan dan tukang listrik, namun semua tidak ada,” lanjut suara istri di telepon.
”Coba aku hubungi temen kantor yang paham listrik,” seraya matikan telpon dan coba menekan nomor rekan. Saat itu saya sudah di ruas Cawang. “Tut tut tut,” dering telepon pertanda masuk namun tidak diangkat. Saya rasa teman saya sudah tidur mengingat saat itu sudah jam 22.00 WIB. Saya beritahukan istri bahwa teman sudah tidur. Kita menyerah satu jalur mati lampu yakni di kamar utama, kamar mandi dan ruang tamu. Repotnya bayi saya sedang agak sakit batuk pilek. Beruntungnya jalur AC tidak mati jadinya bayi kami tetap bisa tidur dengan AC menyala dan diterangi lilin.
Jam 22.30 saya sampai di rumah dan benar area setengah rumah jalur listriknya mati. Saya menghela napas dan ingat besok dan tiga hari ke depan harus ke Solo karena ada kegiatan bantuan bencana banjir Bengawan Solo.
Saya coba mencari kabel roll dan menarik lampu ke kamar untuk mempersiapkan baju dan perlengkapan buat ke Solo. Tiket di saku menjelaskan Flight Garuda esok jam 06.00 pagi sehingga satu jam sebelumnya sudah harus check in. Artinya jam 05.00 harus sudah sampai bandara sementara jarak rumah ke Bandara adalah 60 kilometeran. Memang bisa lewat toll namun tetaplah beresiko padat lalu lintas.
Dengan kelelahan setelah kerja seharian ditambah kursus narasi selama dua jam saya mempersiapkan perlengkapan untuk perjalanan tiga hari di Solo. Persiapan beres saya berangkat tidur jam 00.00 malam. Tadi habis kursus sekitar jam 21.15 saya sudah telepon taxi langganan untuk stand by di rumah pada jam 03.45. Hmm saya hanya punya waktu tiga jam untuk istirahat. Untunglah saya segera tertidur pulas. Perasaan baru sebentar ketika alarm handphone saya berdering keras, Waktu menunjukkan jam 03.30 dini hari ketika saya coba intip ke depan taxi pesanan saya belum datang. Saya lanjutkan mengecek ke kandang kucing anggora saya di halaman rumah untuk membersihkan tempat pub dan pipisnya serta menambah air minum serta tambahan makanan kucing - wiskas. Berikutnya saya ke kamar mandi untuk gosok gigi dan cuci muka. Saya tidak mau ambil resiko masuk angin dengan mandi jam dini hari tersebut. Ketika sedang menggosok gigi istri memberitahu bahwa taxi sudah datang.
Tepat jam 03.45 taxi-pun meluncur menuju jalan tol. Seperti yang sudah saya duga jalanan pada jam tersebut mulai dipenuhi kendaraan berat. Laju taxipun tidak maksimal dan sesekali harus zigzag karena truk bertebaran dimana-mana. Dengan perjuangan yang cukup berat akhirnya jam 05.00 taxi tiba di bandara.
“Check in tujuan Yogya mba,” kata saya di depan loket.
“Ada bagasi ngga pak,” Tanya front liner dengan ramah.
“Tidak ada, hanya tas yang saya pegang ini saja,”
Dengan senyum ramah diberikanlah print out check in setelah saya membayar fee Bandara sebesar 30 ribu rupiah. Ketika boarding baru saya ingat untuk minta kursi dekat jendela. Saya lihat nomor bangku saya 14C berarti dekat koridor tengah pesawat. Padahal kebiasaan saya selalu memilih bangku dekat jendela agar bisa mengambil foto pemandangan yang menarik. Koleksi foto saya yang mengambil posisi dari pesawat sudah banyak sekali. Ada gunung, awan, sungai, pantai, perahu, danau, hutan, perkotaan sampai foto pramugarinya. Foto pilotnya malah saya belum punya.
Timbul keisengan saya dengan pura-pura bodoh dan langsung duduk dekat jendela. Menunggu harap-harap cemas agar pemilik bangkunya ibu-ibu tua yang biasanya malah lebih suka di tengah ketimbang jendela. Saya pernah sekali beruntung tukeran dengan seorang ibu yang memilih duduk di tengah. Tidak lama ada laki-laki muda yang mengadu ke pramugara seraya dengan ramah bertanya, “Berapa nomor bangku anda pak,”. Rupanya laki muda itu tidak pengin rebut dan memilih pramugara yang menegur saya..
Memasang wajah tak berdosa saya jawab,” Hmm 14C pak,”
“Wah Bapak salah, mestinya ditengah, bangku itu milik Bapak ini,”
Kesal di hati saya pura-pura cuek dan bilang ooh sambil bergeser ke bangku tengah tanpa melihat laki-laki itu. Kekesalan makin bertambah ketika baru duduk laki-laki tadi mulai mendengkur, yach hanya tidur saja memilih bangku dekat jendela sementara saya yang melotot dan siap mengambil gambar menarik malah bengong di tengah.
TIBA DI SOLO
Jam 07.00 WIB pesawat mendarat mulus di Yogyakarta. Saya berdua dengan teman kantor bergegas turun dan mencari penjemput yang dikirim dari Solo. Memang kami berdua pengin ke Solo namun rupanya tiket Solo habis sehingga terpaksa lewat Yogya. Tidak masalah karena jarak Yogya ke Solo hanya sekitar dua jam perjalanan mobil.
“Pak Wardoyo ya,” kata sopir kantor.
“Hmm kok tahu,” kata saya
“Kan Bapak pakai seragam kantor,” bilang sopir sambil menunjukkan posisi parkir mobil. Oo benar juga ya, meskipun saya pakai jaket warna hitam namun seragam kantor jelas terlihat karena jaket tidak dikancing.
“Namanya siapa mas,” obrolan saya buka sembari mengamati jalanan keluar bandara. Saat itu bandara Adi Sucipto sedang direnovasi. Nampaknya ruangan tunggu sedang diperluas.
“Jarwo pak,” kata sopir sambil terus mengemudi dengan tenang. Mobil yang kami kendaraan kami adalah Toyota Kijang warna coklat. Interiornya tidak terlalu bersih karena ini mobil keluaran tahun 2001. Bahan bludru yang membungkus jok dan backlading justru mudah menampung debu. Ditambah perawatannya tidak terlalu telaten.
“Sudah lama menunggu,” ujar saya sambil melirik gaya menyetir dia.
“Belum pak, baru sekitar 10 menit, saya tadi berangkat dari Klaten sehingga tidak jauh ketimbang dari Solo,” Saya mengamati Jarwo ini masih lumayan muda berusia sekitar 25 tahun, tegap dan agak tinggi. Kulitnya hitam dan rambutnya pendek. Potongannya seperti pemain bola.
Tujuan kami jelas yakni hotel Lor In di Solo. Bukan kita akan menginap di sana karena kantor sudah membooking kami hotel Novotel yang berlokasi di tengah kota Solo. Kita memang ada rencana bertemu dengan beberapa orang di Lor In untuk membahas agenda kerja tiga hari ke depan.
Saya mencoba telepon mas Isro yang bekerja di sebuah media elektronik, dan gagal. Saya coba mengirim pesan ke handphone-nya mengabarkan sedang dalam perjalanan ke Solo dan akan tiba dalam dua jam. Tidak lama jawaban datang dan mengabarkan untuk menunggu di hotel. Jalan Yogya – Solo cukup lengang dan kami sampai di Kartosuro dalam waktu satu setengah jam, lebih cepat setengah jam dari perkiraan.
Berhubung masih ada waktu saya langsung nyeletuk,”Mas Jarwo saya dengar di Kartosuro ada timlo yang enak,”
“Ada pak, saya tahu satu tempat tapi saya tidak pasti timlonya enak atau tidak,”
“Coba bawa kami ke sana ya,” sambil berpikir waktu tidak banyak lagi ya untung-untungan saja.
Warung timlo itu sederhana dan berlokasi sekitar 500 meter dari lampu merah kartosuro.
“Kita sarapan dulu ya,” ajakku sambil turun dari mobil.
Kami bertiga bergegas mengambil bangku yang kosong dan memesan 3 porsi timlo. Sarapan pagi ini begitu nikmat setelah penerbangan satu jam dilanjutkan perjalanan dengan mobil satu setengah jam. Habis sarapan tidak lupa saya membawa tiga botol minuman buat ditaruh di mobil bila sewaktu-waktu haus.
PERSIAPAN DAN SURVEY LOKASI
Jam 10.00 WIB kami sampai di hotel Lor In. Hotel ini cukup terkenal di kota Solo dan merupakan hotel bintang empat. Lokasinya berada di jalan besar yang menuju ke bandara Adi Sumarmo. Turun dari mobil seorang pelayan hotel menyambut ramah,”Silakan Pak,”
“Saya ada janjian dengan teman untuk bertemu di sini,”
“Oo silakan tunggu di ruang tunggu,”
“Terima kasih”
Lima belas menit menunggu sambil melihat-lihat pajangan baju batik di samping jajaran kursi ketika rombongan mas Isro dan pak Suwandi datang. Mereka berjumlah enam orang. Mas Isro masih muda dan berperawakan sedang dengan wajah ramah. Saat itu mengenakan baju warna coklat, celana jean dan sepatu lapangan. Pak Suwandi terlihat lebih kebapakan dengan kemeja warna terang dan celana jean warna coklat.
“Apa kabar pak,” sapanya dengan hangat.
“Baik mas,” saya bergegas mendekat dan mengulurkan tangan berjabat tangan.
“Kita meeting di bawah pak,” ajaknya.
“Oke, sementara tim Solo sebanyak tujuh orang sedang dalam perjalanan ke sini,” kamipun menuruni tangga dan menuju ruang meeting.
Rombongan berjumlah delapan orang ini setelah berbasa basi sebentar langsung memulai meeting. Diskusi baru berjalan sepuluh menit ketika rombongan dari kantor Solo yang berjumlah tujuh orang datang. Berhubung ruang meeting terbatas maka yang masuk hanya tiga orang sementara lainnya duduk di luar. Meeting berlangsung selama satu jam dan dilanjutkan melakukan survey ke lokasi bencana banjir Bengawan Solo. Kami dari tiga unit usaha mengemban misi melakukan bantuan bencana Bengawan Solo. Meskipun banjir terparah sudah terjadi seminggu lalu namun menurut informan di Solo korban banjir justru masih sangat membutuhkan bantuan logistik termasuk obat-obatan.
Dengan empat mobil kami menuju kelurahan Sangkrah yang berada di kecamatan Pasar Kliwon. Sangkrah termasuk daerah bantaran Bengawan Solo yang mengalami luapan banjir parah. Kami menuju kelurahan Sangkrah dan disambut sekretaris kelurahan. Secara singkat dijelaskan dari maksud tujuan rombongan bahwa besok ingin memberikan bantuan kepada korban bencana di wilayah kelurahan sangkrah ini. Wilayah ini sempat dikunjungi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono minggu sebelumnya. Foto-foto kunjungan presiden dan rombongan dipajang dipapan depan kantor kelurahan. Ibu sekretaris dengan ramah menjawab dan menghargai niat dari tim kami. Beliau juga mempersilakan ketika kami berniat membagikan bantuan tidak melalui kelurahan namun akan secara langsung diserahkan kepada masyarakat korban bencana.
Berikutnya kami menemui sekelompok pengungsi di tanggul Bengawan Solo yang sedang memasak. Mereka memasak dengan kompor minyak di bawah tenda yang didirikan di atas tanggul Ada tiga ibu-ibu, dua anak gadis dan tiga anak laki-laki duduk berkeliling di bawah tenda. Seorang ibu sibuk memasak seadanya sementara lainnya duduk-duduk. Kelima anak mereka ada yang berdiri dan duduk disekitar tempat memasak.
“Selamat siang ibu-ibu,” sapa kami.
“Siang pak,” tatap mereka heran dengan rombongan kami.
“Sedang masak apa ya bu, baunya sedap nih bikin perut jadi lapar,” jujur kami yang terheran-heran bau masakan memang sedap meski di tempat memasak hanya mengoseng sayur.
“Pak RT ada bu,” lanjut kami sambil melihat-lihat bekas terjangan banjir dan jemuran buku-buku sekolah berlumpur yang dijejer di samping tempat memasak mereka.
“Pak RT ada pak, sebentar kami ke sana,” inisiatif salah seorang ibu sambil bergegas berjalan menuju rumah pak RT.
Tidak lama pak RT datang dan menyalami kami. Spontan kami menjelaskan maksud tujuan kami bahwa besok kami berniat memberikan bantuan berupa beras, air mineral, mie, susu, selimut dan obat-obatan. Kabar ini langsung disambut haru pak RT dan juga seruan lega ibu-ibu di sekitar tenda itu.
Kamipun melakukan ramah tamah dan ngobrol bebas dengan warga setempat. Dijelaskan bahwa banjir atau tepatnya luapan sungai terpanjang di pulau Jawa tersebut datang dan menenggelamkan rumah dengan ketinggian sampai ke atap. Bekas genangan air masih terlihat jelas membentuk garis di dinding rumah. Sebagian rumah yang berdinding kayu tidak ada bekas ketinggian air namun daun atau ranting yang tersangkut cukup menjelaskan ketinggian air yang pernah datang.
Usai melakukan survey dan koordinasi dengan warga dan pak Lurah rombongan melanjutkan mengunjungi Camat Pasar Kliwon Solo. Bangunan kecamatan itu berdiri cukup megah dan masih terlihat renovasi yang nampaknya belum lama dilakukan. Pak Dicky adalah panggilan akrab dari pak Camat. Kami diterima pak Dicky di ruang tamu lantai dua kecamatan.
“Selamat siang pak,” sapa pak Suwandi, ketua rombongan kami.
“Selamat siang, wah ada apa ini ramai-ramai ke kecamatan,” sapa pak Camat sambil mempersilakan kami duduk.
Secara singkat dijelaskan bahwa rombongan membawa misi pemberian bantuan bencana banjir yang akan diserahkan besok pagi.
“Tentu saja saya akan datang, Insya Alloh,”janji pak Camat ketika dimintai kesediaan hadir.
“Saya juga akan coba ajak pak Walikota sekiranya beliau tidak ada acara lain,’ lanjutnya.
Selanjutnya kami pamit dan meneruskan tujuan korban bencana berikutnya. Kali ini rombongan mengarah wilayah di kabupaten Sukoharjo yakni kecamatan Grogol. Daerah ini juga tergolong korban banjir parah. Kebetulan masyarakat sekitar adalah pengrajin kain cetakan. Meja besar dan panjang bekas menjemur kain yang akan dicetak sampai terbawa arus puluhan meter dari tempatnya semula. Meja ini sangat besar dan panjang dan tidak kuat diangkat sepuluh atau lima belas orang saja. Terbayang betapa dasyatnya terjangan banjir yang terakhir datang konon tahun 1966 tersebut.
“Pak maksud kedatangan kami adalah untuk memberikan bantuan kepada korban bencana banjir bengawan Solo,” papar pak Suwandi ketika pak RT setempat datang.
“Rencananya besok pagi kami akan datang dan membawa bantuan, mohon Bapak dan warga bisa menyiapkan sekedar tenda untuk serah terima bantuan,”.
“Dan kami akan menyerahkan langsung kepada masyarakat korban bencana maka kami mohon Bapak mendata warga yang terkena musibah tersebut,”
Pak RT yang sejak tadi diam namun wajahnya menyiratkan kegembiraan mendengar adanya bantuan.
“Baik pak, terima kasih atas bantuannya kepada warga kami, tentu saja saya akan mendata dan membagikan kupon bantuan, jadi yang berhak adalah pemegang kupon tersebut,” jelas pak RT.
“Habis ini rombongan akan menuju kecamatan dan sowan pak Camat perihal program bantuan ini,” tutup pak Suwandi seraya mohon diri.
Rombongan menuju kantor kecamatan Grogol, kabupaten Sukoharjo. Iringan mobil sempat berpapasan dengan mobil tangki yang sedang membagikan air bersih. Antrian panjang warga setempat yang menunggu pembagian air bersih membuat kendaraan kami berhenti dan berjalan pelan karena sisa jalan sempit.
Jam 14.00 WIB rombongan tiba di kantor kecamatan Grogol. Setelah parkir di halaman kantor kecamatan kami masuk ke aula. Lagi-lagi kantor ini sedang dilakukan renovasi dan bahkan masih banyak tukang yang sedang mengerjakan pembenahan. Kami diterima oleh staf kecamatan, seorang ibu yang gemuk dan ramah.
“Silahkan duduk pak, ada perlu apa ya,” sapanya.
“Oh pak Camat sedang pergi, namun akan coba saya telepon,” begitu jawabnya ketika kami kemukakan ingin bertemu pak Camat.
Sambil menunggu kedatangan pak Camat kami ngobrol dengan ibu staf kecamatan tersebut. Petugas kecamatan dengan ramah menyuguhkan kami teh manis. Wah siang yang panas menyengat memang cocok disuguhi minuman yang manis.
Tidak lama pak Camatpun datang. Rombongan yang dipimpin Suwandi dan Isro segera menjelaskan maksud kedatangan. Mengemban penugasan dari perusahaan dijelaskan kepada pak Camat tentang rencana memberikan bantuan kepada korban bencana banjir Bengawan Solo. Pak Camat begitu gembira dan menghargai niat kami. Tidak lama kamipun pamit ingin melanjutkan survei lokasi.
“Kalau tidak keberatan mari kita makan siang di restaurant seberang,” kata pak Camat sambil menunjuk ke restaurant seberang kantor. Wah kami saling pandang dan malah kebingungan. Kami merasa tidak enak meski ajakan pak Camat tulus.
“Terima kasih banyak pak, kami harus melanjutkan survei agar bisa selesai hari ini, karena besok kami harus mendistribusikan bantuan,” terang pak Suwandi sopan.
Akhirnya rombongan menuju ke daerah Gondangrejo, Karanganyar. Menurut informasi daerah ini juga merupakan daerah terparah banjir. Iring-iringan meninggalkan kecamatan Grogol menuju Solo melalui jalan protokol Slamet Riyadi. Melewati daerah Sumber ada anggota rombongan yang kebetulan tahu warung sate yang enak. Warung sate itu terletak di jalan raya Sumber. Namanya warung sate bu galak. Warungnya sederhana dan memiliki beberapa meja. Tapi pengunjungnya penuh sesak. Kami harus mengantri sebelum mendapat meja kosong.
Perut lapar dan aroma sate menjadi sajian siang itu. Rombongan nampak keasyikan menikmati sate Bu Galak, demikian nama pemilik warung.
Usai menyantap makan siang dan minum teh hangat rombongan melanjutkan survei. Daerah Gondangrejo terletak di sebelah utara kota Solo. Daerah tersebut memang dilewat sungai Bengawan Solo. Perjalanannya agak jauh, sekitar satu jam. Mendekati lokasi rombongan terhambat portal beton. Rupanya portal dibangun untuk melarang kendaraan besar lewat. Akhirnya dengan bantuan aba-aba angora rombongan di kanan dan kiri empat kendaraan berhasil lewat. Jarak dengan portal hanya beberapa centimeter saja.
Dengan dipandu informan yang mengenal daerah setempat rombongan langsung dibawa menyusuri perkampungan yang terkena banjir. Iringan kendaraan langsung menarik perhatian banyak warga setempat. Kali ini bahkan tanpa menanyakan maksud kedatangan kami warga secara spontan menceritakan bagaimana banjir itu datang. Bagaimana permukaan sungai yang biasanya hanya setengah menjadi semakin tinggi dan meluber ratusan meter ke bantaran dan rumah penduduk. Hanya karena sebagian besar rumah penduduk disini adalah permanen sehingga bekas genangan banjir tidak terlalu terlihat. Hanya tumpukan Lumpur setinggi puluhan centimeter di jalanan dan halaman rumah yang menjelaskan luapan sampai disitu.
Kondisi penduduk juga relatif mampu dan umumnya mereka memiliki sawah yang cukup luas. Perkampungan itu selain terletak di bantaran kali juga dikeliling hamparan sawah yang luas. Padi yang ditanam kelihatan menghijau habis disemai dan dipupuk. Setelah berbasa-basi dengan ketua RT dan warga yang mengiringi rombongan kami kembali arah kota Solo. Masih ada dua kelurahan yang harus disurvei. Saat itu jam sudah menunjukkan pukul 16.15 sore. Matahari bersinar cukup cerah dan jalan dihotmix mulus dirangkai pohon jati disepanjang kanan kiri jalan.
Dua kelurahan yang kami tuju satu didaerah Solo dan satunya di Sukoharjo. Keduanya juga termasuk daerah parah diterjang banjir. Rombongan sampai di Kelurahan berikutnya pukul 17.00 sore. Jalan masuk ke lokasi agak sempit dan berbelok-belok. Saking sempitnya jalan bahkan kendaraan sulit memutar. Warga langsung menyambut kami begitu datang. Terlihat bekas terjangan air dimana-mana. Di halaman sebuah rumah nampak televisi, kursi, meja, peralatan rumah tangga, buku-buku dijemur. Tentu saja barang-barang itu diletakkan begitu saja karena kecil kemungkinan bisa dipakai.
Ada sebuah bangunan pesantren persis di pinggir kali. Yang menarik bangunan ini menjulang tinggi berlantai empat. Terlihat mencolok diantara rumah penduduk dan pepohonan di pinggir kali. Seorang warga menuturkan bila datang banjir lagi tinggal mengungsi ke pesantren tersebut.
Kami disambut oleh pak RT dan warganya. Setelah menjelaskan maksud kedatangan dan rencana pemberian bantuan esoknya kami melanjutkan ke kelurahan terakhir. Rombongan menuju kembali ke kabupaten Sukoharjo. Kami sempat salah jalan menuju kelurahan dimaksud dan harus bertanya dua kali kepada orang di jalan.
Kelurahan kelima yang kami survei ini juga mengalami rendaman yang parah. Bekas garis air masih terlihat di sebuah rumah berbata dengan ketinggian dua puluh centimeter di atas kepala. Artinya ketinggian banjir mencapai sekitar dua meteran.
Pak RT menerima rombongan dengan ramah di rumahnya. Dijelaskan bahwa warga masih begitu membutuhkan bantuan. Tidak banyak bantuan yang sudah mereka terima.
“Dalem namung nampi setunggal bungkus mie ndek wingi,” adu seorang ibu-ibu tua dalam bahasa jawa. Maksudnya dia baru nerima satu bungkus mie kemarin. Tidak heran begitu kita menjelaskan rencana memberikan bantuan sebanyak 140 paket warga bersorak gembira. Rasa haru menghinggapi anggota rombongan melihat betapa mereka begitu membutuhkan bantuan.
Selesai sudah lima kelurahan disurvei. Hari menjelang maghrib ketika empat kendaraan kembali menuju Solo. Masih satu tujuan yang harus didatangi sebelum kita beristirahat. Rombongan menuju Polwitabes wilayah Solo. Tepat adzan Isya’ kami memarkir kendaraan di pelataran Polwitabes Solo. Kali ini rombongan dipecah dua dimana dua kendaraan melanjutkan ke Alfamart di Kartosuro untuk mengatur paket bantuan.
Seorang staf jaga menyambut kami dan menanyakan keperluannya. Suwandi menjelaskan secara singkat rencana pemberian bantuan di lima kelurahan dan minta pengawalan kepolisian. Petugas jaga, seorang sersan menjelaskan bahwa dia harus melaporkan kepada atasanya terlebih dulu. Dijelaskan bahwa mobil pengawalan besok sudah ada yang akan digunakan untuk mengawal menteri pekerjaan umum Joko Kirmanto yang kebetulan juga sedang meninjau daerah Solo dan sekitarnya. Tinggal sebuah kendaraan jenis Mitsubishi kuda yang tersedia bila kita membutuhkan pengawalan. Suwandi menjelaskan tidak masalah apapun jenis mobilnya yang penting ada pengawalan dari polisi.
Tidak lama datang seorang letnan yang tadi ditelepon staf jaga. Letnan ini masih muda, tinggi, tegap dan wajahnya ganteng. Dengan simpatik sang letnan menjelaskan rencana pengawalan besok setelah mendengar penjalasan kembali dari Suwandi.
“Baik pak, kita akan mengatur jalan dan memimpin iring-iringan sesuai lokasi kelima kelurahan,” jelas Letnan.
“Berapa jumlah kendaraan tadi? Oh ya ada tujuh truk barang dan lima kendaraan pribadi ditambah mobil pengawalan sehingga semuanya berjumlah 13 kendaraan,” tambahnya.
Disepakati besok jam 07.00 WIB kendaraan pengawalan polisi dengan dua anggota akan siap di hotel Lor In. Rombongan sementara menggunakan hotel Lor in ini untuk base camp penyaluran bantuan.
PERSIAPAN PAKET BANTUAN
Kami bertiga akhirnya kembali ke Novotel pada jam 20.30 malam. Badan terasa lelah setelah seharian berkeliling target area penyaluran bantuan bencana.
“Mas Isro, tolong telepon saya bila membutuhkan bantuan ya, kami akan ke hotel untuk mandi dan istirahat sebentar,” pesan saya kepada pemimpin rombongan sebelum meinggalkan Polwiltabes.
Jam 21.00 kami bertiga dengan kendaraan kijang keluar hotel mencari makan malam. Jarwo, sopir kami menjelaskan ada restoran masakan jawa di jalan Adi Sumarmo. Kendaraan meluncur ke sana. Benar saja jajaran masakan segala jenis dihamparan tinggal memilih dan mengambil. Restaurant ini menerapkan model prasmanan. Menu nasi, sambal, telur puyuh, petai, sambal goreng, bihun memenuhi piring saya. Kita menikmati makanan dan bebas mengambil karak. Karak adalah makanan khas solo yang berbentuk kerupuk dan terbuat dari bahan baku beras.
Kembali ke hotel dengan perut penuh dilanjutkan istirahat menunggu telepon dari Isro bila masih dibutuhkan membantu mengatur paket bantuan. Ditunggu sampai jam 22.00 malam tetap tidak ada telepon. Jumlah orang yang mengatur paket memang cukup banyak sehingga tenaga kami barangkali tidak diperlukan. Pengaturan seribu paket bantuan selesai dimuat ke dalam tujuh truk barang. Setiap truk dimuat aebanyak 140 paket. Sebuah paket berisi satu dus air mineral, satu dus mie, beras lima kilo, dan bungkusan plastik berisi biskuit, obat-obatan dan selimut. Satu paket ini rencananya akan diberikan kepada satu keluarga.
Mengisi waktu yang ada kami bertiga berinisiatif jalan ke karaoke terdekat untuk mencairkan kejenuhan. Sekalian capek dan lelah kami bernyanyi hingga tutup yakni pukul 02.00 dinihari. Kami tahu besok jam 06.00 pagi sudah harus kumpul di hotel Lor In, namun tanggung. Biarlah kurang tidurnya nanti dirapel, batin saya.
PELAKSANAAN PEMBERIAN BANTUAN
Pagi hari jam 07.00 halaman hotel Lor In nampak mengalami kesibukan. Ada tujuh truk ukuran sedang berjajar. Di halaman hotel disamping jajaran kendaraan tamu ada sebuah mobil polisi Mitsubishi kuda polwitabes Solo bercat putih biru dengan logo polisi, sebuah kijang warna coklat, dua Innova warna hitam dan hijau, dua avanza warna silver dan hijau. Jumlah anggota ada sekitar tiga puluh orang terdiri dari 15 orang mengenakan seragam baju hijau, sepuluh mengenakan kaos putih dan lima orang mengenakan baju. Suwandi dan Isro memimpin briefing.
“Kita akan melakukan iring-iringan dengan urutan paling depan mobil polisi lalu dua Innova dan satu kijang disusul tujuh truk dan paling belakang dua avanza,” arahan Suwandi.
“Kita bersama-sama aparat RT akan terlibat langsung dalam penyerahan paket bantuan kepada warga sampai selesai,” lanjut Suwandi.
“Kegiatan kita akan diliput media cetak dan elektronik namun mereka para wartawan akan langsung ke lokasi,”Suwandi menambahkan.
“Dari tujuh truk berisi paket bantuan akan kita salurkan masing-masing dua truk untuk daerah terparah di Sangkrah dan Grogol, sementara tiga lokasi lainnya masing-masing satu truk,’ Suwandi menyudahi briefing dan iring-iringan siap berangkat.
Jam 08.00 jalan Adi Sumarmo dipecahkan suara sirine polisi yang diikuti iring-iringan dua belas kendaraan di belakangnya. Rombongan melewati jalan protokol Slamet Riyadi, jalan terbesar di Solo menuju ke selatan. Lampu merah-pun diterabas dan di setiap perempatan ternyata sudah ada petugas yang membantu jalur rombongan. Polwiltabes sudah melakukan koordinasi dengan aparat terkait dan menurunkan petugas di jalan yang akan dilalui.
Untuk mempermudah teknis penyaluran enam truk dipool di depan kecamatan Grogol dan satu truk menuju kelurahan diiringi kendaraan lainnya. Sampai lokasi warga sudah berbaris dan menyiapkan tenda dan kursi. Paket bantuan sebanyak 140 buah segera diturunkan dan diatur. Suwandi, pak Lurah dan pak Camat menuju tengah-tengah kerumunan untuk melakukan sambutan-sambutan. Usai sambutan diserahkan secara simbolis satu paket bantuan kepada salah satu warga. Disusul dengan pembagian langsung kepada warga yang sudah didata oleh RT dan kelurahan tersebut.
Wartawan dari media cetak dan elektronik sibuk mengambil gambar dan mewawancarai warga. Di sela-sela kerumunan terlihat seekor anjing warna hitam yang seolah ikut mengantri. Banyak yang tertawa bergelak melihat anjing itu bukannya takut justru malah membaur dan duduk di dekat kaki kerumunan warga. Diantara hiruk pikuk warga penerima bantuan ada yang terlihat tersenyum lega, ada juga ibu tua yang menangis terharu. Dibutuhkan waktu sekitar dua jam sebelum semua paket terbagi habis kepada warga.
Jam 11.00 rombongan tiba di kelurahan kedua. Kali ini paket bantuan yang diturunkan sebanyak dua truk. Aparat RT, Lurah dan Camat sudah menyiapkan tenda dan kursi di pertigaan di tengah perkampungan mereka. Usai menjelaskan teknis pembagian paket bantuan langsung diturunkan dan ditumpuk di bawah tenda. Warga yang mengantri sambil memegang kupon menunggu dengan tertib. Akbar adalah wartawan antara yang bertugas meliput kegiatan ini. Akbar kuliah di Universitas Sebelas Maret Solo jurusan komunikasi. Saat ini Akbar sedang mengambil skripsinya. Dengan kemeja warna coklat tua dan celana jean biru Akbar sigap memanggul kamera besar. Akbar sebenarnya berasal dari Depok, Jawa Barat, namun kuliah di Solo dan menjadi wartawan Antara.
Dengan kerjasama tim yang cukup banyak dan warga yang sudah memegang kupon sesuai nomor urut pembagian bantuan bisa lebih cepat selesai. Pak Lurah dan pak Camat dengan wajah gembira sibuk memantau jalanya acara. Sebanyak 290 paket bantuan tersalurkan habis kepada warga yang sembilan hari lalu terkena luapan banjir bengawan Solo.
Jam 13.00 rombongan kembali ke base camp sementara di depan kecamatan Grogol Sukoharjo. Kali ini rombongan istirahat, sholat dan makan. Sudah disiapkan makan nasi kotak dengan menu nasi padang. Cuaca yang cukup panas dan badan lelah ditambah kurang tidur menjadi penambah nikmat menu siang itu. Nasi, rendang, telur, kerupuk, sayur dan sambal tidak butuh waktu lama untuk diludeskan. Anggota rombongan menyebar bak laron menikmati makan siangnya. Ada yang duduk di mobil, dipinggir jalan dan bahkan ada yang dipersilakan pemilik rumah samping kecamatan makan di ruang tamu.
Jam 14.00 iring-iringan menuju target lokasi ketiga yakni kelurahan Sangkrah, Pasar Kliwon Solo. Daerah ini mendapat dua truk paket bantuan. Penyerahan bantuan dilakukan di tanggul bengawan Solo. Sudah ada tenda warna biru dan jajaran kursi plastik. Pak Dicky, camat setempat hadir didampingi Lurah, RT dan kerumunan warga. Menurut Dicky pak Walikota, yang semula berniat datang, tidak bisa hadir karena ikut penyambutan rombongan menteri pekerjaan umum Joko Kirmanto.
Dua unit truk tersebut harus susah payah menanjak keatas tanggul untuk menurunkan paket bantuan. Sambutan mengalir beruntun dari Suwandi, Lurah dan Camat. Ada testimoni yang diadakan oleh media elektronik. Salah seorang warga, ibu berusia sekitar 50 tahun menelepon kerabatnya di Jakarta menjelaskan peristiwa bencana alam. Wartawan sibuk mengambil gambar dan mewawancarai warga.
Sekelompok warga yang tidak mendapat bantuan karena lokasinya di luar tanggul terlihat bergerombol dengan wajah agak iri. Apa boleh buat jumlah bantuan yang terbatas, hanya 290 paket tidak bisa menjangkau lebih banyak warga. Hanya warga yang terkena korban terparah yang diprioritaskan oleh pemerintah daerah setempat.
Jam 16.00 sore penyaluran hampir selesai. Anggota rombongan terlihat kelelahan. Ada yang sholat Ashar lalu rebahan di mobil dan minum air mineral. Warga yang sudah menerima bantuan langsung pulang ke rumahnya masing-masing. Masih ada dua kelurahan yang harus dituju. Kelurahan berikutnya masih masuk wilayah Solo. Kelurahan yang ada bangunan pesantren berlantai empat. Iring-iringan mobil polisi satu truk dan lima mobil membelah jalan Urip Sumoharjo, menyeberang jembatan bengawan Solo, memutar balik dan menuju lokasi di samping pesantren. Tenda sudah disiapkan dan kerumunan warga menunggu pembagian.
Lokasi ini mendapat satu truk bantuan atau 140 paket. Satu persatu warga dipanggil dan menerima bantuan. Iring-iringan warga penerima bantuan kembali ke rumah masing-masing.
Seorang ibu-ibu berbaju hitam sambil menggendong anak berujar,” Bantuanipun lumayan kangge ngliwet gangsal dinten,”.
Maksudnya ibu tadi menjelaskan bahwa bantuan yang berupa beras lima kilo bisa untuk dimasak selama lima hari.
Jam 17.00 sore penyaluran selesai dan tinggal satu truk yang dialokasikan untuk kelurahan Gondang rejo, kabupaten Karanganyar. Karena lokasi cukup jauh kearah utara Solo, waktu juga sudah sore, mobil polisi pamit untuk kembali ke markas. Iring-iringan hanya tinggal satu truk, dua Innova dan satu Avanza.
Kami bertiga juga memisahkan diri dan menuju ke Hotel. Besok pagi jam 08.00 adalah jadwal pesawat dari Solo ke Jakarta. Menjelang maghrib kami masuk ke hotel dan istirahat sebentar. Saya masih sempat melakukan renang di kolam renang hotel selama 40 menit. Malamnya saya mandi air panas dilanjutkan keluar mencari makan dan kembali ke hotel pada pukul 23.00 WIB.
Read More ..