Bajak laut, buaya darat, kecoa bulukan, babon monyet, shiit, entah makian apa lagi yang pantas dilontarkan dus sekaligus minjem makian khas kapten Haddock, kenesan Ratu atau makian bule segala. Sekedar berjuang pengin ke kantor harus menempuh jalan layaknya offroad. Sengaja dari jauh hari mengambil rumah di daerah yang tidak buruk dan termasuk level menengah-lah tetap lingkungan sekitar kurang mendukung. Pagi-pagi harus ngantar anak sekolah dulu, kasihan kehujanan. Yap, hujan memang dari semalaman turun tanpa ampun. Praktis terbayang jelas rangkaian kemacetan membosankan di segala sudut. Tetangga depan rumah yang keluar jam 05.30 WIB harus kembali pulang sekitar jam 08.30 karena basah kuyup. Sang tetangga sengaja bawa motor dengan niat semula biar cepet, apa daya kemacetan-pun menghadang tidak saja mobil juga motor, yang akhirnya malah balik pulang. Entah sekalian nggak ngantor atau masih punya semangat balik ke kantor.
Saya sudah ragu-ragu pengin ngantor atau tidak, namun banyak agenda dan pekerjaan menunggu. Pengin bawa mobil saya urungkan ketimbang stress saya naik menghadapi kemacetan berjam-jam. Pengin bawa motor hujan layaknya mengejek. Setiap siap berangkat hujan menjadi deras, ditinggal duduk agak mereda, bangkit bentar hunaj mendadak deras begitu terus sampai terulang tiga kali. Akhirnya toh hidup mesti berlanjut, life must go on anyway dan kita wajib hadir kerja maka dengan membawa cadangan celana dan sepatu dibungkus saya nerobos hujan yang membosankan ini.
Benar perkiraan saya, genangan air setinggi ban menghadang di berbagai sudut. Rute yang saya ambilpun sudah milih jalan tikus, bukan jalan gajah lho. Jalur arteri dipastikan mampet dan tidak bergerak sama sekali. Belakangan ketemu orang di penitipan motor benar belaka, arteri total macet. Selain makin banyaknya mobil, jumlah motor-pun sudah di luar daya tampung jalan. Pokoknya ruwet habis. Waktu, bbm, tenaga, energi semuanya menjadi tidak berguna lagi. Mau sekeras apapun berpikir, secanggih apapun mengatur rute, macet ya tetap macet. Wong bergerak saja nggak bisa, mau maju, mundur aapalgi nyamping jelas tidak bisa. Hanya pasrah dengan situasi konyol ini. Dan ingat keadaan ini berjalan terus setiap datang hujan.
Wuih baru kali ini kita nerjang air setinggi ban motor. Beberapa kali sempat pengin jatuh dan sudah tak terkira celana basah semua. Gile berat nian perjuangan pengin berangkat kerja aja. Ini sebenarnya kemana saja uang atau pajak kita. Setiap tahun kita harus bayar pajak motor atau pajak mobil. Rumah kita ditarik pajak bumi dan bangunan. Beli ember plastic-pun kita kena pajak. Lha imbal balik yang kita terima mana. Boro-boro kita dapat kenyamanan di jalan namun yang terjadi malah stagnansi jalan yang semakin parah.
Pembahasan ini tentunya membosankan dan membuat kita semua semakin tidak nyaman. Namun setidaknya kita memiliki hak atas fasilitas dan lingkungan social yang sepantasnya, kenapa lagi-lagi kita sempatkan melontarkan kekesalan ini.
Akhirnya dengan badan basah kuyup kita menitipkan motor dan berganti celana. Hujan masih turun dan dengan berpayung koran kita berlari mencari mobil omprengan. Boro-boro kita disediakan bus atau mass transport yang nyaman, ini kita mesti naik mobil omprengan yang tanpa AC. Kalau pagi sih masih banyak orang ngantor nyambi ngompreng, dimana kendaraan bisa nyaman dan ber-AC. Di atas jam 08.00 tinggal mobil ompreng yang tanpa AC dan duduknya dijejal pula.
Perjalanan ke kantor ditempuh sampai tiga jam. Sempurna sudah penderitaan balada seorang karyawan swasta di kota yang konon diakui sebagai Ibukota sebuah Negara besar. Tidak ada yang bisa diperbuat dalam kondisi ini. Umpatan dan sesalan ini juga sekedar pengingat, kelak siapa tahu kita butuh mengungkap sebuah moment menyedihkan ini.
Read More ..
Wednesday, January 31, 2007
Tuesday, January 30, 2007
Driving Environment
Have you ever driven car in big city like Jakarta. If so, then what kind of comment or experience of yours about the traffics. Have you heard that driving in Jakarta represent one of the wildest environment ever. Why not, if you are facing such traffic in a mass or cars overlapping everywhere across the street. Yes the behavior of common driver in this city are really bad – not to mention worse. What kind of traffic signals that no compromise obeyed on every other countries, in facts are not done properly here.
If you see white straight lines mean you are not allowed to cross, but still it often crossed anyway. In every freeway there is one space in the bank functioning for emergency. If there are ambulances or police car having emergency matter then they drive away on it. But this part of freeway always driven through by any cars except there is a police patrol.
In this country everything must be supervised by state officer or some incident of law breaking instead. Another simple one in the stopping lamps often cars stand crossing the lines. In addition there are more bicycles spread away around the street and stand everywhere. Bicycles are usually act worse by instance of taking another part of street. Talking about bicycle will not end up in short. It needs another discussion.
There was a manager coming from Singapore and he tries driving himself around the city. What he finally comment is driving in the City need high braveness and patient behavior unless you are going to fell stress and under-pressured. That is why from more population of expatriate working in Jakarta only little of them may drive themselves. The most rest of them need to hire local driver and just sleep along the way rather than thinking the complicated street running.
I myself have no experience driving aboard except in some Asian Country. I think Malaysia and Singapore have rather smooth way of driving. Despite the traffic is more rule minded condition of street is better as well. Moreover behavior of most drivers are better.
I think the point of driving problem on the street is behavior and awareness of traffic rule. If every car in normal queues as street sign then every driver will feel comfort and patience to face the jam. The traffic will automatically run well and under control. On the other hand if everybody races to break the sign of traffic then it creates a war in the street. Consequently people become panic and behave terror each other.
Police and officer need to straightly force the law in the street. No compromise or no exceptions may apply to all drivers. Whoever breaking the rule must be stop and punish. The longer complicated situation happen the more difficult to solve the problem. It is better late than never.
Read More ..
If you see white straight lines mean you are not allowed to cross, but still it often crossed anyway. In every freeway there is one space in the bank functioning for emergency. If there are ambulances or police car having emergency matter then they drive away on it. But this part of freeway always driven through by any cars except there is a police patrol.
In this country everything must be supervised by state officer or some incident of law breaking instead. Another simple one in the stopping lamps often cars stand crossing the lines. In addition there are more bicycles spread away around the street and stand everywhere. Bicycles are usually act worse by instance of taking another part of street. Talking about bicycle will not end up in short. It needs another discussion.
There was a manager coming from Singapore and he tries driving himself around the city. What he finally comment is driving in the City need high braveness and patient behavior unless you are going to fell stress and under-pressured. That is why from more population of expatriate working in Jakarta only little of them may drive themselves. The most rest of them need to hire local driver and just sleep along the way rather than thinking the complicated street running.
I myself have no experience driving aboard except in some Asian Country. I think Malaysia and Singapore have rather smooth way of driving. Despite the traffic is more rule minded condition of street is better as well. Moreover behavior of most drivers are better.
I think the point of driving problem on the street is behavior and awareness of traffic rule. If every car in normal queues as street sign then every driver will feel comfort and patience to face the jam. The traffic will automatically run well and under control. On the other hand if everybody races to break the sign of traffic then it creates a war in the street. Consequently people become panic and behave terror each other.
Police and officer need to straightly force the law in the street. No compromise or no exceptions may apply to all drivers. Whoever breaking the rule must be stop and punish. The longer complicated situation happen the more difficult to solve the problem. It is better late than never.
Read More ..
Monday, January 29, 2007
Pendapatan
Berapa besar gaji anda per tahun. Apakah 100 juta atau 300 juta atau lebih besar lagi. Konon CEO di perusahaan bergengsi memiliki gaji sekitar 250 jutaan per bulan atau 3 milyar per tahun. Dan ini tidak semua CEO bergaji segitu ada yang jauh lebih kecil. Guna mendapatkan gaji tersebut berapa tahun anda sekolah, kuliah dan berapa besar biaya yang anda keluarkan. Konon honor pelawak dan presenter Thukul mencapai 30 juta sekali tampil, hmm lebih gila lagi yaa. Atau honor Tamara Blezynki yang mencapai 75 juta per episode sinetron. Atau super grup band Dewa yang mematok sekali tampil 100 juta atau lebih dan seterusnya.
Bicara gaji atau mudahnya pendapatan memang tiada habisnya. Toh berapapun pendapatan kita kalau diturutkan bakal tiada pernah cukup juga kan. Kadang pendapatan dengan mudah mencerminkan kerja keras sebelumnya, sebagaimana dialami pengusaha yang sukses. Kadang juga pendapatan kurang mencerminkan kerja keras pelakunya. Misalnya karena ketatnya dunia kerja maka seorang jebolan pasca sarjana hanya berkesempatan mengajar dengan gaji pas-pasan.
Trus berapa ya pendapatan per tahun dari Bill Gates yang konon asetnya mencapai 45 milyar dollar. Sebagai salah satu orang terkaya bahkan Bill Gates tidak menamatkan kuliahnya dan lebih menekuni industri software yang akhirnya membawanya sukses.
Kompas tempo hari memberikan daftar atlet terkaya dengan pendapatn per bulan yang begitu wah. Ada Tiger Wood yang setahun berhasil mengumpulkan sekitar 100 juta dollar, atau Schumacer pembalap F-1 dengan 80 juta dollar. Saking kaya-nya Schummy demikian nama akrabnya mendonorkan sekitar 10 juta dollar buat korban Tsunami beberapa tahun lalu. Di urutan berikutnya ada Valentino Rossi, Maria Sharapova, Ronaldinho, Becham dan lainnya dengan range 20 sampai 30 juta dollar per tahunnya. Ronaldinho bahkan membuat yayasan/lembaga di negaranya yang dapat menampung 2500-an anak usia sekolah. Di lembaga tersebut diajarkan teknik bermain bola dan latihan lainnya.
Barangkali itulah berbagai profil dari atlet, artis, pelawak atau pelaku lainnya dengan berapa banyak nominal uang yang dikumpulkan. Alokasi dari uang tersebut secara umum tercermin dari gaya hidup, rumah mewah, jet pribadi dan pesta-pesta yang mereka adakan. Namun tidak sedikit pula yang turut memikirkan kepedulian terhadap manusia lainnya.
Apapun yang mereka lakukan hal tersebut sedikit banyak menggambarkan buah hasil kerja keras dan semangat mereka. Tanpa kerja keras mustahil buah sukses tersebut dipetik. Tentunya kita tidak semata mengukur bentuk sukses dari banyaknya uang yang dikumpulkan. Money isn’t merely everything. Masih banyak parameter sukses seseorang ketimbang sekedar ukuran jumlah uang atau asset yang dikumpulkan.
Read More ..
Bicara gaji atau mudahnya pendapatan memang tiada habisnya. Toh berapapun pendapatan kita kalau diturutkan bakal tiada pernah cukup juga kan. Kadang pendapatan dengan mudah mencerminkan kerja keras sebelumnya, sebagaimana dialami pengusaha yang sukses. Kadang juga pendapatan kurang mencerminkan kerja keras pelakunya. Misalnya karena ketatnya dunia kerja maka seorang jebolan pasca sarjana hanya berkesempatan mengajar dengan gaji pas-pasan.
Trus berapa ya pendapatan per tahun dari Bill Gates yang konon asetnya mencapai 45 milyar dollar. Sebagai salah satu orang terkaya bahkan Bill Gates tidak menamatkan kuliahnya dan lebih menekuni industri software yang akhirnya membawanya sukses.
Kompas tempo hari memberikan daftar atlet terkaya dengan pendapatn per bulan yang begitu wah. Ada Tiger Wood yang setahun berhasil mengumpulkan sekitar 100 juta dollar, atau Schumacer pembalap F-1 dengan 80 juta dollar. Saking kaya-nya Schummy demikian nama akrabnya mendonorkan sekitar 10 juta dollar buat korban Tsunami beberapa tahun lalu. Di urutan berikutnya ada Valentino Rossi, Maria Sharapova, Ronaldinho, Becham dan lainnya dengan range 20 sampai 30 juta dollar per tahunnya. Ronaldinho bahkan membuat yayasan/lembaga di negaranya yang dapat menampung 2500-an anak usia sekolah. Di lembaga tersebut diajarkan teknik bermain bola dan latihan lainnya.
Barangkali itulah berbagai profil dari atlet, artis, pelawak atau pelaku lainnya dengan berapa banyak nominal uang yang dikumpulkan. Alokasi dari uang tersebut secara umum tercermin dari gaya hidup, rumah mewah, jet pribadi dan pesta-pesta yang mereka adakan. Namun tidak sedikit pula yang turut memikirkan kepedulian terhadap manusia lainnya.
Apapun yang mereka lakukan hal tersebut sedikit banyak menggambarkan buah hasil kerja keras dan semangat mereka. Tanpa kerja keras mustahil buah sukses tersebut dipetik. Tentunya kita tidak semata mengukur bentuk sukses dari banyaknya uang yang dikumpulkan. Money isn’t merely everything. Masih banyak parameter sukses seseorang ketimbang sekedar ukuran jumlah uang atau asset yang dikumpulkan.
Read More ..
Wednesday, January 24, 2007
Land Cruiser (LC)
Mobil ini begitu akrab di telinga offroader atau dulunya karyawan perkebunan atau kehutanan. Kenapa akrab di sana, karena mobil ini dibangun memang untuk menjelajah segala medan. Sebutan akrab lain dari Toyota LC adalah Hartop atau FJ. Sebenarnya tipe mobilnya ada yang Hartop atau beratap plat layaknya SUV pada umumnya atau beratap terpal. Juga ada yang chassis pendek ataupun panjang.
Menilik dari sejarahnya lahirnya jeep diawali pada saat perang dunia. Amerika sebagai Negara besar yang terlibat perang antar benua perlu membangun kendaraan bagi tentaranya menjelajah medan perang. Didesainlah kendaraan jeep tadi yang identik dengan kendaraan tangguh dan menjelajah beragam medan. Terbukti jeep menjadi kendaraan wajib bagi tentara Amerika saat itu.
Jepang sebagai pihak yang sudah pula mampu membuat mobil berniat membangun mobil serupa. Bahkan targetnya adalah melampaui kehandalan jeep tadi. Terbentuklah prototype jeep versi Toyota tadi dan dilakukan test gila-gilaan mendaki bukit sampai ke puncak. Hasilnya adalah kendaraan segala medan yang kekuatannya setara atau melebih jeep Amerika tadi.
Sejak tahun 1960-an Jepang telah mampu membuat LC ini dan saat itu didukung oleh departemen lain guna menyerap dan menggunakannya. Quality talks begitu kira-kira gambaran dari sang jagoan Toyota ini. Mulai-lah tersebar ke seantero daratan penyebaran dari LC ini.
Bahkan saat ini masih banyak kita temukan jangan kata yang tahun 80-an atau 70-an, bahkan yang tahun 60-an pun masih banyak digunakan orang. Seorang tokoh offroad menjuluki jeep ini sebagai badak yang bakal tidak rusak meski diperlakukan bagaimana kasarpun. Sudah jamak dalam dunia offroader wajib menggunakan jeep ini guna menaklukan medan belantara.
Kalau kita sempat datang ke daerah Bromo di Malang, Jatim maka bakal kita temukan banyak LC chasis pendek yang disewakan mendaki puncak Bromo. Hal ini dikarenakan begitu curamnya sudut gunung Bromo dan tidak sembarang kendaraan aman dan mampu dibawa mendaki. Toyota LC menjadi mascot dan andalan menaklukan ketinggian gunung yang indah saat matahari terbit tersebut.
Tahun 2003 saya sempat memiliki sebuah Hartop FJ-40 tahun 1977 yang saya beli dari seorang kenalan. Wuih ini mobil memang tiada matinya. Digunakan melintas jalan apa saja semuanya mulus dilibas. Berhubung terbatasnya lahan parkir dan kurang optimalnya perawatan maka kurang dari satu tahun mobil dibeli oleh teman saya. Memakai hampir satu tahun saya tidak rugi, karena harga jualnya lebih tinggi dari belinya, he he dasar pedagang yaa.
Dunia offroader bahkan menyimpulkan bahwa Toyota LC memiliki kaki-kaki terkuat diantara jenis jeep lainnya. Memang untuk speed dan onroad bisa saja jeep semacam CJ atau Wrangler lebih kencang, namun untuk urusan kekuatan kaki dan kebandelan mesin nampaknya Hartop-lah jagonya.
Mengalami pergeseran dan inovasi jeep Hartop sekarang sudah mengalami berbagai penyempurnaan. Mulai dari FJ-40, FJ-50, FJ-60 dan seterusnya, sekarang serinya sudah sampai ke FJ-100. FJ-100 sudah bukan merupakan kendaraan jeep semata namun gabungan dari segala medan dan kemewahan. Bagaimana tidak mewah kalau LC FJ-100 berbandroll di atas 1 milyar rupiah. Itulah legenda hidup salah satu jeep yang pernah dibangun.
Read More ..
Menilik dari sejarahnya lahirnya jeep diawali pada saat perang dunia. Amerika sebagai Negara besar yang terlibat perang antar benua perlu membangun kendaraan bagi tentaranya menjelajah medan perang. Didesainlah kendaraan jeep tadi yang identik dengan kendaraan tangguh dan menjelajah beragam medan. Terbukti jeep menjadi kendaraan wajib bagi tentara Amerika saat itu.
Jepang sebagai pihak yang sudah pula mampu membuat mobil berniat membangun mobil serupa. Bahkan targetnya adalah melampaui kehandalan jeep tadi. Terbentuklah prototype jeep versi Toyota tadi dan dilakukan test gila-gilaan mendaki bukit sampai ke puncak. Hasilnya adalah kendaraan segala medan yang kekuatannya setara atau melebih jeep Amerika tadi.
Sejak tahun 1960-an Jepang telah mampu membuat LC ini dan saat itu didukung oleh departemen lain guna menyerap dan menggunakannya. Quality talks begitu kira-kira gambaran dari sang jagoan Toyota ini. Mulai-lah tersebar ke seantero daratan penyebaran dari LC ini.
Bahkan saat ini masih banyak kita temukan jangan kata yang tahun 80-an atau 70-an, bahkan yang tahun 60-an pun masih banyak digunakan orang. Seorang tokoh offroad menjuluki jeep ini sebagai badak yang bakal tidak rusak meski diperlakukan bagaimana kasarpun. Sudah jamak dalam dunia offroader wajib menggunakan jeep ini guna menaklukan medan belantara.
Kalau kita sempat datang ke daerah Bromo di Malang, Jatim maka bakal kita temukan banyak LC chasis pendek yang disewakan mendaki puncak Bromo. Hal ini dikarenakan begitu curamnya sudut gunung Bromo dan tidak sembarang kendaraan aman dan mampu dibawa mendaki. Toyota LC menjadi mascot dan andalan menaklukan ketinggian gunung yang indah saat matahari terbit tersebut.
Tahun 2003 saya sempat memiliki sebuah Hartop FJ-40 tahun 1977 yang saya beli dari seorang kenalan. Wuih ini mobil memang tiada matinya. Digunakan melintas jalan apa saja semuanya mulus dilibas. Berhubung terbatasnya lahan parkir dan kurang optimalnya perawatan maka kurang dari satu tahun mobil dibeli oleh teman saya. Memakai hampir satu tahun saya tidak rugi, karena harga jualnya lebih tinggi dari belinya, he he dasar pedagang yaa.
Dunia offroader bahkan menyimpulkan bahwa Toyota LC memiliki kaki-kaki terkuat diantara jenis jeep lainnya. Memang untuk speed dan onroad bisa saja jeep semacam CJ atau Wrangler lebih kencang, namun untuk urusan kekuatan kaki dan kebandelan mesin nampaknya Hartop-lah jagonya.
Mengalami pergeseran dan inovasi jeep Hartop sekarang sudah mengalami berbagai penyempurnaan. Mulai dari FJ-40, FJ-50, FJ-60 dan seterusnya, sekarang serinya sudah sampai ke FJ-100. FJ-100 sudah bukan merupakan kendaraan jeep semata namun gabungan dari segala medan dan kemewahan. Bagaimana tidak mewah kalau LC FJ-100 berbandroll di atas 1 milyar rupiah. Itulah legenda hidup salah satu jeep yang pernah dibangun.
Read More ..
Polusi
Kompas hari ini memberitakan buruknya kondisi udara/langit di atas Jakarta. Konon tiap kilometer jalan terdapat 2000 kendaraan bermotor. Disamping jumlahnya yang banyak umumnya kendaraan motor yang beroperasi di Jakarta belum ramah lingkungan. Rekor-pun dengan mudah diraih, yakni kota dengan polusi udara terkotor nomor tiga di dunia, di belakang Mexico dan Bangkok. Makin bertambah saja gelar kita, selain terkorup, kotanya juga ter-polusi.
Belum lama saya melakukan penerbangan dari Changi, Singapura menuju Jakarta. Nampak langit di atas Singapura terlihat cerah dan awannya terlihat jarang/wajar. Namun selang sekian menit ketika pesawat berada sekitar atas pulau Sumatera dan menuju Jakarta, langit nampak tebal dan awan bertumpuk-tumpuk. Sangat kontras bedanya langit di atas Singapura dan diatas Sumatera dan Jakarta. Entah gumpalan dan awan bertumpuk ini menandakan memang polusi di atas kita sudah sedemikian terkontaminasi, sementara udara Singapura lebih bersih, saya tidak tahu persis.
Entah sampai kapan kita harus belajar dan menyadari bahwa lingkungan hidup merupakan penopang kehidupan kita. Dianugerahi hutan yang luas habis ditebang. Ditambah pembakaran hutan yang asapnya sempat mengganggu masyarakat dan bahkan negara tetangga. Sungai banyak tercemar oleh sampah yang dibuang sembarangan. Kualitas air semakin menurun, sementara bisnis air minum semakin ramai dan harganya semakin mahal. Oksigen dan udara yang menaungi kitapun kita kotori dengan berbagai asap kendaraan dan pabrik.
Tentunya kita juga pernah mendengar istilah pemanasan global. Bayangkan bila hutan semakin gundul, langit semakin tipis kadar ozon-nya dan sinar matahari makin menyengat. Konon lagi es di kedua kutub bumi dapat saja mencair dan lautpun menjadi pasang. Singkatnya bahwa alam atau lingkungan hidup tidaklah berdiri sendiri. Kerusakan suatu lingkungan akan berdampak terhadap lingkungan yang lain.
Bahwa lingkungan hidup yang begitu luas pada hakekatnya adalah sumber hidup kita. Makanan, sandang dan tempat tinggal berasal dari alam dan lingkungan. Saat ini hampir tidak ada sesuatu yang gratis – there is even no further free lunch. Menyusul cerita lama bahwa hutan dikapling-kapling, sekarang bahkan lebih hebat lagi. Yang namanya pantai-pun sudah dikapling-kapling juga, tidak percaya coba datang ke Anyer atau Bali. Tadi kita sebut bisnis air minum ramai, ternyata sumber air di pegunungan-pun juga sudah dikapling-kapling.
Nampaknya hanya udara atau oksigen yang sulit untuk mengapling, makanya ya sudah dikotori sekalian. Toh saat ini kita belum kesulitan oksigen kan. Masa bodoh dengan hari esok dan dampak lingkungan karena udara terpolusi. Saat ini semuanya yang terpenting adalah barangkali memuaskan segala kenikmatan hidup. Itulah yang sedikit banyak tercermin dari kehidupan kita semua. Terbayangkah apa jadinya kehidupan kita tanpa oksigen? Bila lapisan ozon tadi menipis dan kandungan oksigen semakin berkurang sementara manusianya tambah banyak apa yang terjadi ? bakal sangat mengerikan.
Tidak ada salahnya pemerintah, lagi-lagi pemerintah dan masyarakat luas tentunya segera memberikan perhatian yang besar dengan pengelolaan lingkungan hidup kita utamanya air dan udara. Janganlah kita sudah tahu belaka dampaknya namun kurang peduli. Konon lingkungan hidup, tanah dan air ini merupakan titipan anak cucu, lantas kenapa kita bahkan cenderung merusaknya. Read More ..
Belum lama saya melakukan penerbangan dari Changi, Singapura menuju Jakarta. Nampak langit di atas Singapura terlihat cerah dan awannya terlihat jarang/wajar. Namun selang sekian menit ketika pesawat berada sekitar atas pulau Sumatera dan menuju Jakarta, langit nampak tebal dan awan bertumpuk-tumpuk. Sangat kontras bedanya langit di atas Singapura dan diatas Sumatera dan Jakarta. Entah gumpalan dan awan bertumpuk ini menandakan memang polusi di atas kita sudah sedemikian terkontaminasi, sementara udara Singapura lebih bersih, saya tidak tahu persis.
Entah sampai kapan kita harus belajar dan menyadari bahwa lingkungan hidup merupakan penopang kehidupan kita. Dianugerahi hutan yang luas habis ditebang. Ditambah pembakaran hutan yang asapnya sempat mengganggu masyarakat dan bahkan negara tetangga. Sungai banyak tercemar oleh sampah yang dibuang sembarangan. Kualitas air semakin menurun, sementara bisnis air minum semakin ramai dan harganya semakin mahal. Oksigen dan udara yang menaungi kitapun kita kotori dengan berbagai asap kendaraan dan pabrik.
Tentunya kita juga pernah mendengar istilah pemanasan global. Bayangkan bila hutan semakin gundul, langit semakin tipis kadar ozon-nya dan sinar matahari makin menyengat. Konon lagi es di kedua kutub bumi dapat saja mencair dan lautpun menjadi pasang. Singkatnya bahwa alam atau lingkungan hidup tidaklah berdiri sendiri. Kerusakan suatu lingkungan akan berdampak terhadap lingkungan yang lain.
Bahwa lingkungan hidup yang begitu luas pada hakekatnya adalah sumber hidup kita. Makanan, sandang dan tempat tinggal berasal dari alam dan lingkungan. Saat ini hampir tidak ada sesuatu yang gratis – there is even no further free lunch. Menyusul cerita lama bahwa hutan dikapling-kapling, sekarang bahkan lebih hebat lagi. Yang namanya pantai-pun sudah dikapling-kapling juga, tidak percaya coba datang ke Anyer atau Bali. Tadi kita sebut bisnis air minum ramai, ternyata sumber air di pegunungan-pun juga sudah dikapling-kapling.
Nampaknya hanya udara atau oksigen yang sulit untuk mengapling, makanya ya sudah dikotori sekalian. Toh saat ini kita belum kesulitan oksigen kan. Masa bodoh dengan hari esok dan dampak lingkungan karena udara terpolusi. Saat ini semuanya yang terpenting adalah barangkali memuaskan segala kenikmatan hidup. Itulah yang sedikit banyak tercermin dari kehidupan kita semua. Terbayangkah apa jadinya kehidupan kita tanpa oksigen? Bila lapisan ozon tadi menipis dan kandungan oksigen semakin berkurang sementara manusianya tambah banyak apa yang terjadi ? bakal sangat mengerikan.
Tidak ada salahnya pemerintah, lagi-lagi pemerintah dan masyarakat luas tentunya segera memberikan perhatian yang besar dengan pengelolaan lingkungan hidup kita utamanya air dan udara. Janganlah kita sudah tahu belaka dampaknya namun kurang peduli. Konon lingkungan hidup, tanah dan air ini merupakan titipan anak cucu, lantas kenapa kita bahkan cenderung merusaknya. Read More ..
Friday, January 19, 2007
SPBU
Bila kita kebetulan lewat tol Cikampek, Jagorawi atau Cileunyi maka tidak terlampau susah mendapatkan Stasiun Pengisian Bahan Bakar (SPBU). Unit usaha ini terintis sejak puluhan tahun lalu dan umumnya dikelola oleh Pertamina. Bisa dikatakan bahwa SPBU merupakan bentuk usaha yang nyaris tanpa resiko saat itu. Kenapa? Karena memang monopolis dan pasarnya semakin besar. Hampir semua kendaraan di tanah air menggantungkan operasionalnya kepada SPBU. Mustahil kan subuah perusahaan, entah itu konglomerasi atau perusahaan multinasional sekalipun membangun SPBU sendiri. Tetap semuanya dikelola oleh BUMN tersebut. Kalaupun join venture rasanya mesti melibatkan Pertamina.
Saking monopolis dan begitu dibutuhkannya SPBU ini berdampak pelayanan yang terkesan seenaknya. Mulai dari takaran liter yang tidak akurat, kondisi statsiun tidak nyaman maupun saat bensin habis tanpa sosialisasi. Praktis semua kendaraan hanya bisa menerima apapun layanan yang diberikan sang monopolis.
Sudah begitu ketersediaan SPBU belumlah merata di berbagai tempat. Di pulau jawa, sebagai sentral kegiatan ekonomi nasional nampaknya paling banyak SPBU di sepanjang jalan propinsinya. Menyusul di Sumetera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua tidak cukup banyaklah ketersediaan statisun pengisian bahan bakar ini. Bahkan bila kita harus bepergian entah itu di pulau Sumatera atau Kalimantan kita harus mengatur di SPBU mana mengisi bensin-nya, atau saat bensin habis kita tidak menemukan SPBU.
Masih segar dalam ingatan kita pada awal tahun 2006 terjadi kenaikan harga BBM yang membuat masyarakat terhenyak. Pemerintah menaikkan harga BBM setara dengan harga internasional sekaligus mencabut subsidi-nya. Lagi-lagi yang bisa dilakukan masyarakat hanyalah menerima dan pasrah. Hebohlah kehidupan social ekonomi masyarakat menyusul kenaikan BBM ratusan persen tersebut.
Berbagai analisis dilontarkan sehubungan kenaikan BBM ini. Ada yang bilang Pemerintah kesulitan anggaran dan terbebani subsidi BBM puluhan triliun, sehingga penghentian subsidi BBM tidak terhindarkan. Ada yang membandingkan bahwa seliter air mineral saja harganya sama atau lebih mahal dari seliter bensin, ini kan tidak lucu. Lontaran lainnya bahwa minyak merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui sehingga penggunaannya haruslah hemat dan ekonomis, menaikkan harga merupakan salah satu instrument mengatur pemakaian ekonomis.
Salah satu komentar datang dari Jogya, seorang ekonom UGM ~ Revrisond Baswir, yang menganalis bahwa liberalisasi harga minyak terkait dengan rencana masuknya investor minyak sector hilir. Konon bakal banyak investor masuk bila harga minyak sesuai harga global. Tidak lama, menyusul kenaikan BBM mulai bermunculan SPBU asing asal Belanda yakni Shell. Shell membangun beberapa SPBU di lokasi strategis. Berikutnya investor raksasa negeri jiran, Petronas juga masuk dan terjun dalam bisnis eceran BBM ini.
Entah ini dalam prediksi Pertamina atau kejutan, yang jelas segera terjadi perang saling berlomba membangun lebih banyak stasiun pengisian bahan bakar. Memang pemain asing tersebut hanya menjual minyak dengan oktan tinggi atau akrab disebut pertamax plus. Sementara Pertamina masih menguasai produk premium dan solar. Hal ini karena Pertamina unggul dalam distribusi dan logistic ketimbang pesaing yang harus membangun jalur distribusinya sendiri.
Puncaknya adalah ketika Pertamina segera membabat habis sepanjang jalur tol utama yakni Cikampek dengan membangun tidak kurang dari tujuh SPBU besar. Logis sekali mengingat debit kendaraan terbanyak adalah jalur tol ini. Singkatnya fenomena ini setidaknya memberikan masyarakat lebih banyak pilihan pengisian bahan bakar sekaligus peningkatan pelayanan SPBU oleh Pertamina. Read More ..
Saking monopolis dan begitu dibutuhkannya SPBU ini berdampak pelayanan yang terkesan seenaknya. Mulai dari takaran liter yang tidak akurat, kondisi statsiun tidak nyaman maupun saat bensin habis tanpa sosialisasi. Praktis semua kendaraan hanya bisa menerima apapun layanan yang diberikan sang monopolis.
Sudah begitu ketersediaan SPBU belumlah merata di berbagai tempat. Di pulau jawa, sebagai sentral kegiatan ekonomi nasional nampaknya paling banyak SPBU di sepanjang jalan propinsinya. Menyusul di Sumetera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua tidak cukup banyaklah ketersediaan statisun pengisian bahan bakar ini. Bahkan bila kita harus bepergian entah itu di pulau Sumatera atau Kalimantan kita harus mengatur di SPBU mana mengisi bensin-nya, atau saat bensin habis kita tidak menemukan SPBU.
Masih segar dalam ingatan kita pada awal tahun 2006 terjadi kenaikan harga BBM yang membuat masyarakat terhenyak. Pemerintah menaikkan harga BBM setara dengan harga internasional sekaligus mencabut subsidi-nya. Lagi-lagi yang bisa dilakukan masyarakat hanyalah menerima dan pasrah. Hebohlah kehidupan social ekonomi masyarakat menyusul kenaikan BBM ratusan persen tersebut.
Berbagai analisis dilontarkan sehubungan kenaikan BBM ini. Ada yang bilang Pemerintah kesulitan anggaran dan terbebani subsidi BBM puluhan triliun, sehingga penghentian subsidi BBM tidak terhindarkan. Ada yang membandingkan bahwa seliter air mineral saja harganya sama atau lebih mahal dari seliter bensin, ini kan tidak lucu. Lontaran lainnya bahwa minyak merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui sehingga penggunaannya haruslah hemat dan ekonomis, menaikkan harga merupakan salah satu instrument mengatur pemakaian ekonomis.
Salah satu komentar datang dari Jogya, seorang ekonom UGM ~ Revrisond Baswir, yang menganalis bahwa liberalisasi harga minyak terkait dengan rencana masuknya investor minyak sector hilir. Konon bakal banyak investor masuk bila harga minyak sesuai harga global. Tidak lama, menyusul kenaikan BBM mulai bermunculan SPBU asing asal Belanda yakni Shell. Shell membangun beberapa SPBU di lokasi strategis. Berikutnya investor raksasa negeri jiran, Petronas juga masuk dan terjun dalam bisnis eceran BBM ini.
Entah ini dalam prediksi Pertamina atau kejutan, yang jelas segera terjadi perang saling berlomba membangun lebih banyak stasiun pengisian bahan bakar. Memang pemain asing tersebut hanya menjual minyak dengan oktan tinggi atau akrab disebut pertamax plus. Sementara Pertamina masih menguasai produk premium dan solar. Hal ini karena Pertamina unggul dalam distribusi dan logistic ketimbang pesaing yang harus membangun jalur distribusinya sendiri.
Puncaknya adalah ketika Pertamina segera membabat habis sepanjang jalur tol utama yakni Cikampek dengan membangun tidak kurang dari tujuh SPBU besar. Logis sekali mengingat debit kendaraan terbanyak adalah jalur tol ini. Singkatnya fenomena ini setidaknya memberikan masyarakat lebih banyak pilihan pengisian bahan bakar sekaligus peningkatan pelayanan SPBU oleh Pertamina. Read More ..
Monday, January 15, 2007
Obrolan E-Radio
Kali ini Rafiq dan rekannya membahas masalah ketidakpuasan belanja di supermarket. Banyak supermarket mengobral promo namun sering tidak sesuai dengan praktek. Produk A discount 30% atau produk B beli dua gratis satu dan seterusnya. Rafiq memang tidak persis seperti ini, namun saya tambahkan pengalaman kanan kiri mengenai tingkah polah supermarket. Ternyata produk yang dipromo umumnya barangnya sudah habis. Atau strategi kuno, naikin dulu harga baru didiscount.
Ada juga penyulut kekecewaan konsumen, seperti barang di rak harganya 100 ketika bayar di kasir ternyata 110. Ternyata kenaikan barang tidak dibarengi inventory di lapangan. Konyolnya konsumen harus bayar yang sesuai kasir, nah dongkol kan. Meski dibuka waktu keluhan selama 2 minggu untuk verifikasi harga mana yang benar, tetap hal ini menunjukkan kerja amatiran super market. Masih kata Rafiq, Wall Mart di Amerika memberi contoh hebat. Bila ditemuakn beda harga antara di rak dan di kasir maka konsumen boleh memiliki barang tersebut for free ! Hmm ini baru supermarket.
Berikutnya banyolan menyinggung masalah kecelakaan Adam Air. Rafiq mencontohkan bila ia seorang keluarga korban. Yang dilakukan adalah 2 hari pertama membantu tim lapangan mencari lokasi korban. Naumn, hari berikutnya Rafiq bakal nongkrong di kantor Adam dan akan menuntut untuk mencari lokasi kecelakan sampai ketemu dan membayar ganti rugi dan seterusnya.
Topik-pun mengalir ke topic lain yakni dengan datangnya musin hujan yang telat terutama di Jawa. Dari telepon seorang nara sumber/staf BMG dijelaskan bahwa permukaan laut dingin dan penguapan kurang sehingga tidak cukup uap air untuk menjadi hujan. Hal ini merupakan penyimpangan cuaca dan seterusnya. Namun konon dalam minggu ini hujan bakal segera mulai turun.
Itulah obrolan E-Radio yang nampak tidak terlampau pusing dengan materi yang berat, serius dan sebagainya. Tidak terlampau pusing dengan masalah politis dan sejenisnya. Mereka cukup mebahas secara ringan dan santai berbagai masalah riil di lapangan. Dipandu dengan wawasan penyiar yang luas jadilah channel ini favorit baru per-radio-an.
E-Radio juga bahkan memiliki cabang di berbagai kota. Bisa dikatakan mereka melakukan terobosan baik metode penyiaran maupun materi siaran. Masih belum lupa berbagai Radio berlomba menyiarkan talk show dan sejenisnya. Inipun dilakukan E-Radio namun dengan kemasan yang lebih luwes. Dan tentunya dilibatkan masukan maupun opini dari seluruh pendengar yang akrab disebut E-listeners.
Media memang semestinya menjadi mediator antara masyarakat dengan stakeholdernya. Jadi sebenarnya stakeholder masyarakat itu pan banyak. Hampir seluruh intitusi, bisnis, pemerintah dan bahkan pihak luar negeri merasa berkepentingan dengan yang namanya masyarakat ini. Media yang baik adalah yang menyuarakan kebenaran dan tentunya tetap memegang etika media. Dengan adanya media maka diharapkan segala pernik aspirasi dan hak masyarakat dapat disuarakan dan ditegakkan. Selamat bekerja !! Read More ..
Ada juga penyulut kekecewaan konsumen, seperti barang di rak harganya 100 ketika bayar di kasir ternyata 110. Ternyata kenaikan barang tidak dibarengi inventory di lapangan. Konyolnya konsumen harus bayar yang sesuai kasir, nah dongkol kan. Meski dibuka waktu keluhan selama 2 minggu untuk verifikasi harga mana yang benar, tetap hal ini menunjukkan kerja amatiran super market. Masih kata Rafiq, Wall Mart di Amerika memberi contoh hebat. Bila ditemuakn beda harga antara di rak dan di kasir maka konsumen boleh memiliki barang tersebut for free ! Hmm ini baru supermarket.
Berikutnya banyolan menyinggung masalah kecelakaan Adam Air. Rafiq mencontohkan bila ia seorang keluarga korban. Yang dilakukan adalah 2 hari pertama membantu tim lapangan mencari lokasi korban. Naumn, hari berikutnya Rafiq bakal nongkrong di kantor Adam dan akan menuntut untuk mencari lokasi kecelakan sampai ketemu dan membayar ganti rugi dan seterusnya.
Topik-pun mengalir ke topic lain yakni dengan datangnya musin hujan yang telat terutama di Jawa. Dari telepon seorang nara sumber/staf BMG dijelaskan bahwa permukaan laut dingin dan penguapan kurang sehingga tidak cukup uap air untuk menjadi hujan. Hal ini merupakan penyimpangan cuaca dan seterusnya. Namun konon dalam minggu ini hujan bakal segera mulai turun.
Itulah obrolan E-Radio yang nampak tidak terlampau pusing dengan materi yang berat, serius dan sebagainya. Tidak terlampau pusing dengan masalah politis dan sejenisnya. Mereka cukup mebahas secara ringan dan santai berbagai masalah riil di lapangan. Dipandu dengan wawasan penyiar yang luas jadilah channel ini favorit baru per-radio-an.
E-Radio juga bahkan memiliki cabang di berbagai kota. Bisa dikatakan mereka melakukan terobosan baik metode penyiaran maupun materi siaran. Masih belum lupa berbagai Radio berlomba menyiarkan talk show dan sejenisnya. Inipun dilakukan E-Radio namun dengan kemasan yang lebih luwes. Dan tentunya dilibatkan masukan maupun opini dari seluruh pendengar yang akrab disebut E-listeners.
Media memang semestinya menjadi mediator antara masyarakat dengan stakeholdernya. Jadi sebenarnya stakeholder masyarakat itu pan banyak. Hampir seluruh intitusi, bisnis, pemerintah dan bahkan pihak luar negeri merasa berkepentingan dengan yang namanya masyarakat ini. Media yang baik adalah yang menyuarakan kebenaran dan tentunya tetap memegang etika media. Dengan adanya media maka diharapkan segala pernik aspirasi dan hak masyarakat dapat disuarakan dan ditegakkan. Selamat bekerja !! Read More ..
Friday, January 12, 2007
Part Time
We all know being employment either in company or institution sometimes not a warranty for all the need fulfilled. Most of us really need a part time job to contribute extra income. By hanging only onto one job is often very risky. Not only we must tightly allocate our expense but we may in shortage budget as well. We knew so far there some teacher of high school in City still occupy in informal job. Some of them being motorcycle riders who driving passenger home. In bahasa Indonesia this kind job is called “tukang ojeg”.
Some other employment need to drop in traditional market to sell anything once his office closed. Perhaps, there are only shortlisted employments who are satisfied to their income. This group do not need part time job since their need are covered. We may call them budget free employment. In the term of economic that some employment that choose staying home instead of searching for more money indicate they already reach comfort zones.
Why this phenomenon of part time job often exists, maybe reflect the level of society welfare. The more advance a country do, the more people living in comfort zones. Our country that might represents an underdeveloped country force people to search additional job.
From the view of individual life, those who are in part time job will have less time to spend time with family. They also spend more time working than normal worker who are enough living in single job.
Unfortunately it is not easy to find just part time job. It is simple to understand that there are more unemployment people over there. Then it is lucky if someone get another job since there are more people for limited job.
One important question arise, is there more productive to let people handle double job than single one. The answer is probably not because he needs to share his energy and focuses on more activities. This often happens on government officers that their main jobs are not optimal while they even insist on other jobs for more money.
So let it be anyway since every body has their own right to fulfill the needs. Surely they are free to hunt anything kind of job while they are obliged to act along the rule. Read More ..
Some other employment need to drop in traditional market to sell anything once his office closed. Perhaps, there are only shortlisted employments who are satisfied to their income. This group do not need part time job since their need are covered. We may call them budget free employment. In the term of economic that some employment that choose staying home instead of searching for more money indicate they already reach comfort zones.
Why this phenomenon of part time job often exists, maybe reflect the level of society welfare. The more advance a country do, the more people living in comfort zones. Our country that might represents an underdeveloped country force people to search additional job.
From the view of individual life, those who are in part time job will have less time to spend time with family. They also spend more time working than normal worker who are enough living in single job.
Unfortunately it is not easy to find just part time job. It is simple to understand that there are more unemployment people over there. Then it is lucky if someone get another job since there are more people for limited job.
One important question arise, is there more productive to let people handle double job than single one. The answer is probably not because he needs to share his energy and focuses on more activities. This often happens on government officers that their main jobs are not optimal while they even insist on other jobs for more money.
So let it be anyway since every body has their own right to fulfill the needs. Surely they are free to hunt anything kind of job while they are obliged to act along the rule. Read More ..
Business Ethic
Etika bisnis sudah sangat lazim berjalan di negara maju dimana pasar dan masyarakat umumnya berpendidikan tinggi. Taraf hidup mereka juga memang sudah tinggi, hukum benar-benar ditegakkan dan hak-hak individu sangat diperhitungkan. Pembeli atau konsumen yang tidak puas ataupun mendapatkan produk yang tidak sesuai dengan standard industri atau legalitas bisa mengadu ke yang berwenang.
Dalam salah satu film “Good Burger” digambarkan persaingan dua gerai burger. Good burger menjajakan burger secara wajar sementara pesaing melakukan praktik melanggar etika. Guna mematikan pesaing mereka mendirikan gerai persis di depan Good burger dengan bangunan megah. Yang membuat pelanggan bertekuk lutut adalah potongan daging-nya sangat besar, hampir dua kali lipat good burger sementara harga jual sama.
Praktis pelanggan berduyun ke gerai baru dan Good burger-pun kehilangan pelanggan. Singkat cerita ternyata burger yang dagingnya besar adalah hasil suntikan kimiawi. Akhirnya terbongkarlah bisnis akal-akalan tersebut dan pengelola-pun diseret hokum oleh polisi. Happy endingnya bisa ditebak Good burger kembali mendapat pelanggan dan bisnisnya dapat berjalan lancar.
Bahwa bisnis haruslah memiliki etika adalah sudah seharusnya. Karena konsumen atau pelanggan juga memilik hak mendapat produk yang benar. Tentunya saat ini kita belum lupa kecelakaan yang melibatkan salah satu perusahaan penerbangan swasta. Konon dari berita terakhir dikabarkan bahwa pesawat meledak dan menghujam ke laut bak meteor. Praktis seluruh penumpang diduga tidak ada yang selamat.
Pada kali lainnya dikabarkan bahwa perusahaan tersebut melakukan pelanggaran etika guna mengejar tiket yang murah. Konon sisi maintenance dan safety-nya agak terabaikan, sehingga terjadilah bencana tersebut.
Kejadian lainnya ada produk obat nyamuk yang laris manis. Sang produk begitu ampuh membasmi nyamuk dan seterusnya. Akhirnya diketahui terkandung zat berbahaya dalam produk tersebut. Produk distop dan berhentilah bisnisnya.
Apakah pebisnis yang melakukan pelanggaran etika memang hanya cukup dihentikan bisnis-nya tanpa ada tindakan hukum. Barangkali ukurannya adalah apakah ada korban jiwa atau pelanggan yang terancam keselamatannya. Sudah merupakan kondisi biasa bahwa pelanggan/konsumen kita sangat kurang perlindungan haknya.
Memang sudah ada yayasan semacam YLKI yang mencoba membela kepentingan konsumen. Namun tindakan kongkrit mengenai penegakkan hak ini belumlah optimal. Tidak dipungkiri masih banyak pelaku bisnis baik skala kecil maupun besar yang nakal. Tayangan di televise dalam program investigasi sering menangkap praktik bisnis yang melanggar etika ini. Ada bakso tikus, buah dipakai pewarna, makanan dengan pengawet sampai produk kadaluarsa tetap dijual.
Hukum alamnya adalah pebisnis yang nakal sepatutnya akan berhenti dengan sendirinya karena semua pelanggan pergi. Namun ya itulah potret mayoritas orang kita umumnya terlampau lugu, berpendidikan rendah dan yang jelas taraf hidup belum sejahtera. Dengan kemampuan daya beli terbatas bagaimana bisa pilih-pilih dalam membeli produk.
Nampaknya perlu (atau barangkali sudah ada) dibentuk Badan Nasional Etika Bisnis. Tentunya diharapkan badan ini mampu menjadi penegak hak konsumen dan pelurus praktek pelanggar etika bisnis. Read More ..
Dalam salah satu film “Good Burger” digambarkan persaingan dua gerai burger. Good burger menjajakan burger secara wajar sementara pesaing melakukan praktik melanggar etika. Guna mematikan pesaing mereka mendirikan gerai persis di depan Good burger dengan bangunan megah. Yang membuat pelanggan bertekuk lutut adalah potongan daging-nya sangat besar, hampir dua kali lipat good burger sementara harga jual sama.
Praktis pelanggan berduyun ke gerai baru dan Good burger-pun kehilangan pelanggan. Singkat cerita ternyata burger yang dagingnya besar adalah hasil suntikan kimiawi. Akhirnya terbongkarlah bisnis akal-akalan tersebut dan pengelola-pun diseret hokum oleh polisi. Happy endingnya bisa ditebak Good burger kembali mendapat pelanggan dan bisnisnya dapat berjalan lancar.
Bahwa bisnis haruslah memiliki etika adalah sudah seharusnya. Karena konsumen atau pelanggan juga memilik hak mendapat produk yang benar. Tentunya saat ini kita belum lupa kecelakaan yang melibatkan salah satu perusahaan penerbangan swasta. Konon dari berita terakhir dikabarkan bahwa pesawat meledak dan menghujam ke laut bak meteor. Praktis seluruh penumpang diduga tidak ada yang selamat.
Pada kali lainnya dikabarkan bahwa perusahaan tersebut melakukan pelanggaran etika guna mengejar tiket yang murah. Konon sisi maintenance dan safety-nya agak terabaikan, sehingga terjadilah bencana tersebut.
Kejadian lainnya ada produk obat nyamuk yang laris manis. Sang produk begitu ampuh membasmi nyamuk dan seterusnya. Akhirnya diketahui terkandung zat berbahaya dalam produk tersebut. Produk distop dan berhentilah bisnisnya.
Apakah pebisnis yang melakukan pelanggaran etika memang hanya cukup dihentikan bisnis-nya tanpa ada tindakan hukum. Barangkali ukurannya adalah apakah ada korban jiwa atau pelanggan yang terancam keselamatannya. Sudah merupakan kondisi biasa bahwa pelanggan/konsumen kita sangat kurang perlindungan haknya.
Memang sudah ada yayasan semacam YLKI yang mencoba membela kepentingan konsumen. Namun tindakan kongkrit mengenai penegakkan hak ini belumlah optimal. Tidak dipungkiri masih banyak pelaku bisnis baik skala kecil maupun besar yang nakal. Tayangan di televise dalam program investigasi sering menangkap praktik bisnis yang melanggar etika ini. Ada bakso tikus, buah dipakai pewarna, makanan dengan pengawet sampai produk kadaluarsa tetap dijual.
Hukum alamnya adalah pebisnis yang nakal sepatutnya akan berhenti dengan sendirinya karena semua pelanggan pergi. Namun ya itulah potret mayoritas orang kita umumnya terlampau lugu, berpendidikan rendah dan yang jelas taraf hidup belum sejahtera. Dengan kemampuan daya beli terbatas bagaimana bisa pilih-pilih dalam membeli produk.
Nampaknya perlu (atau barangkali sudah ada) dibentuk Badan Nasional Etika Bisnis. Tentunya diharapkan badan ini mampu menjadi penegak hak konsumen dan pelurus praktek pelanggar etika bisnis. Read More ..
Thursday, January 11, 2007
Bisnis Tetangga
Tetangga sebelah rumah adalah seorang excutive di perusahaan jasa. Jabatannya cukup tinggi yakni Vice Presiden. Sudah tiga tahun terakhir sang tetangga mencoba merintis dan membuka bisnis produksi. Usahanya adalah bidang makanan yakni roti. Kebetulan kerabatnya memang sejak lama memiliki pabrik roti. Keberanian dan kematangan perencanaan patut diacungi jempol.
Sementara dengan membagi ruang rumahnya yang berlantai 2 (luas tanahnya sekitar 126 m2), sang tetangga mulai membuat roti. Sebagian dikirim oleh kerabatnya. Awalnya dibukalah sebuah gerai di lokasi sangat strategis. Gerai ini dijalankan dengan menyewa. Gerai dibuat sedemikian rapi, bersih dan ber-AC.
Hanya dalam tempo satu tahun usahanya maju pesat. Tenaga kerja diambilkan dari keluarga besarnya di jawa tengah. Saat ini gerainya sudah ada 3 tempat dan masih ditambah menjual roti dengan sepeda motor secara keliling. Inovasi lagu penjaja roti kelilingnya-pun dibuat sendiri, kebetulan istrinya pandai main piano.
Dengan makin meluasnya bisnis mereka menggandeng ice cream Italy dan franchise langsung dari Eropa sono. Secara bersamaan beragam roti, kue, tart dijual dan jenisnya ada puluhan item. Ditambah usaha konsinyasi berbagai kue tradisional yang dipesan dari pembuat kue setempat. Masih ada layanan penerimaan pesanan untuk pesta maupun hajatan.
Saat ini rumah sebelahnya sudah disewa (tidak lama tentunya bakal dibeli) guna perluasan area produksi. Saking sibuk dan ramainya bisnis, istrinya yang semula seorang guru SD akhirnya keluar dan secara total mengurus bisnis. Sang suami tetap menjadi seorang VP di kantornya.
Terakhir gerai rotinya sudah merambah daerah jawa timur, kota tempat suami berasal. Istrinya adalah warga jawa tengah, dan saat ini belum tahu apakah gerai roti sudah merambah jawa tengah.
Bisnis yang dilakukan dengan manajemen keluarga namun dengan disiplin dapat menghasilkan suatu kesuksesan. Bisnis roti adalah bisnis beresiko karena produknya mudah basi. Dibutuhkan perkiraan dan prediksi produksi jenis roti tertentu agar produk waste karena tidak terjual menjadi minimal.
Sebaliknya bisnis roti sekaligus sangat strategis. Saat ini dengan bergesernya gaya hidup dengan semuanya serba praktis, roti merupakan santapan sehari-hari. Sarapan pagi hari, ketimbang membuat makanan berat yang makan waktu di dapur diganti dengan membeli roti siap santap. Cepat dan praktis.
Beberapa kali saya sempat ngobrol dengan beliau dan dijelaskan bahwa bisnisnya sekedar sampingan (buat kegiatan keluarga) dan buat mendongkrak ekonomi. Padahal bila sudah berjalan dan berkembang pesat praktis dapat menjadi semacam passive income. Namun beliau tetap belum berani melepas jabatan executive kantornya dan terjun secara penuh. Barangkali dengan disambi saja berjalan baik, mengapa harus total, lebih banyak sumber revenue akan lebih baik tentunya.
Selamat pak, salut buat anda dan jiwa entrepreneur penuh semangat. Semoga semakin sukses pada masa-masa mendatang. Read More ..
Sementara dengan membagi ruang rumahnya yang berlantai 2 (luas tanahnya sekitar 126 m2), sang tetangga mulai membuat roti. Sebagian dikirim oleh kerabatnya. Awalnya dibukalah sebuah gerai di lokasi sangat strategis. Gerai ini dijalankan dengan menyewa. Gerai dibuat sedemikian rapi, bersih dan ber-AC.
Hanya dalam tempo satu tahun usahanya maju pesat. Tenaga kerja diambilkan dari keluarga besarnya di jawa tengah. Saat ini gerainya sudah ada 3 tempat dan masih ditambah menjual roti dengan sepeda motor secara keliling. Inovasi lagu penjaja roti kelilingnya-pun dibuat sendiri, kebetulan istrinya pandai main piano.
Dengan makin meluasnya bisnis mereka menggandeng ice cream Italy dan franchise langsung dari Eropa sono. Secara bersamaan beragam roti, kue, tart dijual dan jenisnya ada puluhan item. Ditambah usaha konsinyasi berbagai kue tradisional yang dipesan dari pembuat kue setempat. Masih ada layanan penerimaan pesanan untuk pesta maupun hajatan.
Saat ini rumah sebelahnya sudah disewa (tidak lama tentunya bakal dibeli) guna perluasan area produksi. Saking sibuk dan ramainya bisnis, istrinya yang semula seorang guru SD akhirnya keluar dan secara total mengurus bisnis. Sang suami tetap menjadi seorang VP di kantornya.
Terakhir gerai rotinya sudah merambah daerah jawa timur, kota tempat suami berasal. Istrinya adalah warga jawa tengah, dan saat ini belum tahu apakah gerai roti sudah merambah jawa tengah.
Bisnis yang dilakukan dengan manajemen keluarga namun dengan disiplin dapat menghasilkan suatu kesuksesan. Bisnis roti adalah bisnis beresiko karena produknya mudah basi. Dibutuhkan perkiraan dan prediksi produksi jenis roti tertentu agar produk waste karena tidak terjual menjadi minimal.
Sebaliknya bisnis roti sekaligus sangat strategis. Saat ini dengan bergesernya gaya hidup dengan semuanya serba praktis, roti merupakan santapan sehari-hari. Sarapan pagi hari, ketimbang membuat makanan berat yang makan waktu di dapur diganti dengan membeli roti siap santap. Cepat dan praktis.
Beberapa kali saya sempat ngobrol dengan beliau dan dijelaskan bahwa bisnisnya sekedar sampingan (buat kegiatan keluarga) dan buat mendongkrak ekonomi. Padahal bila sudah berjalan dan berkembang pesat praktis dapat menjadi semacam passive income. Namun beliau tetap belum berani melepas jabatan executive kantornya dan terjun secara penuh. Barangkali dengan disambi saja berjalan baik, mengapa harus total, lebih banyak sumber revenue akan lebih baik tentunya.
Selamat pak, salut buat anda dan jiwa entrepreneur penuh semangat. Semoga semakin sukses pada masa-masa mendatang. Read More ..
Wednesday, January 03, 2007
Indovision
Akhirnya setelah gencarnya direct selling Indovision, saya tidak bisa bertahan diam lebih lama lagi. Persis tadi malam, sehabis posting cyber entertainment pulangnya saya sempatkan menghampiri box mobil mereka. Setelah tanya-jawab seputar program siaran dan iuran maka saya putuskan berlangganan Indovision. Padahal kemarin baru saja temen kantor menawarkan langganan astro lewat dia. Ternyata sebagaimana janji mereka begitu setuju mobil box langsung dibawa ke rumah dan dalam tempo 1 jam terpasanglah antenna mini indovision. Karena di rumah ada 3 tv maka mereka paralel dengan antenna konvensional sehingga antar tv bisa saling lihat siaran berbeda. Tentunya channel tv local dan indovision. Karena kalau pengin melihat 2 channel indovision berbeda pada waktu yang sama kita harus beli 2 mesin dan iurannya tentunya berlipat.
Hmm asyik juga kita dapat menikmati siaran film, olah raga , kartun, berita maupun entertainment. Selama ini siaran tersebut bisa kita nikmati bila menginap di hotel, namun dengan berlangganan kita bisa nikmati sepanjang waktu. Paketnya adalah 149 ribu per bulan wajib ditambah paket pilihan, seperti movies atau NHK premium. Bila ambil movies dimana kita bisa menikmati HBO atau Hallmark maka harus nambah 85 ribu. Wah jadinya kita harus menyiapkan extra budget rp 234 ribu per bulan. Yah hitung-hitung biaya jalan-jalan tiap bulan.
Comparative advantage versi Indovision adalah mereka memiliki lebih banyak channel dan lebih tahan cuaca dibandingkan pesaing. Entah ini benar atau tidak, karena kita belum tahu layanan Astro, namun sebagai pemain lama ~ trend setter setidaknya Indovision unggul di pengalaman dan jaringan.
Yang menarik adalah bahwa tentunya Indovision harus menyiapkan sekian paket siaran setiap harinya mengingat mereka siaran 24 jam nonstop. Ambil contoh HBO, bila mereka memutar film setiap 3 jam maka dalam sehari semalam setidaknya ada 7 atau 8 film diputar. Dan semua film-nya sudah bertitle bahasa Indonesia. Artinya bisnis dubbing atau alih bahasa juga tercakup di sini.
Perspectif lainnya adalah, dengan membandingkan siaran global terhadap siaran kita, semakin terasa begitu dangkalnya materi siaran kita. Dan maaf saja, hal ini akan makin menambah antipati terhadap siaran local. Sementara dampak lainnya kita harus hati-hati dengan siaran yang juga ditonton anak-anak kita. Saya lihat beberapa film, meski disensor masih menunjukkan adegan dewasa.
Di era borderless sebagaimana internet bisa diakses oleh sembarang anak-anak di warnet, serbuan berbagai siaran global-pun semakin terbuka dinikmati siapa saja. Dilematis tentunya akan muncul juga pro dan kontra. Namun selagi kita hidup di tengah era globalisasi saat ini, tidaklah bijak kita menutup diri atau menghindar. Lebih rasional bila kita membentengi dengan pembentukan pribadi kuat dan menyaring mana yang bermanfaat dan positif-lah yang kita ambil, sementara yang negative kita tolak. Read More ..
Hmm asyik juga kita dapat menikmati siaran film, olah raga , kartun, berita maupun entertainment. Selama ini siaran tersebut bisa kita nikmati bila menginap di hotel, namun dengan berlangganan kita bisa nikmati sepanjang waktu. Paketnya adalah 149 ribu per bulan wajib ditambah paket pilihan, seperti movies atau NHK premium. Bila ambil movies dimana kita bisa menikmati HBO atau Hallmark maka harus nambah 85 ribu. Wah jadinya kita harus menyiapkan extra budget rp 234 ribu per bulan. Yah hitung-hitung biaya jalan-jalan tiap bulan.
Comparative advantage versi Indovision adalah mereka memiliki lebih banyak channel dan lebih tahan cuaca dibandingkan pesaing. Entah ini benar atau tidak, karena kita belum tahu layanan Astro, namun sebagai pemain lama ~ trend setter setidaknya Indovision unggul di pengalaman dan jaringan.
Yang menarik adalah bahwa tentunya Indovision harus menyiapkan sekian paket siaran setiap harinya mengingat mereka siaran 24 jam nonstop. Ambil contoh HBO, bila mereka memutar film setiap 3 jam maka dalam sehari semalam setidaknya ada 7 atau 8 film diputar. Dan semua film-nya sudah bertitle bahasa Indonesia. Artinya bisnis dubbing atau alih bahasa juga tercakup di sini.
Perspectif lainnya adalah, dengan membandingkan siaran global terhadap siaran kita, semakin terasa begitu dangkalnya materi siaran kita. Dan maaf saja, hal ini akan makin menambah antipati terhadap siaran local. Sementara dampak lainnya kita harus hati-hati dengan siaran yang juga ditonton anak-anak kita. Saya lihat beberapa film, meski disensor masih menunjukkan adegan dewasa.
Di era borderless sebagaimana internet bisa diakses oleh sembarang anak-anak di warnet, serbuan berbagai siaran global-pun semakin terbuka dinikmati siapa saja. Dilematis tentunya akan muncul juga pro dan kontra. Namun selagi kita hidup di tengah era globalisasi saat ini, tidaklah bijak kita menutup diri atau menghindar. Lebih rasional bila kita membentengi dengan pembentukan pribadi kuat dan menyaring mana yang bermanfaat dan positif-lah yang kita ambil, sementara yang negative kita tolak. Read More ..
Tuesday, January 02, 2007
Cyber Entertaiment
Sudah seminggu terakhir persis di samping gerbang masuk perumahan saya mencolok ditampilkan promosi sebuah produk entertainment yakni indovision. Produk channel hiburan dengan media parabola tersebut memang bukan sepenuhnya baru dan bahkan sudah berjalan sekian tahun. Penetrasi pasar yang dilakukan Indovision begitu gencar kala itu. Mulai dari iklan di radio, televisi sampai menyebar pamflet dilakukan guna meraup pelanggan baru. Yang jelas iuran per bulan yang ditawarkan sekitar 200 ribu ke atas. Tentunya disamping iuran bulanan ini pelanggan juga dikenakan biaya perangkat semacam decoder dan lainnya.
Entah pencapaian target pelanggan masih terbatas atau tercapai nampaknya Indovision terus menggebrak pasar dengan berbagai kemudahan. Di era cyber entertaiment saat ini tentunya produk indovision begitu menarik perhatian calon pelanggan. Memang televise nasional sendiri sudah begitu banyak ragam siaran hiburannya. Namun banyaknya selingan iklan dalam setiapo film maupun bobot acara yang kelewat banyak terutama kandungan materi “gossip” maupun “misteri” tidak ayal mengundang kejenuhan pemirsanya.
Perlahan pasar memang semakin meluas dan semakin banyak masyarakat membutuhkan sambungan televisi berbasis parabola ini. Kalau di hotel berbintang rasanya hiburan televisi dengan siaran internasional sudah merupakan menu wajib maka selera masyarakat akan hiburan juga semakin tinggi. Apakah dengan iuran bulanan 200 ribu ini pelanggan sudah mendapat kenikmatan dan manfaat yang sepadan masih belum jelas benar, alhasil penetrasi pasar indovision tetap gencar dilakukan.
Nah menyusul gencarnya dunia hiburan masuklah sang follower dengan branding astro. Astro menggebrak dengan meluncurkan iklan inovatif di televise dibarengi pemasaran agen dan distributornya. Kembali hukum pasar supply and demand dimana pada dasarnya demand-nya masih sangat tinggi maka tidak urung astro-pun kecipratan rejeki. Tidak lama tetangga kanan kiri dan rekan kantor rupanya sudah mulai memasang parabola mini dengan tulisan astro. Melihat harga bulanan yang relative sama entah apa yang menjadikan astro sebagai follower cukup berhasil diterima pasar.
Mulailah kompetisi dimulai. Dengan berbekal comparative advantage indovision mencoba menawarakan pelanggan bahwa produk mereka lebih berquality ketimbang pesaingnya. Belakangan direct selling-pun diluncurkan dan siapa saja yang mendaftar langsung dipasang hari itu juga, demikian slogan di spanduknya.
Masih belum jelas benar siapa market leader sesungguhnya dari bisnis cyber entertainment ini. Sebagai masyarakat luas kita bisa menghitung seberapa bernilaikah besarnya iuran plus uang pangkal berlangganan dibandingkan siaran/hiburan yang di terima. Anggaplah 200 ribu tersebut bisa kita gunakan untuk membeli tiket bioskop 5 sampai 10 kali (bila harga tiker berkisar 20 sampai 40 ribu). Namun ingat bila ke bioskop masih timbul biaya lainnya seperti transport, jajan dan seterusnya, sementara bila berlangganan kita cukup duduk di rumah dan tinggal mencari channel yang disukai.
Nah dengan plus minus antara pilihan berlangganan atau tidak maka keputusannya dikembalikan lagi kepada seberapa intend produk tadi ditawarkan. Termasuk direct selling ala indovision yang membawa mobil bak dipenuhi televise dengan beragam siaran sesuai receiver parabolanya. Yang jelas sampai saat ini saya masih belum memutuskan berlangganan, karena channel idola saya seperti hallmark dan HBO besarnya iuran masih di atas 200 ribu per bulan.
Kembali pada hukum supply and demand bila produk tadi ditawarkan lebih murah, katakan di bawah 100 ribu per bulan termasuk channel favourit, tidak mustahil pasar bakal booming. Read More ..
Entah pencapaian target pelanggan masih terbatas atau tercapai nampaknya Indovision terus menggebrak pasar dengan berbagai kemudahan. Di era cyber entertaiment saat ini tentunya produk indovision begitu menarik perhatian calon pelanggan. Memang televise nasional sendiri sudah begitu banyak ragam siaran hiburannya. Namun banyaknya selingan iklan dalam setiapo film maupun bobot acara yang kelewat banyak terutama kandungan materi “gossip” maupun “misteri” tidak ayal mengundang kejenuhan pemirsanya.
Perlahan pasar memang semakin meluas dan semakin banyak masyarakat membutuhkan sambungan televisi berbasis parabola ini. Kalau di hotel berbintang rasanya hiburan televisi dengan siaran internasional sudah merupakan menu wajib maka selera masyarakat akan hiburan juga semakin tinggi. Apakah dengan iuran bulanan 200 ribu ini pelanggan sudah mendapat kenikmatan dan manfaat yang sepadan masih belum jelas benar, alhasil penetrasi pasar indovision tetap gencar dilakukan.
Nah menyusul gencarnya dunia hiburan masuklah sang follower dengan branding astro. Astro menggebrak dengan meluncurkan iklan inovatif di televise dibarengi pemasaran agen dan distributornya. Kembali hukum pasar supply and demand dimana pada dasarnya demand-nya masih sangat tinggi maka tidak urung astro-pun kecipratan rejeki. Tidak lama tetangga kanan kiri dan rekan kantor rupanya sudah mulai memasang parabola mini dengan tulisan astro. Melihat harga bulanan yang relative sama entah apa yang menjadikan astro sebagai follower cukup berhasil diterima pasar.
Mulailah kompetisi dimulai. Dengan berbekal comparative advantage indovision mencoba menawarakan pelanggan bahwa produk mereka lebih berquality ketimbang pesaingnya. Belakangan direct selling-pun diluncurkan dan siapa saja yang mendaftar langsung dipasang hari itu juga, demikian slogan di spanduknya.
Masih belum jelas benar siapa market leader sesungguhnya dari bisnis cyber entertainment ini. Sebagai masyarakat luas kita bisa menghitung seberapa bernilaikah besarnya iuran plus uang pangkal berlangganan dibandingkan siaran/hiburan yang di terima. Anggaplah 200 ribu tersebut bisa kita gunakan untuk membeli tiket bioskop 5 sampai 10 kali (bila harga tiker berkisar 20 sampai 40 ribu). Namun ingat bila ke bioskop masih timbul biaya lainnya seperti transport, jajan dan seterusnya, sementara bila berlangganan kita cukup duduk di rumah dan tinggal mencari channel yang disukai.
Nah dengan plus minus antara pilihan berlangganan atau tidak maka keputusannya dikembalikan lagi kepada seberapa intend produk tadi ditawarkan. Termasuk direct selling ala indovision yang membawa mobil bak dipenuhi televise dengan beragam siaran sesuai receiver parabolanya. Yang jelas sampai saat ini saya masih belum memutuskan berlangganan, karena channel idola saya seperti hallmark dan HBO besarnya iuran masih di atas 200 ribu per bulan.
Kembali pada hukum supply and demand bila produk tadi ditawarkan lebih murah, katakan di bawah 100 ribu per bulan termasuk channel favourit, tidak mustahil pasar bakal booming. Read More ..
Subscribe to:
Posts (Atom)